KAJIAN YOGA DALAM
PUSTAKA SUCI VHRASPATI TATTWA
( Benang Merah
Antara Yoga Menurut Vrhasapati Tattwa
Dengan
Yoga Sutra Rsi Patanjali )
I.
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Penderitaan
merupakan masalah yang klasik atau bukan sesuatu yang baru lagi bagi manusia
itu sendiri.Penderitaan ini tidak hanya dialami oleh manusia saja, namun secara
luas penderitaan ini dialami oleh semua mahluk di maya loka baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.Walaupun
demikian kita seharusnya tidaklah berpatah semangat dalam menjalani kehidupan
ini, apalagi sebagai manusia yang memiliki kelebihan sabda, bayu dan idep.Idep inilah yang kita gunakan untuk mencari jalan
untuk menghakhiri penderitaan yang kita alami selama kita menjalani kehidupan,
karena setiap sesuatu itu pastilah ada jalan keluarnya.Namun didalam perjalan
spiritual manusia untuk keluar dari lautan penderitaan, kelahiran dan kematian
yang berulang (Punarbawa) manusia sering mengalami kebinggungan jalan manakah
yang harus ia tempuh? jalan manakah yang terbaik?Hal ini disebabkan karena
banyaknya jalan yang ditawarkan dalam kitab suci Hindu.
Dalam Vrhaspati Tattwa, HyangIsvara
menjelaskan kepada Bagawan Vrhraspatibahwa
kecendrungan-kecendrungan sifat manusia itu dipengaruhi oleh tri guna. Dalam ajaran ini tri guna adalah bagian dari citta yaitu alam pikiran.Citta-lah yang menentukan seseorang itu
akan selamat, celaka, duka atau bahagia.Lebih jauh Vrhaspati tattwa menjelaskan seseorang dapat mencapai surga, jatuh
keneraka atau mencapai moksa adalah karena citta.Dari
pertemuan antara purusha dan pradhana itu artinya setelah tahu dan
yang diketahui itu lekat maka lahirlah citta.Citta banyak mengambil kesadaran sang purusha yang dianggap sebagi asal,
tetapi oleh karena bibit itu telah berpengaruh oleh ketidaksadaran, Ketidaksadaran
yang ada pada citta itu dinamakan tri
guna, tri guna adalah atribut atau sifat pada citta.
Sedangkan menurut Rsi Patanjali dalam Yogasutra(I:2) mendefinisikan yoga
sebagai “yogas citta vrrti nirodhah”
yang dapat diterjemahkan sebagai berikut: Mengendalikan gerak gerik pikiran,
atau mengendalikan tingkah polah pikiran yang cenderung liar, bias, lekat
terpesona terhadap objek (yang dikhyalkannya) memberi nikmat (Yasa,dkk,
2006:6). Bagi sang yogin inilah yang merupakan pangkal kemalangan manusia.
Kemudian dalam Vrhaspati tattwasloka 52 disebutkan bahwa ada tiga prilaku
spiritual yang harus selalu di usahakan oleh manusia untuk mencapai kebahagian
yaitu:
1. Jnanabhyudireka:
memiliki kebijaksanaan atau pengetahuan hakikat secara sempurna.
2. Indria yoga marga:
berusaha untuk tidak terpesona nikmat duniawi dengan caramengendalikan indria
melalui jalan yoga.
3. Trsna doksaya:
tidak terikat pada perbuatan baik atau buruk (Yasa,dkk, 2006:4).
Berdasarkan
uraian diatas jelas disebutkan bahwa sumber dari penderitaan yang dialami oleh
manusia adalah karena citta atau
pikiran yang tidak terkendali. Dan untuk mencapai kebahagiaan itu maka kita
wajib melaksakan latihan spiritual untuk mengendalikan pikiran, latihan
spiritual untuk mengendalikan pikiran secara bertahap agar tidak terikat dengan
nikmat duniawi disebut dengan yoga.
Meskipun
kedua kitab tersebut meyatakan bahwa sumber penderitaan manusia adalah akibat
dari Citta atau pikiran yang tak terkendali,
dan sama-sama menawarkan ajaran yoga untuk keluar dari lautan penderitaan,
kelahiran dan kematian yang berulang (Punarbawa), tetapi ada sedikit perbedaan ajaran
yoga menurut kitab Wrhaspati
tattwa dan ajaran yoga dalam Yoga sutra Rsi Patanjali.
Karena adanya perbedaan ini, penulis merasa
perlu untuk mengkaji lebih dalam lagi ajaran yoga menurutkitab Wrhaspati tattwa dan membandingkannya
dengan ajaran yoga Rsi Patanjali dalam Yoga sutra.Melalui artikel ini penulis
berharap dapat menambah wawasan pembaca tentang yoga sehingga tidak muncul
kebingungan, dan mampu memilih ajaran yoga yang paling tepat untuk dirinya.Dengan
asumsi bahwa selain dipengaruhi karma
wasana, dalam mempratikkan yoga juga sangat dibutuhkan pemahaman dan
pengetahuan yang mendalam tentang ajaran yoga itu sendiri.
II.
Pembahasan
2.1 Vrhaspati tatwa
Kitab wrhaspati tattwa
merupakan sebuah lontar paksa siwa yang mengandung ajaran samkya dan yoga.Bagian
yang mengajarkan pembentukan alam semesta beserta isinya mengikuti ajaran samkya dan bagian yang mengajarkan etika
pengendalian diri mengambil ajaran yoga.Secara etimologi Vrhaspati tatwa berasal dari kata “whraspati” dan “Tattwa”, pengertian
Vrhaspati adalah:
Nama seorang Bhagawan di
Sorga, Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam Vrhaspati tattwa Seloka 1 yang berbunyi sebagai berikut:
Irikang kala bana sira wiku ring swarga
Bhagawad
Whraspati ngaran ira
Sira
ta maso mapuja di Bhatara.
Terjemahannya:
Pada
saatitu ada seorang petapa di sorga bernama Vrhaspati,
Ia datang dan memuja Hyang Iswara ( Putra,dkk,1998:1 ).
Kemudian menurut I Gede Sura, tatwaadalah “Kebenaran itu sendiri”
(Sura, t.Th: 24).Kebenaran yang di maksud disini adalah kebenaran yang
mutlak tentang ke-Tuhanan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.Jadi dapat disimpulkan
bahwa Wrhaspati Tattwa berarti ajaran
kebenaran atau hakekat kebenaran Dharma dari Bhagawan Wraspati.
Ajarannya ini diterjemahkan dalam 74 sloka berbahasa Sansekerta
yang di terjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno.Vrhaspati tatwa merupakan naskah jawa kuno yang bersifat
realistis.Di dalam menyajikan ajarannya dirangkum dalam suatu mitologi yang
tujuannya untuk mempermudah ajaranitu dimengerti.Mengingat ajaran filsafat atau
Tattwa yang tinggi seperti ini memang
sulit untuk dimengerti.
Vrhaspati Tattwa
sebagai ajaran untuk Umat Hindu di Bali memuat ajaran Yoga yang disebut dengan Sadanggayoga. Tahapan-tahapan dari Sadanggayogayang terdiri dari Prathyahara, Dhyana, Pranayama, Dharana,
Tarka, dan Samadi, Yoga ini di ambil dari ajaran Yoga di India, yang
disebut Astangga Yoga. Sedangkan
tahapan awal dari Astangga Yoga yaitu
Yama dan Nyama sesungguhnya juga terdapat di dalam Vrhaspati Tattwa yang disebut dengan Dasa Sila.Yama dan Nyama atau Dasa Sila dalam Vrhaspati tatwa tidak disebutkan kedalam tingkatan Yoga. Hal ini
dilatarbelakangi oleh konsep berpikir Umat Hindu di Bali bahwa Dasa sila yang
merupakan pengendalian diri terhadap pertama(Panca Yama Bratha) dan pengendalian
diri terhadap kedua (Panca Nyama Bratha) tidak mesti dilaksanakan oleh orang
yang melaksanakan Yoga, tetapi oleh setiap penganut agama Hindu.
Dalam Vrhaspati
Tattwa Tuhan disebut Parama Siwa
atau Iswara.Beliau Esa (Tunggal)
adanya.Beliau Sadhu Sakti atau
memiliki delapan sifat kemahakuasaan beliau yang disebut Astaiswarya.Sifat kemahakuasaan Beliau ini dilambangkan dengan
bunga teratai yang berdaun delapan yang disebut dengan Padmasana.Padmasana
dianggap sebagai tempat pemujaan Hyang
Widhi (Brahman ,Parama Siwa atau Iswara) yang ada pada setiap Pura di
Bali. Bunga Teratai yang berdaun delapan melambangkan delapan penjuru mata
angin yang masing-masing kiblat ini di kuasai oleh Dewa.Diantara para Dewa itu
ada disebut dengan Dewa Nawa Sanga.Kata
Dewa Nawa Sanga ini berasal dari kata Dewata yang berarti dewa-dewa, Sanga
berarti penjuru.
Vrhaspati tatwa dalam
ajarannya secara garis besar mengajarkan bahwa kenyataan tertinggi ada dua yaitu
cetana dan acetana.Cetana tersebut adalah unsur kesadaran, sedangkan acetana
adalah unsur ketidaksadaran keduanya ini bersifat halus dan menjadi sumber
segala yang ada.Ada tiga jenis cetana,
ketiganya ini disebut cetana telu.
1. Parama siwa tatwa, yaitu
cetana yang memiliki kesadaran tertinggi (bebas dari pengaruh maya), disebut
juga dengan Shang Hyang Widhi Parama Siwa.
2. Sadasiwa tatwa, yaitu
cetana yang memiliki tingkat kesadaran menengah (ada pengaruh maya namun masih
kecil) disebut dengan Shang Hyang Widhi Sadasiwa.
3.
Siwatman
tatwa, yaitu cetana yang memiliki tingkat kesadaran
terendah disebut juga dengan atma atau
jiwatman (Septihariani, diakses 20 Maret 2012).
Dalam
wujud Shanghyang Widhi Parama Siwasama
sekali tidak terbelenggu oleh maya, oleh karena itu ia disebut Nirguna Brahman, ia adalah perwujudan
sepi, suci murni, kekal abadi tanpa aktivitas.Dalam wujud transendentalnya ini, kenyataan itu disebut dengan Nirguna Brahman, yaitu Brahman tanpa
atribut.Ini diterima sebagai sesuatu yang satu dan tidak berbeda, yang tetap
statis dan dinamis dan merupakan prinsip mutlak yang menggaris bawahi jagat
raya.“Brahman adalah dia yang
kata-katanya tidak dapat diungkapkan, dan yang mana tidak dapat digapai oleh
pikiran kita yang membinggungkan”, Ungkap Taittiriya
Upanisad (Paramita, 2006: 40).
Parama Siwa
kemudian mulai tersentuh maya, maka pada saat itu ia mulai terpengaruh sakti,
guna, dan swabhawanya yang merupakan
hukum kemahakuasaan Shanghyang widhi Parama
Siwayang memenuhi segala kehendaknya disimbulkan dengan bunga teratai.Dalam
aspeknya ini Parama siwa selalu ada
dimana-mana yang disebut dengan Saguna
Brahman.Beliau dipuja dalam bentuk pria dan wanita.Dalam aspek pria beliau
dipuja sebagai Iswara, Parameswara,
Paramaatma, Maheswara dan Purusa.
Dari aspek wanita beliau disebut dengan nama Ibu Mulia, Durga, dan Kali.
Pada tingkatan siwatman
tatwa, maka sakti, guna, dan swambhawanya
berkurang karena dipengaruhi maya. Karena pengaruh maya ini menyebabkan
kesadaran aslinya berkurang dan bahkan hilang dan sifatnya berubah menjadi awidya, apabila kesadaran siwatman
terpecah-pecah dan kemudian menjiwai mahluk hidup termasuk manusia maka ia
disebut atma atau jiwatman. Meskipun atman merupakan
bagian dari Shanghyang widhi namun karena adanya belenggu awidya yang ditimbulkan oleh pengaruh maya (pradhana tatwa) maka ia
tidak menyadari asalnya. Inilah yang menyebabkan atma dalam lingkaran sorga dan
neraka.
2.2. Yoga Dalam Vrhaspati
Tatwa
Kata yoga berasal dari bahasa sansekerta dari urat kata yuj yang artinya menghubungkan atau
hubungan yang harmoni dengan objek yoga. Sedangkan menurut Rsi patanjali dalam
kitab yoga sutra mendefinisikan yoga:
Yogas citta vrtti nirodahah
Yogasutra
I sloka 2
Terjemahannya:
Mengendalikan
gerak-gerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah polah pikiran yang
cenderung liar, bias, terikat oleh aneka ragam objek yang memberi kenikmatan
(Yasa, dkk, 2006:6).
Kemudian Mpu Kanwa dalam
kekawin Arjuna wiwaha:
Sasi wimba hanang ghata mesi banu,
Ndan asing suci nirmala mesi wulan
Iwa mangkana rakwa kitang kadadin,
Ring angambeki yoga kiteng sakala
(ArjunaWiwaha,XI:1)
Terjemahannnya:
Bagaikan
bulan di dalam tempayan berisi air di dalam air yang berisi air yang
jernih sebagai itulah dikau (Tuhan)
dalam tiap mahluk kepada orang yang melakukan Yoga engkau menampakan diri
(Yasa,dkk,2006:7)
Dalam slokanya ini Mpu Kanwa
mengisyaratkan kepada kita bahwa yoga adalah jalan kesucian untuk menemukan-memahami
dan mengalami kemanunggalan dengan Yang Suci.
Simpul kata yoga, adalah jalan untuk mulat sarira,
merefleksikan diri, instrospeksi diri yang menyebabkan orang tau diri, sehingga
menjadi suci lahir bhatin. Suci berarti sahrdaya,
yakni sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci (Suka Yasa,dkk, 2006:9).
Tujuan riil (jangka Pendek) orang mempelajari yoga adalah
agar menjadi orang yang sehat dan bahagia lahir-batin, tidak sakit-sakitan
terhindar dari penderitaan dan dapat melaksanakan tugas hidup sebagai mana
mestinya. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah agar dapat mengalami
pengalaman religius, yakni mengetahui, memahami dan mengalami kemanunggalan
dengan sang jati diri, manunggalnya Atman
dengan Brahman.
Dalam Vrhaspati tatwa
sloka 53 disebutkan ada enam cabang yoga, yang disebut dengan sadangayoga.Sadangayoga ini juga dapat dikatakan sebagai enam tingkatan yoga
yang saling terkait, mengabaikan salah satu tingkatan yoga berarti
menghancurkan sistem yoga itu dan itu berarti gagal.Bunyi dari sloka yang
dimaksud adalah:
Nahan tang sadanga yoga
ngaranya, ika ta sadhana ning sang mahyun Umangguhakena sang hyang wisesa
denjika, pahawas tang hidepta, haywa ta iweng-iweng denta ngrengosang hyang
aji, hana pratyahara yoga ngaranya, hana tarka yoga ngaranya, hana pranayama
yoga ngaranya, hana dharanaya yoga ngaranya, hana tarka ngaranya, hana
samadhiyoga ngaranya, nahan sadanga yoga ngaranya
(Vrhaspatitattwa:
53)
Terjemahannya:
Pratyahara
(penarikan), Dhyana (meditasi), pranayama (pengendalian nafas), dharana (menahan), tarka (renungan), Samadhi
(konsentrasi), itulah ke enam cabang yoga.Sadangayoga
menyatakan alat bagi orang yang ingin mencapai visesa. Pikiranmu harus tetap tanggap: tidak hanya mendengarkan
ajaran suci. Patut kita ketahui prathyahara
yoga,dhyanayoga, pranayama yoga, dharana yoga, tarka yoga, dan samadhiyoga.
(
Putra,dkk, 1998:61)
Dengan asumsi bahwa dengan mengetahui dan memahami serta
mempraktikan sadangayoga secara benar
dan baik selaras dengan karma vasana
pastilah memperoleh pengalaman dan manfaat yang positif.Untuk lebih memahami
tentang sadangayoga ini marilah kita
kaji sloka-slokaVrhaspati tatwa
selanjutnya.
2.2.1 Pratyaharayoga
Dalam pustaka suci Vrhaspati
tatwasloka 54 di uraikan sebagai berikut:
Ikang indriya kabeh winatek
sangkeng wisayanya,
ikang citta budhi manah tan
wineh maparan-parana,
kinemitaken ing citta
malilang, yeka pratyaharayoga ngaranya
Vrhaspati
tatwa 54
Terjemahannya:
Pratyahara
(penarikan diri) artinya indriya dari obyeknya, dengan upaya dan pikiran yang
tenang.Semua obyek indria harus ditarik dari obyeknya dan manah tidak
diperbolehkan bergerak kesana kemari.Ia harus dijaga oleh citta yang murni. Ini
pratyaharayoga ( Putra,dkk, 1998:61)
Pratyahara ini
berarti penarikan. Yang ditarik disini adalah menarik indra dari objek kesukaanya.
Masing-masing indra memiliki objek kesenangan sendiri-sendiri dari objek
kesukaanya, missal mata suka akan rupa dan warna yang indah,dan benci rupa dan
warna yang buruk indra penciuman suka bau yang harum dan benci bau yang busuk
dan ketiga indra yang lainya memiliki objek kesenanagnnya sendiri. Indra-indra
inilah yang perlu ditarik dari objek yang disenanginya dan yang dibencinya lalu
diarahkan kedalam diri.
Dengan pikiran yang terkendali konsentrasi jiwa dapat
dilaksanakan dengan baik, semua keinginan untuk keperluan pribadi dan panca
indria harus dikontrol.Ibarat seekor penyu yang menarik kepalanya dan anggota
badannya, supaya jiwa menjadi harmonis dan seimbang.
Disaat seseorang itu mengahadapi suatu kesulitan dalam
hidupnya janganlah terlarut dalam kesedihannya itu, sebaliknya ketika seseorang
mendapatkan kebahagian janganlah terlalu dipuji-puji.Hal baik kita terima
dengan senang hati, hal burukpun kita terima dengan senang hati.Demikianlah
orang yang memiliki keseimbangan jiwa dalam menghadapi suka dan duka.Selain
pengekangan terhadap panca indria penegkakangan terhadap jiwa perlu dilakukan
sehingga jiwa dapat bersatu dengan atman. Dengan bersatunya atman dan jiwa,
maka yang maha tahu akan menampakkan dirinya.
2.2.2 Dhayanayoga
Dalam
pustaka suci Vrhaspati tatwa sloka 55
di uraikan sebagai berikut:
Ikang jnana tan pangrwa-rwa,
tatan wikara, enak heneng-heneng nira, umideng sad tan kawarana, yeka
dhyanayoga ngaranya.
Vrhaspati tatwa 55
Terjemahannya:
Dhyana
(meditasi) adalah yoga yang terus menerus memusatkan pikiran kepada suatu
bentuk yang tak berpasangan, tak berubah damai dan tidak bergerak.Pengetahuan
yang indah tak berpasangan tidak berubah indah dan tenang, tetap stabil, tanpa
selubung yang demikian itulah Dhyanayoga.(
Putra,dkk, 1998:61)
Dhyanayoga atau
meditasi adalah keadaan pikiran dimana pikiran merupakan keberadaan yang mutlak
yang tidak melakukan tindakan.Menurut Agama Hindu atman adalah sumber kekuatan yang tak terbatas dan kebijaksanaan
dalam diri manusia dan Dhyana atau
meditasi adalah alat untuk berhubungan dengan kebijaksanaan tertinggi.Para Rsi Hindu mengatakan bahwaketika pikiran
tidak melakuakan apa-apa pikiran dapat memasuki tahap kesadaran super atau turiya dan menyadari penyatuan dengan
Tuhan.Stelah seseorang itu mencapai turuya
maka seseorang tersebut dapat dikatakan telah mencapai moksaterbebas adri siklus kelahiran dan kematian.Seseoarang yang
dapat mencapai turuya ketika masih
berada adalam tubuh manusia disebut dengan Jivanmukti.
Dhyanabukanlah
suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh seseorang, namun sebuah phenomena yang
muncul dengan spontan dan tidak disadari ketika pikiran tidak berpikir atau
berada pada tahap tidak melakukan tindakan.Meditasi dan konsentrasi dapat
dibedakan dengan sifatnya yang tidak terintrupsi.Konsentrasi diibaratkan dengan
menuangkan air sedangkan Meditasi diibaratkan menuangkan minyak. Keduanya kan
jatuh pada tempat yang sama, namun jatuhnya air tidak akan selancar minyak. Air
memiliki kecendrungan untuk berpencar menjadi titik-titik air, sehingga
mengakibatkan aliran yang tidak bias.
2.2.3 Pranayamayoga
Dalam pustaka suci Vrhaspati
tatwa sloka 56 di uraikan sebagai berikut:
Ikang sarwadwara kabeh yateka
tutupane, mata, irung, tutuk, talinga,ikang vayu huwus inesep nguni rumuhun,
yateka winetwaken maha waneng wunwunwn, kunang yapwan tan abhyasa ikang vayu
mahawane ngkana, dai ya winetwaken mahawaneng irung ndan saka sadiki dening
mawetwaken vayu, yateka pranayamayoga ngaranya.
Vrhaspati
tatwa 56
Terjemahannya:
Pranayama
(pengatuaran nafas) ialah menutup semua jalan keluar nafas dari batok kepala
(pada saat meninggal).Semua jalan keluar harus ditutup mata, hidung, mulut,
telinga.Nafas yang telah ditarik dikeluarkan melalui batok kepala. Jika orang
tidak mengeluarkan nafas dengan cara ini, maka nafas ajkan keluar melalui
hidung. Tapi ia hanya mengeluarkan sebagian kecil dari nafas itu. Inilah yang
dinamakan pranayamayoga( Putra,dkk,
1998:62)
Pranayama berarti
pengaturan pernapasan yang lancar panjang dan dalam.Manfaat dari peranayama ini adalah untuk membantu
menghilangkan pikiran yang tidak diinginkan.Sehingga mempermudah kita untuk
berkonsentrasi dan bermeditasi. Para Rsi mengatakan nafas yang pendek dan
teratur akan meningkatkan aktifitas mental, yang menghasikan pikiran yang tidak
diinginkan yang akan merusak pikiran.
2.2.4 Dhranayoga
Dalam pustaka suci Vrhaspati
tatwa sloka 57 di uraikan sebagai berikut:
Hana ongkara sabda umunggwing
hati, yateka dharanan, yapwan hilang ika nora karengo ri kala ning yoga yateka
sivatma ngaranya, sunyawak bhatara siva yan mangkana yeka dharanayoga ngaranya.
Vrhaspati
tatwa 57
Terjemahannya:
Omkara
yang merupakan sifat siva harus ditempatkan dalan hati penuh dengan tatva.
Karena Omkara dipegang terus maka dinamakan “menahan” dhrana.Suara omkara
bertempat dihati.Orang harus memusatkan pikiran kepadanya.Bila lenyap dan tidak
didengarkan saat beryoga dinamakan Sivatman. Dalam keadaan seperti itu bhatara
siva dikatakan dalam keadaan kosong. Inilah dharanayoga.(Putra,dkk, 1998:62)
Dharanayoga artinya menguasai indria dibawah pengawasan
manah ‘pikiran’ dan memusatkan pikiran pada objek meditasi.Objek dari
konsentrasi dapat berupa gambaran dari dewa, sebuah mantra, nafas dan yang
lainnya.
2.2.5Tarkayoga
Dalam pustaka suci Vrhaspati
tatwa sloka 58 di uraikan sebagai berikut:
Kadi akasa rakwa sang hyang
paramartha, ndan ta palenanira lawan akasa, tan han sabda ri sira, ya ta
kalingan ing paramartha,papada nira lawan awing-awang malilang juga, yeka tarka
yoga ngaranya.
Vrhaspati tatwasloka 58
Terjemahannya:
Tarka
(renungan) ialah terus menerus memusatkan pikiran kepadaNya yang wujudnya
sangat halus, tetap dan tenang dan hening.
Engkau
harus mengetahui bahwa paramartha sangat
halus.Tetapi juga ada bedanya dengan yang halus itu yaitu bahwa paramartha tanpa suara.Itulah penjelasan
paramartha yang dapat dipersamakan
dengan akasa.Ia suci. Itulah yang disebut tarka yoga.( Putra,dkk, 1998:62)
2.2.6 Samadhi
Ikang jnana tanpopeksa, tan
panggalpane, tan hana kaharep nira, tan han sinadhyanira, alilang tan kawaranan
juga, tatan pakahilang, tatan pawasta ikang cetana, apan mari muhidep sira
ikang sarira, luput saking catur kalpana.Catur kalpana ngaranya, wruh lawan
kinaweruhan, pangawruh lawan nahan yang
caturkalpana ngaranya, ika ta kabeh tan hana ri sang yogisvara yateka Samadhi
ngaranya. Nahan yang sadanga yoga ngaranya, pinaka jnana sang pandita
matangyang kapangih sang hyang visesa, ika kayogiswaran mangkana, yateka
karaksan ring dasasila.
Vrhaspati
tatwa 54
Terjemahannya:
Samadhi
(konsentrasi) ialah terus menerus merenungkan-Nya sebagai yang mutlak, tidak
dapat dijelaskan, tanpa nafsu, tenang, tak berubah dan tanpa ciri.Jnana
(pengetahuan) itu mutlak, tak dapat dijelaskan, tanpa nafsu, tanpa tujuan,
suci, tak berselubung, dan tidak terbinasakan.Cetana ini tidak bertujuan.Ia tidak memiliki kesadaran fisik. Ia
bebas dari catur kalpana. Catur
kalpana artinya pengetahuan dan yang diketahui, sarana untuk
mengetahui dan orang yang mengetahui. Itulah keempat kalpana.Semua ini tidak ada pada yogisvara.Inilah yang dinamakan samadhiyoga.Sadangayoga
ini harus dimiliki oleh seorang pandita. Dengan demikian orang akan mencapai
visesa. Sifat yogisvara ini harus ditunjang oleh kesepuluh kebajikan.
(Putra,dkk, 1998:63)
Samadhi
merupakan tahap terakhir yoga baik tahapan menurutWrhasapati Tattwa dalam Sadanggayoga,
maupun tingkatan yoga menurut Rsi Patanjali dalam Astangayoga.Samadhiadalah “penyatuan dengan dengan Tuhan”. Dalam
sebuah Samadhi yang sadar seorang
akan mencapai kekuatan super-natural
(yang disebut dengan siddhi) dengan kekuatan dari latihan yoga.
Kesadaran
super Samadhi secaraumum terdapat dua
jenis:Salvikalpa Samadhi dan Nirvikalpa Samadhi. Salvikalpa berarti “terpisah” dan Nirvikalpa berarti tidak ada pemisahan.Dalam salvikalpa Samadhi
para pemuja mempertahankan sebuah identitas yang terpisah (hubungan
subyek-obyek) dari Tuhan.Dalam Nirvikalpa
Samadhi hubungan subyek-obyek berakhir dan seorang pemuja itu menjadi satu
dengan Tuhan (Paramita, 2006: 85).
2.3 YogaSutra
Ajaran yoga
merupakan anugerah yang sangat luar biasa besarnya dari Rsi Patanjali kepada
siapa saja yang melaksanakan hidup kerohanian.Ajaran ini merupakan bantuan
kepada mereka yang ingin menegetahui kenyataan roh sebagai asas yang bebas,
bebasa dari tubuh, indria, dan
pikiran yang terbatas. Rsi Patanjali menulis ajaran-ajaran yoga ini kedalam “sutra-sutra”.Beliaulah pendiri system
ajaran yoga ini.
Sutrasecara
etimologis berarti “benang” dan dalam konteks ini ia berarti
pernyataan-pernyataan pendek yang memmbantu untuk mengingatkan
(Maswinara,1999:10).Sutra-sutra itu
sangat singkat sehingga maknanya menjadi sangat tidak jelas sehingga dibutuhkan
suatu penjelasan yang terperinci serta penafsiran yang jelas melalui
ulasan-ulasan.Ulasan masing-masing sutradisebut
dengan Bhasya.
Kitab SutraRsi Patanjali terdiri dari 4
(empat) bab dan mengandung 194 Sutra.
Bagian pertama mengajarkan tentang teori yoga yang terdiri dari 51 Sutra, isinya adalah tentang sifat,
tujuan dan bentuk ajaran yoga. Selain itu juga menerangkan perubahan-perubahan
pikiran dan cara pelaksanaan ajaran yoga.
Bagian kedua berisikan tentang praktik yoga, pada bagian
keduanya ini terdiri dari 55 Sutra,
isinya tentang tata cara pelaksanaan yoga seperti bagaimana cara mencapai
Samadhi, tentang kedukaan, tentang karma
phaladan yang lainnya.
Bagian ketiga terdiri dari 54 Sutra. Pada bagian ketiga ini diajarkan tentang cara mencapai
tujuan yoga , juga mengajarkan segi bathiniah ajaran yoga dan juga tentang
kekuatan gaib yang didapat karena melaksanakan praktik yoga. Kekuatan ini
disebut dengan siddhi.
Sedangkan bagian terkhir, yakni bagian ke empat menjelasakn
tentang kelepasan (moksa), melukiskan
tentang alam kelepasan dan kenyataan roh yang mengatasi alam duniawi.Bagian
keempat ini terdiri dari 34 Sutra.
2.3.1 Yoga Dalam Yoga Sutra
Rsi Patanjali
Sesuai dengan yang dinyatakan Rsi Patanjali dalam Yoga Sutra II.29 sebagai berikut:
Yama niyamasana pranayama pratyahara
Dhrana dhyana samadhys stavanggani
Yoga
Sutra II.29
Terjemahanya:
Yama, niyama, pranayama,
pratyahara, dhrana, dhyana, dan Samadhi.Ini
semua disebut delapan bagian yoga. (Yasa,dkk,2006:24)
Untuk
selanjutnya kita hanya akan membahas tentang Yama dan Nyama, karena ke
enam bagian lainnya sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. (lihat
penjelasan tentang yoga dalam Wharaspati
tattwa).
2.3.1.1 Yama
Dalam pustaka suci Yogasutra
II.30 di uraikan sebagai berikut:
Yama adalah
pengendalian diri yang harus dilakukan oleh setiap orang dalam usaha
meningkatkan kualitasa hidup yang lebih baik.
Ahima satasteya
Brahmacaryaparigraha yamah
Yogasutra
II.30
Terjemahannya:
Ahimsa tidak
membunuh, tidak melukai dan berlaku kasar pada sesama, baik melalui pikiran,
perkataan, apalagi perbuatan.Satya bersikap
dan berprilaku bajik, setia pada ucapan, dan jujur pada perbuatan.Asteya tidak mencrui atau menginginkan
milik orang lain. Brahmacarya
bersikap dan berperilaku terkendali, mengendaliakan hawa nafsu.Aparigraha hidup sederhana dan tidak
serakah dapat menerima kenyataan hidup apa adanya (Yasa,dkk:2006:24)
2.3.1.2 Nyama
Nyama adalah
pengendalian rohani dengan tujuan agar rohani menjadi suci dan bersih sehingga
membantu mempermudah dalam melaukan Samadhi atau pemujaan kepada Ida Shang Hyan Widhi Wasa. Didalam Yogasutra. II: 32 disebutkan:
Sauca samtosa tapah
svadyayesvara pranidhani niyamah
Yogasutra.
II: 32
Terjemahanya:
Sauca
berusaha menjaga kebersihan dan kesucian diri, baik lahir maupun bhatin.Santosa menjaga kestabilan emosi agar
selalu tenang, arif, dan bijak dalam menghadapi permasalahan hidup.Tapa berusaha untuk tahan uji, berpegang
teguh pada dharma.Swadiyaya berusaha
mandiri dan tekun mempelajari kitab suci.Iswarapranidhana
selalu memusatkan pikiran dan bhakti kepada iswara
atau Tuhan (Yasa,dkk,2006:25).
Dalam usaha mendekatkan diri dengan Tuhan kesucian lahir
dan bhatin sangat di utamakan sekali. Sependapat dengan apa yang di sampaikan
oleh Bhagawan Satya Narayana bahwa:
“Bila
mangnet tidak menarik jarum kesalahan terletak pada kotoran yang menutupi
jarum. Apabila Tuhan tidak mendekat kea rah sadhaka, kesalahan terletak pada
hati nurani sadhaka yang belum cukup bersih” (Narayana,1999:20)
Untuk itulah ajaran yoga mengajarkan agar orang-oarang
mengendalikan diri dari tindakan-tindakan lahir atau tindakan yang bersifat
fisik seperti memukul, menendang, mencaci dan juga mengendalikan tindakan yang
bersifat rohani seperti iri hati, tidak cepat marah sehingga seseorang akan
mencapai ketenangan dan tahap demi tahap (Angga)
dapat mendekatkan diri dengan Ida Shang
Hyang Widhi.
2.4Benang Merah Antara Yoga Menurut
Vrhasapati Tattwa Dengan Yoga Sutra Rsi Patanjali
Kitab Wrhaspati
Tattwaselain mengajarkan konsep ke-Tuhanan dan pembentukan alam semesta beserta
isinya yang mengikuti ajaran samkya,kitab
Wrhaspati Tattwajuga mengajarkan
etika pengendalian diri yang mengambil ajaran yoga.Ajaran etikanya kita dapati
pula pada lontar-lontar lain seperti Vratisasana
dan panca siksa.Isinya merupakan
percakapan antara Parameswara dengan
yang mulia wrhaspati. Pada sloka dua
diceritakan wrhaspati memohon kepada
Sang Hyang Widhi agar diajarkan dari inti sari ilmu dengan demikian akan
memberikan kebahagiaan kepada semua yang bergerak dan yang tidak bergerak.
Pengendalian diri menurut kitab wrhaspati tattwa pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari kitab yang
lainnya melainkan mempunyai hubungan yang sangat erat yang dapat kita gunakan
sebagai pedoman untuk menuntun hidup kejalan yang benar.Pengendalian diri ini
sangat diperlukan oleh siapapun yang menginginkan taraf kehidupannya kearah
yang lebih baik dari pada sekarang supaya tidak jatuh ke neraka seseorang harus
mengendalikan dirinya dan melaksanakan ajaran etika sehingga
kecenderungan-kecenderungan hati yang buruk dapat dibendung dan kecenderungan
yang baik dapat dipupuk dalam hati.Dalam hubungan ini wrhaspati tattwa mengambil astanga yoga ajaran Rsi Patanjali
sebagai jalan untuk menguasai diri. Dengan demikian ajaran Yama dan Nyama dalam
ajaran ini juga menjadi alas ajaran yoga ialah sebagai ajaran yang bersifat
etis,
Susunan Astanga
yoga dalam ajaran wrhaspati tattwa berbeda
dengan susunan astangga yoga Rsi
Patanjali.Dengan memisahkan Nyama dan
Yama dari kedelapan anggota yoga
sehingga tinggal enam yoga itu disebut Sadangga Yoga.Susunan Saddangga itupun berbeda-beda dengan
susunan dalam yoga sutra yaitu dengan
mendahulukan dhyana dari prayanama dan mengganti asana dengan tarka yoga.Tentang penjelasan masing-masing anggota yoga itu sesuai
juga dengan penjelasan yoga sutra Patanjali.Dalam kitab wrhaspatitattwa ini ajaran yoga dimulai dengan jalan sadangga yoga
dan kemudian ajaran Yama Nyama. Hal ini terbalik bila dibandingkan dengan
susunan yoga sutra Patanjali, dalam tulisan ini kami ikuti susunan astangga
yoga itu sebagai mana yang tersebut dalam kitab Wrhaspati Tattwasloka 53 sebagai berikut :
Pratyaharastatha dhyanam
Pranayamasca dharanam,
Tarkascaiva samadhisca
Sedangga yoga ucyate
Wrhaspati Tattwa sloka 53
Terjemahannya:
Demikianlah
sadangga yoga namanya, Itulah saranannya orang yang ingin menemukan Sang Hyang
Wisesa, biarlah terang hitam, janganlah kalut olehmu mendengar ajaran ini.Ada
pratyahara yoga namanya, ada dhyana yoga namanya, ada tarka yoga namanya, ada
Samadhi yoga namanya. Demikianlah sadangga yoga namanya (Awanita, dkk,1994:
263)
Yang harus diketahui oleh seseorang untuk dapat
mengendalikan diri adalah harus menyadari apa tujuan hidup dilahirkan sebagai
manusia. Dari demikian banyaknya makhluk yang hidup yang dilahirkan sebagai
manusia itu saja belum semuanya mampu berbuat baik, Adapun peleburan perbuatan
buruk kedalam perbuatan baik juga merupakan manfaat menjelma menjadi
manusia.Hendaknya janganlah seseorang bersedih meskipun tidak makmur kelahiran
menjadi manusia itu hendaknya membesarkan hatimu sebab sesungguhnya sangat
sulit itu yang menjelma menjadi manusia, Sebagai manusia merupakan phala dan
karena itu merupakan suatu kesempatan bagi manusia untuk dapat memperbaiki diri
dengan melebur atau mengalahkan perbuatan yang tidak baik dengan perbuatan yang
baik selalu. Dalam ajaran agama hindu hidup itu sendiri adalah samsara
(sengsara) yang harus disahkan oleh setiap orang menyudahinya, sebaliknya hidup
sebagai manusia merupakan phala
karena hidup itu ia akan dapat mengusahakan , membebaskan diri dari penderitaan
sebagai akibat lahir itu dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sebab menjadi
manusia sungguh utama juga karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan
samsara dengan jalan karma yang baik, demikian keistimewaan menjadi manusia
itu.
Orang yang tidak berhasil melakukan dharma, artha dan kama serta moksa, sayang benar padanya tetapi tiada berguna hidup ini, orang
yang demikaian dinamai orang yang hanya mementingkan memelihara badan wadagnya,
yang kemudian dicaplok oleh maut. Dengan melatih Dhyana yoga, pranayama yoga,
dharana yoga dan Samadhi yoga, ketenangan bhatin, ketentraman dalam hidup ini maupun
di akhirat akan terwujud. Ada ong karasabda
nama tempatnya di hati, itulah supaya ditahan kuat-kuat. Bila ia lenyap tak
terdengar lagi waktu melaksanakan yoga, itulah siwatman namanya. Pada saat
demikian Bhatara Siwa bebadan Sunya.Jika konsentrasi terpusat keberhasilan
pengendalian indria dapat kita lakukan.
Suasana
yang digambarkan diatas dalah suasana yang luar biasa tenangnya lepas dari
rangsangan duniawi karena kemampuan pengendalian diri atau pikiran yang luar
biasa pula.SetelahPratyahara, Dhyana, pranayama, dharana, tarka, samadhidapat dilakukan barulah
dijelaskan dalam kitab Wrhaspati tattwa
etika dalam yoga. Namun berbeda dengan yang dijelaskan dalam yoga sutra Rsi
Patanjali, etika dalam kitab Wrhaspati
tattwa bukan disebut dengan Yama dan
Nyama melainkan disebut dengan Dasa Silaatau sepuluh sifat kebijaksanaan.
Susunan Yama dan Nyama dalam kitab Wrhaspati
tattwa terdapat dalam sloka 60 dan sloka 61 sebagai berikut:
Dalam pustaka suci Vrhaspati tatwa sloka 60 di uraikan
sebagai berikut:
Ahimsa brahmacayanca,Satyam avyaharikam,
Astainyamiti pancaite, Yama rudrena bhasitah
Wrhaspati
Tattwa sloka
60
Terjemahannya:
Ahimsa namanya
tidak membunuh, brahmacari namanya
tidak berhubungan seksual,Satya
namanya tidak berbohong, avyaharika
namanya tidak berjual beli, tidak
berbuat dosa karena kepintarannya, Asteya
namanya tidak mengambil milik orang lain bila tidak mendapat persetujuan
kedua belah pihak. Demikianlah susunan Yama
dalam kitab Wrhaspati tattwa.(Awanita,
dkk,1994: 265)
Dalam pustaka suci Vrhaspati tatwa sloka 61 di uraikan
sebagai berikut:
Akrodha gurususrusa, Sauca aharalagawan,
Apramadasca
Pancaite, Niyama Parikertitah
Wrhaspati
Tattwa sloka
60
Terjemahannya:
Akrodha namanya
tidak marah saja, gurususrusa namanya
berbakti kepada guru, selalu melakukan japa, memebersihkan badan,aharalagawa namanya tidak makan
berlebihan, Apramada namanya tidak
lalai.(Awanita, dkk,1994: 265).
Demikianlah susunan Nyama dalam kitab Wrhaspati tattwa.
Mengendalikan pikiran dalam konteks yoga merupakan hal yang
terpenting, yang dimaksud mengendalikan dalam konteks yoga berarti amuter tutur pinahayu “membalik
kesadaran secara benar” menurut Mpu Kanwa, X:I (Yasa,dkk, 2006: 6). Artinya
kesadaran yang tadinya cenderung mengarah keluar dan suka berada di luar diri
adalah kesadaran yang cenderung terjebakkarena sering kali didasari pemikiran
yang keliru.Oleh sebab itu kesadaran itu perlu dibalik.Maksudnya pikiran
hendaknya berdasarkan atas pengetahuan yang benar, pikiran diarahkan kedalam
diri, hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti disiplin yoga.
Untuk dapat melihat perbedaan susunan yoga menurut kitab Vrhaspati tattwa dan Yoga sutra Patanjali lihatlah tabel berikut
ini:
Tabel Perbedaan Yoga Sutra
Rsi Patanjali
Dan Vhraspatti tattwa
No
|
Yogasutra
Patanjali
|
Vhraspati
tattwa
|
1
|
Yama
Brata
|
Pratyahara
|
2
|
Nyama
Brata
|
Dhyana
|
3
|
Asana
|
Pranayama
|
4
|
Pranayama
|
Dhrana
|
5
|
Pratyahara
|
Tarka
|
6
|
Dhrana
|
Samadhi
|
7
|
Dhyana
|
|
8
|
Samadhi
|
|
Berdasarkan tabel tersebut dapat kita lihat perbedaan
susunan yoga menurut kitab Vrhaspati
tattwa dan Yoga sutra Patanjali,
perbedaan-perbedaan itu yaitu:
1. Dalam Vhraspati tattwa Yama dan Nyama tidak
dimasukan secara langsung kedalam tingkatan yoga seperti dalam yoga sutra Patanjali. Dalam hal ini penulis
berasumsi bahwa Yama dan Nyama bukanlah tindakan yang hanya harus
dilakukan oleh orang ingin menekuni yoga saja, namun sudah merupakan kewajiban
bagi umat Hindu, yang dapat tercermin dari perilaku kesehariannya. Selain itu
penulis berasumsi bahwa tingkatan yoga dalam Vhraspati tattwa diperuntukan bagi seseorang yang memiliki tingkat
spiritual yang tinggi, dimana Yama
dan Nyama Bratanya tidak diragukan
lagi.
2. Dalam Vhraspati tattwa YamaPratyaharadiletakan pada tingkatan
pertama dalam hal penulis berasumsi bahwa karena tingkat spiritual yang tinggi
dan Yama dan Nyama tidak diragukan lagi, maka dengan sangat mudah Pratyahara (penarikan indria dari objek
kesengannya) itu dilakukan.
3. Kemudian
susunan pranayama dalam Yoga sutra Patanjali pranayama diletakan sebelum DhranadanDhyana. Sedangkan dalam kitab Vrhaspati tattwa,pranayama diletakan
diantara Dhyana danDhrana. Menurut Yoga sutra Patanjali prana atau nafas itu meliputi seluruh tubuh termasuk di dalam indria, jadi dengan mengendalikan nafas
(pranayama) kita dapat mengendalikan
indria.
4. Kemudian
yang sangat menarik adalah susunan dhrana
danDhyana, jika didalam Yoga sutra Patanjali letak Dhrana berada pada tingkatan ke-enam
yakni sebelum Dhyana akan tetapi ini
berbeda jika pada tingkatan yoga dalamkitab Vrhaspati
tattwa,Dhyana mendahului Dhrana. Yang penulis dapat cermati
disini adalahdi dalam kitab Vrhaspati
tattwakitab Vrhaspati tattwasetelahPratyaharadapat dilaksanakan maka sang
yoginakan melaksanakan pemusatan pikiran pada suatu bentuk yang tidak
berpasangan, tak berubah dan tak bergerak, dalam konteks ini adalah Tuhan yang
bersifat transenden atau Nirguna Brahman. Namun sang yogi disini
memusatkan pikiran kepada Tuhan yang bersifat Dvaita, dimana sang yogin menganggap bahwa adanya perbedaan dan keterpisahan antara Paramatman (Tuhan) dan jivatman (roh pribadi). Hal ini berbeda
jika kita cermati dalamYoga sutra
Patanjali, dimana sang yogin memusatkan pikirannya lansung kepada Tuhan yang bersifat
transendenatau Nirguna Brahman dan merupakan Tuhan yang bersifat advaita dimana sang yogi menganggap Paramatman (Tuhan) identik dengan jivatman (roh pribadi). Dimana ia tidak
mencari keluar namun kedalam.
5. Jika
kita bandingkan dengan yoga dalamkitab Vrhaspati
tattwa setelah Dhyana berhasil
dilakukan, maka sang yoginakan melaksanakan pranayama
untuk membantu dalam mencapai Dhrana yaitu
pemusatan kedalam dengan objek pemusatan berupa aksara suci “OM” yang terletak
di hati. Yang dapat penulis cermati disini adalah jika sang yogin sudah
mencapai tahapDhrana maka dapat
dikatakan bahwa sang yogin mengalami perubahan pandangan, melalui tahap Tarka berangsur-angsur sang yogin akan menyadari
bahwa dirinya adalah Brahman atau Siva. Simpul kata kitab Vrhaspati
tattwa mengajarkan kita konsep ke-Tuhanan Dvaitadvaita sedangkan dalam Yoga sutra Patanjali mengajarkan pada kita konsep ke-Tuhanan Dvaita.
Berdasarkan uraian diatas memang kita temukan beberapa
berbedaan yoga menurut Rsi Patanjali maupun menurut Vrhaspati tatwa.Namun hendaknya kita tidaklah binggung dengan
adanya perbedaan-perbedaan ini, karena sesuai yang di sebutkan dalam Vrhaspati tatwa sloka 3 dan 4.Disebutkan
bahwa kenapa ajaran yang diturunkan itu berbeda hal ini disebakan karena
banyaknya yoni yang menjadi sumber
kelahiran dan adanya bermacam-macam wasana.Kemudian
dalam sloka selanjutnya dijelaskan bahwa yang menyebabkan kebingungan (brantha) adalah awidya. Di ibaratkan ilmu pengetahuanatau kebenaran itu bagaikan
seekor gajah, namun manusia yang diijinkan menyentuhnya bagaikan orang buta,
dan tidak menyentuh gajah itu secara menyeluruh sehingga
menimbulkan pandangan yang berbeda-beda tentang gajah dalam konteks ini ilmu
pengetahuan atau kebenran, sehingga menyebabkan kebingungan pada manusia.
2.5 Simpulan
Yoga
merupakan salah satu cara untuk mencapai kebahagian lepas dari segala
penderitaan. Didalam melaksanakan yoga dibutuhkan suatu disiplin yang tinggi
mengabaikan salah satu tingkatan berarti sama dengan merusak tingkatan
selanjutnya. Yoga bukan hanya berarti hanya duduk diam dan memejamkan
mata.Tetapi yoga dapat terealisasi dari kehidupan sehari-hari, hal ini terdapat
dalam ajaran Vrhaspati tatwa dan juga
Yoga SutraRsi patanjali.Didalam
melaksanakan yoga hendaknya selain memahami dan mengetahui ajaran yoga seseorang
harus menyesuaikan dengan kemampuan spiritual yang dimilikinya, hal ini karena
tingkat spiritual yang dimiliki manusia itu berbeda-beda.
Daftar Pustaka
Putra, I.G.A.G dan
Sadia, I Wayan.2009. Vrhaspati Tatwa.
Alih Bahasa. Surabaya: Paramita Surabaya.
Suka Yasa, I wayan, dkk.2006. Yoga Marga Rahayu. Denpasar: Penerbit
Widya Dharma dan Tim PIA Fakultas Ilmu Agama Universitas Hindu Indonesia
Narayana,
Sathya. 1999. Shadana Disiplin Spritual.
Surabaya: Paramita Surabaya.
Maswinra,
I wayan.1999.System Filsafat Hindu
Samgraha. Surabaya: Paramita Surabaya.
Pendit, Nyoman S. 2007.Filsafat Hindu Dharma, Sad
Darsana, Enambaliran Astika (Ortodok).Denpasar: Pustaka Bali Post
Sumawa, I Wayan, dkk.
1996. Materi Pokok Darsana. Universitas Terbuka : Jakarta.
Dewi, Paramita IGA.2006. Pemikiran Hindu (Pokok-Pokok Pikiran Hindu
Dan Filsaftnya Untuk Semua Umur). Surabaya: Paramita Surabaya.
Kama jaya, Gede.Yoga
Kundalini (Cara Untuk Mencapai Sidhi dan
Moksa). Surabaya: Paramita Surabaya.
Awanita, Made, dkk. Sila dan Etika Hindu.Jakarta. Tidak
diterbitkan.
Rujukan
dari Internet berupa Artikel
Septihariani. Nilai – Nilai Pendidikan Dalam Lontar
Whraspati Tattwa.
(http://www.google.com, diakses 20 Maret 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...