DEFINISI
TENTANG KESELURUHAN NAMA SIVA DAN ATRIBUTNYA
Siva adalah salah satu dari tiga dewa utama Trimurti dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama
Hindu, Dewa Siva adalah dewa pelebur, bertugas melebur
segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi
sehingga harus dikembalikan kepada asalnya. Dewa Siva melambangkan aspek dari
kenyataan yang Mutlak (Brahma dalam Upanisad) yang secara terus menerus menciptakan
kembali, dalam siklus proses penciptaan, pemeliharaan dan peleburan dan
penciptaan kembali. Ia menghilangkan kejahatan, menganugerahkan anugrah,
memberikan berkah, menghancurkan ketidak perdulian, dan membangkitkan
kebijaksanaan pada pemujaannya. Karena tugas dari dewa Siva sangat banyak. Ia
tidak dapat dilambangkan atau digambarkan dalam satu bentuk. Maka dari itu,
akan dibahas filosofis nama Siva serta atribut-atribut dari dewa Siva.
Kata
siva berarti: yang memberikan
skeberuntungan (kerahayuan), yang baik hati, ramah, suka memaafkan,
menyenangkan, memberi banyak harapan, yang tenang, membahagiakan dan
sejenisnya (Monier, 1990:1074). Sang Hyang Siva di dalam menggerakkan shukum
skemahakuasaan-Nya didukung oleh sakti-Nya Durga atau Parvati. Hyang Siva
adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelebur kembali (aspek pralaya atau pralina dari
alam semesta dan segala isinya). Siva yang sangat ditakuti disebut Rudra (yang suaranya menggelegar dan
menakutkan). Siva yang belum kena pengaruh Maya
(berbagai sifat seperti Guna, Sakti dan
Svabhava) disebut Parama Siva,
dalam keadaan ini disebut juga Acintyarupa
atau Niskala dan Tidak berwujud (Impersonal God).
Siva dinyatakan memiliki
3 mata (Trinetra), yaitu Phalanetra, Agnilocana,
Trilocana dan lain-lain, karena fakta-fakta tersebut di atas Śiva
disebut yang dapat menghancurkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Agni
(Gunawan, 2012 : 60). Sumber lain menyatakan Dewa Siva memiliki tiga mata. Dua
matanya pada bagian kiri dan kanan
melambangkan pengetahuan (jnana), dan
ini disebut dengan mata kebijaksanaan atau pengetahuan. Kekuatan pandangan mata
ketiga Siva menghancurkan kejahatan, dan ini adalah alasan mangapa orang
berbuat kejahatan sangat takut dengan mata ketigaNya (Pandit, 2006:207).
Siva menghancurkan segalanya, membawa Trisula. Senjatanya
yang lain disebut Pinaka, oleh karena itu Siva disebut juga dengan nama
Pinakapani (yang memegang Pinaka ditangannya) Beliau digambarkan memiliki 2, 2,
8 dsan 10 tangan. Beliau juga membawa tongkat yang dinamakan Khatvanga, busur bernama Ajagava, seekor menjangan, tasbih,
tengkorak, damaru (gendang kecil) dan bendas-benda suci lainnya (Gunawan,
2012:60). Di dalam Santiparva (166) dijelaskan asals-usul senjata pedang Sang
Hyang Siva, yang selalu dipegang dengan tangannya untuk menghancurkan para
raksasa. Dalam kitab ini diceritakan bahwa Brahma ketika menciptakan alam
semesta, juga menegakkan hukum untuk menegakkan jalan kebajikan, namun para
raksasa tidak setuju dengan hukum tersebut. Oleh karenanya para Rsi memutuskan
aturan khusus bagi para raksasa. Mereka melaksanakan Brahmayajna di lereng
gunung Himalaya. Dari api suci muncul raksasa berupa Jin yang sangat
mengerikan. Ketika jin itu muncul bumi menjadi goncang, gelombang laut pasang
yang tinggi. Cahaya dan meteor beterbangan, cabang-cabang kayu patah-patah
bergelimpangan hancur remuk. Angin puting beliung yang mengerikan berhamburan
di segala penjuru. Semua mahkluk gemetar menyaksikan jin tersebut. Brahma
muncul dihadapan para rsi yang ketakutan dan menyatakan bahwa makhluk itu
bukanlah Jin, tetapi hanyalah sebuah pedang yang akan membunuh para raksasa.
Siva mengambil pedang itu, seketika itu juga Siva memiliki 4 tangan. “Siva yang
kepalanya menyentuh langit, yang memiliki mata yang ketiga, dari mulutnya
muncul kobaran api, yang warna tubuhnya berubah-ubah menjadi biru, putih dan
merah, yang mengenakan kulit menjangan dengan titik-titik keemasan, yang
diantara kedua keningnya memiliki mata yang bercahaya seperti matahari,
demikian Siva mengambil dengan tangannya pedang yang sangat tajam dan
mengangkat perisai serta memutar-mutarkan pedangnya ke segala arah. Siva saat
itu benar-benar mengerikan, berjalan dengan pedangnya menuju ke tengah-tengah
pasukan raksasa, semua kekuatan raksasa dimusnahkan dan Para Dewa memperoleh
kejayaan (Gunawan, 2012: 64-65).
Kepala Dewa Siva dihiasi oleh bulan sabit dan bukan menjadi
bagian dari tubuhNya. Pembahasan dan pengecilan bulan melambangkan siklus waktu
dimana penciptaan ada didalamnya dari awal sampai akhir dan kembali ke awal
lagi. Bulan juga melambangkan sifat hati seperti cinta, kebaikan, dan kasih.
Bulan sabit yang dekat dengan kepala dewa memiliki makna bahwa seorang pemuja
harus menggambarkan sifat-sifat ini agar dapat lebih dekat dengan dewa (Pandit,
2006:208). Bulan sabit melambangkan ukuran waktu bulan sesuai dengan phase
bulan. Ardhacandra (bulan sabit) bertengger pada kepalanya, oleh karena itu
disebut juga Gangadhara dan Candracuda (Gunawan, 2012:60). Dalam Bab VI skanda VI Srimad Bhagavatam
disebutkan bahwa Prajapati Daksa menikahkan dua puluh jujuh putrinya dengan
Dewa Chandra, penguasa Bulan, kemudian Daksa mengutuk Chandra dengan penyakit
parah sehingga membuat Chandra tidak mampu memperoleh anak-anak dari semua
istrinya. Chandra, mempunyai dua puluh
tujuh istri , dari semua istrinya ini, Rohini yang paling cantik dan bergairah
sangat disayangi oleh Dewa Chandra. Karena cintanya kepada Rohini, Dewa Chandra
melalaikan kewajibannya kepada istri-istrinya yang lain, kemudian para
istri-istri Dewa Chandra yang lain tersebut yang juga putri-putri Daksa,
mengeluh kepada sang ayah. Karena merasa ditelantarkan putri-putrinya, Daksa
menjadi murka, dan mengutuk Chandra. Karena dikutuk, Dewa Chandra menderita
penyakit paru-paru. Dari hari ke hari kekuatan dan cahaya Dewa Chandra
berkurang. Akhirnya Dewa Chandra minta perlindungan kepada Dewa Siva. Dewa Siva
yang penuh kasih melegakan hati Chandra yang menderita sakit paru-paru dan
menaruh Bulan di kepala Nya. Dengan menumpang di kepala Dewa Siva,
Chandra/Bulan menjadi kekal dan bebas dari segala bahaya (Brahma-Vaivarta Purana Brahma-khanda
9.49-53).
Tam sivah sekhare krtva cabhavac chandrasekharah,
Nasti devesu lakesu sivac caharana-pancarah
Kemudian Dewa Siva dikenal dengan nama Chandrasekhara, sebab beliau
menaruh Bulan di kepalanya. Oh para Dewa, tidak ada seorangpun yang lebih
berkasih sayang selain Dewa Siva.
(sloka 59)
Siva memakai kalungan bung yang
terbuat dari untaian tengkorak manusia yang melingkar di lehernya. Siva mengenakan
busana (kain) dari kulit macan dan kulit gajah untuk selimut (blanket) Nya. Di
lengannya bergelayutan beberapa ekor ular sebagai hiasan. Ular yang melilit di
leher melambangkan perputaran waktu yang tiada habisnya dan kekuatan penghancur
Siva. Kalung tengkorak yang melingkar itu melambangkan peleburan segala sesuatu
yang tiada habisnya dan regenerasi yang tidak pernah berhenti pada manusia. Dalam
kitab-kitab Purana diceritakan bagaimana Siva memperoleh hiasan-hiasan
tersebut. Istri para rsi terpikat kepada Siva yang sekali waktu tampil dengan
mengenakan pakaian seperti peminta-minta. Para rsi sangat marah terhadap Siva
atas penampilannya itu dan ingin membunuhnya, dari lobang yang digali, muncul
seekor harimau. Siva membunuh harimau itu dan mengambil kulitnya. Seekor menjangan
mengikuti harimau muncul di lubang itu. Siva memegang binatang itu dengan
tangan kirinya. Selanjutnya smsuncul dari lobang itu tongkat besi panas
berwarna merah. Siva mengambil tongkat itu dan menjadikannya senjata. Terakhir
dari lubang muncul beberapa ekor ular kobra dan Siva mengambl ular dan
mengenakannya sebagai hiasannya. Suatu hari raksasa bernama Gaya menyamar daam wujud seekor gajah
dsan menangkap seorang pandita yang melarikan diri dan memohon perlindungan di
sebuah pura Siva. Siva muncul dsan membunuh gajah tersebut, kemudian mengambil
kulitnya dikenakan di badannya. Suatu hari Siva mengenakan beberapa ekor ular
sebagai anting-antingNya, oleh
karena itu ia dikenal dengan nama Nagakundala
(Gunawan, 2012:60). Rambut Siva diikat kemudian dililitkan di puncak kepalanya
yang berwarna merah sehingga Siva dikenal dengan nama Kapardi (Gunawan, 2012:60), hingga membentuk sebuah tanduk. Di atas
rambut, Siva membawa sebuah personifikasi sungai Gangga yang alirannya diterima
dari kaki Visnu di surga. Hingga muncullah sebutan Ganggadhara, karena Siva
membawa sungai Gangga. Tubuhnya
yang telanjang melambangkan bahwa beliau terbebas dari keterikatan dari
material di dunia. Tubuhnya
yang bertabur abu melambangkan bahwa semua material yang ada di dunia ini akan
menjadi abu ketika dibakar. Abu juga melambangkan inti sari dari semua benda
dan mahkluk yang
ada didunia ini. Abu pada tubuh dewa siva melambangkan bahwa ia adalah sumber
dari seluruh penciptaan yang berasal adari dalam dirinya. Tasbih melambangkan sifatnya yang anadi ananta yakni tidak berawal dan
tidak berakhir. Harimau
melambangkan kekuatan, menjadi tempat duduk melambangkan bahwa ia sumber dari
segala kekuatan yang pasti ia kendalikan sesuaikan dengan keinginannya. Siva di gambarkan duduk dikuburan yang melambangkan
kemutlakan untuk mengendalaikan kelahiran dan kematian (Pandit, 2006:208).
Tenggorokan Siva yang berwarna biru,
hal ini disebabkan karena racun kalakuta.
Karena kutukan Durvasa, para Dewa khawatir menghadapi umur tua. Untuk mengatasi
kejadian itu, maka jalan satu-satunya adalah memperoleh Amrta dengan jalan
mengaduk lautan susu (Ksiradhi/Ksirarnava). Vasuki, raja naga dijadikan tali
untuk memutar gunung Mandara, yang dijadikan sebagai poros pengaduk lautan itu.
Ketika pengadukan berlangsung secara intensip, racun Kalakuta muncul dari mulut
naga Vasuki (versi lainnya menyebutkan racun tersebut muncul dari lautan susu
yang diaduk). Ketika muncul racun yang mematikan itu, para raksasa lari tunggal
langgang dengan ketakuta, demikian pula Para Dewa kebingunan. Bali dan Sugriva
juga ketakuta, Visnu dengan tidak memperlihatkan kekhawatirannya, menutup
wajahnya sendiri, dan secara keseluruhan, nampaknya dunia akan hancur menjadi
abu. Pada situasi yang kiritis ini, Siva mengambil langkah yang sigap, meminum
seluruh racun Kalakuta dengna mulutnya. Sangat khawatir terhadap hal itu,
Parvati segera memegang leher dewa Siva, dengan harapan racun tersebut jangan
sampai keperutnya. Pada saat itu pula Visnu segera menutup mulut dewa Siva
dengan harapan jangan ada racun yang menyembur ke luar. Dengan demikian
kalakuta tidak sampai masuk ke dalam lambung dewa Siva, juga tidak ada yang
dimuntahkan dari lehernya, oleh karenanya racun tersebut tidak sampai membunuh
dewa Siva, tetapi membekas menjadi warna biru. Lalu beliau memperoleh nama Nilakantha. Visnu dan Parvati yang juga
mendapat pengaruh dari kobaran racun tersebut, karenanya masing-masing disebut Nilavarna dan Kali (Gunawan, 2012:68-69).
Sapi Nandini merupakan kendaraan Deva Siva. Sapi-sapi yang ada dibumi
ini merupakan keturunan Surabhi. Buih susu yang mengalir seperti buih gelombang
samudra jatuh di Sivabhumi. Siva tidak senang terhadap hal itu. Ia membuka
matanya yang ketiga dan memperhatikan sapi-sapi tersebut. Kobaran api dari mata
yang ketiga itu menjadikan sapi kulitnya beraneka warna. Sapi-sapi itu memohon
perlindungan kepada Candra. Namun kobaran api mata ketiga Siva mengikutinya
sampai kesana. Akhirnya Prajapati memohon kepada Siva untuk menghentikan hal
itu. Prajapati mempersembahkan seekor sapi jantan untuk tunggangannya. Sejak
saat itu, kendaraan dewa Siva berupa seekor sapi (Nandini) (Gunawan,2012:89-90). Sapi melambanagkan kekutan dan ketidak pedulian. Sapi dalam bahasa
sansekerta berate vrsa yang berati
dharma. Sehingga sapi disamping siva melambangkan persahabatan
abadi dengan kebenaran (Pandit, 2006:209)
Dalam
mitologi hindu dinyatakan Siva Natharaja
yang menggambarkan deva Siva yang menari ketika menciptakan dan menghancurkan
alam semesta. Siva digambarkan berdiri diatas padmasana segi empat. Ia
digambarkan bertangan empat, masing-masing dalam sikap abhaya hasta, membawa damaru atau dhaka, memegang agni,
sebuah tangan direntangkan melintasi dada dalam sikap gajahasta atau danda hasta.
Siva digambarkan mengenakan jatamakuta
yang diikat seekor ular kobra dengan hiasan candrakapala
pada jatamakutanya. Mata kegita Siva
terlihat menghiasi dahinya. Dalam perwujudannya ini umumnya Siva digambarkan
mengenakan kain dari kulit harimau, mengenakan yadnopavita, usnisa bhusana, nakra kuniala pada telinga kanan dan makara kuniala di telinga kiri, hara menghiasi lehernya, dan keyura pada pangkal lengannya, serta kankana dan sarpavalaya menghiasi pergelangan tangannya dengan cincin pada
jarinya. Kaki Siva juga terlihat mengenakan kankana.
Hiasan lain yang dipakai Siva adalah udara
bandha, katibandha, nupusa (gelang kaki). Dalam perwujudannya ini kaki Siva
digambarkan berdiri dalam sikap menari diatas seorang cebol yang digambarkan
terbaring sambil memegang seekor ular di tangan kirinya dalam ketinggian kunci pada (satu kaki). Prabhamandala berbentuk lingkaran api (jvalaprabhamandala) digambarkan
melingkari Siva (Ratnaesih, 1997:85). Penggambaran Sivanaharaja mengingatkan
kita dengan gambar atau wujud Achintya yang ditempatkan pada Ulon bangunan suci
Padmasana dan simbol ini sangat umum menunjukkan tentang proses penciptaan alam
semesta oleh Sang Hyang Siva (Gunawan,2012:90).
Referensi
:
Gunawan, Pasek I Ketut. 2012. Pengantar Bahan Ajar Siva Siddhanta I.
IHDN Denpasar.
Pandit, Bansi. 2006. Pemikiran Hindu. Surabaya: Paramita.
Sumber
semua gambar:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...