BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Vedanta
atau juga disebut dengan uttara-mimamsa dari
Badarayana atau Vyasa ini merupakan salah satu dari enam filsafat india yang
orthodok. Ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama hindu sesungguhnya banyak
mengadopsi ajaran dari Vedanta, oleh
sebab itu Vedanta mendapat kedudukan
yang khusus diantara filsafat yang lainnya.
Filsafat Vedanta adalah merupakan filsafat kuno yang berasal dari kumpulan
literatur bangsa Arya yang dikenal dengan nama Veda. Vedanta ini
merupakan bunga diantara semua spekulasi, pengalaman dan analisa yang terbentuk
dalam demikian banyak literatur yang dikumpulkan dan dipilih selama
berabad-abad. Filsafat ini memiliki kekhususan. Yang pertama adalah Vedanta sama sekali bersifat impersonal.
Ia bukan berasal dari seseorang atau nabi. Ia tak mengembangkan diri disekitar
seseorang sebagai pusat, namun ia tidak bertentangan dengan filsafat yang
mengembangkan dirinya disekitar pribadi tertentu. Segala hal yang baik, kuat,
ampuh dalam sifat manusia berasal dari keilahian itu.
Vedanta terdiri dari kitab-kitab
upanisad yang didalamnya memuat tentang pemahaman-pemahaman tentang ajaran
veda. Semua sekte yang ada di India seperti Dwaita, Visistadwaita, adwaita atau
sekte siwa, waisnawa, sakta, saura, dan lain-lain yang termasuk dalam lingkup
agama hindu harus mengakui kitab-kitab upanisad dari veda.
Pemikiran istimewa lain dari Vedanta
adalah bahwa kita harus mengijinkan perbedaan atau keberagaman tak terbatas
dalam pemikiran relegius dan tidak berusaha untuk membawa seseorang pada
pendapat yang sama. Sebagaimana seorang vedatin mengatakan dalam bahasa puitis
“sebagaimana halnya demikian banyak sungai, yang mempunyai sumber yang
berbeda-beda mengalir berkelok-kelok ataupun lurus dan pada akhirnya akan
sampai disamudra- maka, semua ragam aliran dan agama, yang berasal dari titik
awal yang berbeda-beda, dan berjalan dengan berkelok-kelok ataupun lurus, namun
pada akhirnya akan sampai kepada-Nya.
Karena
begitu pentingnya kedudukan sistem filsafat Vedanta
ini maka kita perlu mengetahui kesusastraan dan ajaran-ajaran yang
terkandung dalam Vedanta lebih
mendalam lagi baik yang menjadi sumber ajaran filsafat wedanta dan juga pokok-pokok ajaran filsafat wedanta.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan
yaitu:
1.
Apa saja
kesusastraan-kesusastraan yang terdapat dalam Vedanta?
2.
Bagaimanakah ajaran-ajaran
yang terdapat dalam Vedanta?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui kesusastraan-kesusastraan
yang terdapat dalam Vedanta.
2. Untuk mengetahui ajaran-ajaran yang terdapat dalam Vedanta?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sumber Ajaran Wedanta
Vedanta berasal
dari kata veda dan anta, Veda artinya kitab suci Veda
dan anta yang artinya akhir.
Berdasarkan asal katanya tersebut Vedanta
berarti veda yang terakhir. Sedangkan
menurut Maswinara Vedanta secara
harfiah adalah inti sari atau akhir dari Veda,
yaitu ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab upanisad yang merupakan jnana
kanda atau bagian akhir dari Veda
setelah Mantra, Brahmana dan Aranyaka (Maswinara,1999:175).
Menurut
Singh Wedanta kata wedanta tidak hanya mengacu pada wedanta sutra tetapi juga semua
kesusastraan weda yang menjelaskan
tentang kesimpulan-kesimpulan Veda
khususnya Bhagawadgita, Srimadbhagawatam, upanisad-upanisad dan lain-lain (Singh,2008:1).
Kemudian menurut adiputra,dkk wedanta erat sekali kaitannya dengan upanisad hanya saja kitab-kitab upanisad tidak memuat uraian-uraian yang
sistematis. Usaha pertama yang untuk menyusun ajaran upanisad secara sistematis
diusahakan oleh Badrayana atau Vyasa, kira-kira 400 SM. Hasil karyanya
disebut dengan wedanta-Sutra
(Adiputra,dkk,1984:74).
Didalam Brahma-Sutra
atau Vedanta-Sutra yang dijelaskan
tentang ajaran-ajaran Brahman. Brahma-Sutra juga dikenal dengan nama Sariraka Sutra, karena ia mengandung
pengejawantahan dari Nirguna Brahman
Tertinggi dan juga merupakan salah satu dari tiga buah buku yang berwewenang
tentang Hinduisme, yaitu Prasthana Traya,
sedang dua buku lainnya adalah Upanisad
dan Bhagavad Gita.
Berdasarkan pendapat dari beberapa
para ahli dalam pejelasan sebelumnya penulis dapat cermati bahwa yang menjadi
sumber ajaran dari filsafat Vedanta
adalah Kitab Brahma Sutra atau Wedanta
Sutra, kemudian Upanisad dan juga
Bhagawadgita.
Menurut maswinara Sutra-sutra atau aphorisma dari
Vyasa merupakan dasar dari filsafat vedanta dan telah dijelaskan oleh
berbagai pengulas yang berbeda-beda; sehingga dari ulasan-ulasan ini muncul beberapa
aliran filsafat, yaitu : Kevala Advaita
dari Sri Sankaracarya; filsafat
Monisme terbatas atau Visistadvaita
dari Sri Ramanujacarya; filsafat Dvaita dari Sri Madhvacarya, filsafat Bhedabheda
dari Sri Nimbarkacarya, filsafat Acintya Bhedabheda dari Sri Caitanya, filsafat Suddha Advaita dari Sri Vallabhacarya dan filsafat Siddhanta
dari Sri Meykandar. Masing-masing
filsafat tersebut membicarakan tentang 3 masalah pokok, yaitu tentang Tuhan,
alam dan roh (Maswinara,1999:178).
Secara umum aliran filsafat wedanta ada tiga yang terkenal yaitu: Kevala Advaita dari Sri Sankaracarya; filsafat Monisme terbatas atau Visistadvaita dari Sri Ramanujacarya; filsafat Dvaita
dari Sri Madhvacarya. Namun dalam
makalah ini penulis hanya akan membahas tentang yang sumber-sumber ajaran
filsafat Wedanta yaitu wedanta sutra dan upanisad dan pokok-pokok ajarannya, sedangkan aliran-aliran
filsafatnya akan dibahas oleh kelompok yang lain.
2.1.2
Brahma Sutra
Brahma Sutra
mengandung 556 buah Sutra, yang dikelompokkan atas 4 bab, yaitu Samanvaya, Avirodha, Sadhana dan Phala. Pada bab I dan bab II pernyataan
tentang sifat Brahman dan hubungannya
dengan alam semesta serta roh pribadi, diberikan. Pada bab III, dibicarakan
tentang pencapaian Brahmavidya. Pada
bab IV, terdapat uraian tentang buah (hasil) dari pencapaian Brahmavidya dan juga uraian tentang
bagaimana roh pribadi mencapai Brahman
melalui Devayana atau jalan para Deva, dimana dia tak akan kembali lagi.
Ciri-ciri Jivanmukta atau roh bebas
juga dibicarakan dalam bab ini.
Setiap bab
memiliki 4 bagian (pada). Sutra-Sutra pada masing-masing bagian
membentuk Adikarana atau topik-topik
pembicaraan dan lima Sutra pertama
dari bab pertama sangat penting untuk diketahui, karena merupakan intisari dari
ajaran yang terkandung dalam Brahma Sutra.
Sutra pertama berbunyi : “Athato
Brahmajijnasa” Oleh karena itu sekarang, penyelidikan kedalam Brahman. Aphorisma pertama menyatakan
obyek dari keseluruhan sistem dalam satu kata, yaitu : Brahma-jijnasa, yaitu keinginan untuk mengetahui Brahman. Sutra kedua adalah : “Janmadyasya Yatah” Brahman adalah
Kebenaran Tertinggi, yang merupakan asal mula, penghidup serta leburnya alam
semesta ini. Sutra ketiga adalah : “Sastra Yonitvat”. Kitab suci itu sajalah
yang merupakan cara untuk mencari pengetahuan yang benar. Kemahatahuan Brahman ternyata dari keberadaanNya
sebagai sumber kitab suci. Sutra keempat adalah : “Tat Tu Sa Manvayat” Brahman
itu diketahui hanya dari kitab suci dan tidak secara bebas ditetapkan dengan
cara lainnya. Karena Ia merupakan sumber utama dari segala naskah Vedanta. Sutra kelima adalah : “Iksater Na Asabdam” disebabkan ‘berpikir’,
prakrti atau pradhana bukan penyebab pertama. Dan Pradhana bukan didasarkan pada kitab suci. Sutra terakhir dari bab
IV adalah : “Anavrttiha Sabdat Anavarttih
Sabdat” tak ada kembali bagi roh bebas, disebabkan kitab suci menyatakan
tentang akibat tersebut.
Brahman
yang mutlak, setelah menciptakan unsur-unsur masuk kedalamnya. Dia merupakan
pribadi keemasan dalam matahari, sinar dari roh yang selalu murni,
Sat-cit-anandha, Esa tiada duanya, yang merupakan Bhuma (tak terbatas, tak terkondisikan), yang bersemayam dalam hati
manusia dan sumber dari segala sesuatunya. Brahman
adalah penyebab material dan instrumental dari alam semesta; sehingga Brahman dan alam semesta tidak berbeda,
seperti sebuah kendi yang tak berbeda dengan tanah liat. Brahman mengembangkan diriNya menjadi alam semesta
guna Lila atau KridaNya sendiri, tanpa mengalami perubahan sedikitpun dan tanpa
penghentian menjadi diri-Nya. Brahman itu tanpa bagian-bagian, sifat, kegiatan
dan gerakan; tanpa awal dan tanpa akhir, serta abadi. Ia tidak memiliki kesadaran
sebagaimana dinyatakan dengan “Aku” dan “ Engkau” dan Dialah satu-satunya
realitas.
Brahman menjadi dunia
luar adalah seperti benang menjadi kain, seperti tanah liat menjadi kendi dan
seperti emas yang menjadi cincin dsb. Brahman
adalah paramarthika satta (Realitas
Mutlak), alam semesta merupakan vyavaharika
satta (Realitas Relatif), dan obyek-obyek mimpi merupakan pratibhasika satta (Realitas Nyata), Maya, adalah Sakti (Kekuatan) dari
Tuhan, yang merupakan Karana Sarira
(badan penyebab) dari Tuhan; yang menyembunyikan yang nyata dan membuat yang
tidak nyata tampak sebagai nyata. Ia bukanlah sat atau pun asat dan
juga bukan sat- asat, tetapi
merupakan anirvacaniya (tak
tergambarkan). Maya memiliki 2 daya
kekuatan, yautu daya menyelubungi atau avarana
sakti dan daya pemantulan atau viksepa
sakti. Manusia telah melupakan sifat inti Ilahinya, disebabkan daya
menyelubungi (avarana sakti) dari Maya ini dan alam semesta dipantulkan,
akibat dari viksepa sakti dari Maya ini. Jiva atau roh pribadi
diselubungi oleh 5 lapisan (kosa),
seperti lapisan kulit bawang, yaitu : lapisan makanan (annamaya kosa), lapisan vital (pranamaya
kosa), lapisan mental (manomaya kosa),
lapisan kecerdasan (Vijnanamaya kosa)
dan lapisan kebahagiaan (anandamaya kosa).
Lapisan pertama membentuk badan fisik; ketiga lapisan berikutnya membentuk
badan halus; dan lapisan terakhir membentuk badan penyebab. Roh pribadi harus
mengatasi semua lapisan ini melalui meditasi dan menjadi satu dengan Roh
tertinggi, yang melampaui kelima lapisan ini, serta mencapai pembebasan.
Ada
tiga keadaan kesadaran bagi roh pribadi, yaitu keadaan jaga, mimpi, dan tidur
lelap. Turiya sebagai kesadaran ke-4
adalah keadaan supra sadar, karena Turiya adalah Brahman. Turiya adalah
saksi bisu dari ketiga keadaan kesadaran lainnya. Pribadi juga harus mengatasi
ketiga keadaan yang pertama dan mempersamakan dirinya sendiri dengan keadaan Turiya atau keadaan ke-4, sehingga
tercapai penyatuan dengan Roh
tertinggi. Avidya adalah badan
penyebab dari Jiva atau roh pribadi. Jiva menyamakan dirinya dengan badan, pikiran dan indra-indra,
disebabkan oleh Avidya dan salah
menduga bahwa badannya adalah roh,
seperti seseorang yang salah menduga seutas tali seperti seekor ular, disenja
hari. Pada saat roh pribadi terbebas dari penentuan diri secara bodoh dengan
suatu pengertian yang tepat melalui filsafat vedanta, vicara,(pencarian),
perenungan dan meditasi pada Brahman
Tertinggi, semua khayalan lenyap. Penyamaan atman dan keseluruhan gejala alam
semesta dengan roh tertinggi atau Brahman di tegakkan kembali dan Jiva mencapai kekekalan dan kebahagiaan
abadi. Ia menggabungkan dirinya dalam Brahman
atau samudra kebahagiaan.
Badarayana
juga mempercayai Jivanmukta atau
pembebasan semasa hidup dan hal ini dimungkinkan berdasarkan keterangan-keterangan
yang terdapat didalam kitab-kitab Upanisad
(maswinara,1999:178).
2.1.2 Upanisad
Kitab
upanisad merupakan bagian dari kitab Sruti (Wahyu Tuhan). Permulaan adanya
kitab upanisad dianggap sebagi
berkembangnya alam pikiran agama Hindu.
Istilah Upanisad berasala dari tiga kata yakni: Upa-ni-sad. Upa artinya
dekat, ni artinya di bawah dan sad artinya duduk. Dengan demikian upanisad berarti “duduk dibawah dekat
guru” (Adiputra,dkk,1984:1).
Secara tradisional upanisad dikatakan berjumlah sebanyak
108 buah, namun sesungguhnya tidak kepastian jumlah dari upanisad ini. Jumlah sebanyak 108 ini dapt kita jumpai dalam kitab Mukti Upanisad.
Menurut Narayana dan Sankara,
setidak-tidaknya da sepuluh kitab upanisad yang dianggap paling penting yaitu:
1) Isa Upanisad, 2) Kena Upanisad, 3) Katha Upanisad, 4) Prasna
Upanisad, 5) Mundaka Upanisad, 6)
Mandukya Upanisad, 7) Taitiriya
Upanisad, 8) Aitareya Upanisad, 9) Chandogya Upanisad, 10) Brhad Aranyaka Upanisad, 11) Sweta Swatra Upanisad (Adiputra, dkk,1984:4).
Berdasarkan isinya yang berkembang
kemudian dapat dikelompokan ke dalam enam kelompok, yaitu:
1. Yang mendasarkan ajaran wedanta ada 24 buah.
2. Yang mendasarkan
ajaran Yoga ada 22 buah.
3. Yang mendasarkan
ajaran Samnyasa ada 22 buah.
4. Yang mendasarkan ajaran Waisnawa ada 14 buah.
5. Yang mendasarkan
ajaran Siwa ada 15 buah.
6. Yang mendasarkan
ajaran Sakta ada 18 buah.
Kitab Upanisad tidak membahas hal-hal
yang sama, antara satu upanisad dengan upanisad yang lain ada variabelnya dan
ada hal-hal yang ditonjolkan sehingga adanya perbedaan. Walaupun ada sedikit
perbedaan namun asasyang menjadi topik pembahasan terlihat adanya persamaan
yaitu: masalah Brahman, Atman, Maya, Awidya, Moksa, yang dikaitkan dengan pengetahuan
pribadi terhadap Brahman dan lam sekitarnya baik metafisika, maupun tentang
kosmologi.
2.2 Pokok-Pokok Ajaran
filsafat Wedanta.
2.2.1 Tuhan
Dalam Vedanta
Filsafat
Vedanta mengajarkan satu Tuhan sebagai jumlah keseluruhan. Golongan vedatin
tidak menggambarkan Tuhan dengan kata-kata lain kecuali tiga hal berikut ; Dia
adalah keberadaan tak terbatas, pengetahuan tak terbatas,dan kebahagiaan tak
terbatas dan ketiga hal ini adalah satu. Keberadaan tanpa pengetahuan, tak aka
nada gunanya. Yang kita inginkan adalah keselarasan dari keberadaan,
pengetahuan, dan kebahagiaan tak terbatas. Karena ketiga hal itu adalah tujuan
akhir kita.
Dalam Vedanta Tuhan merupakan tujuan
dari setiap manusia. Ketika Vedanta mengatakan aku dan anda adalah Tuhan, yang
dimaksud bukanlah Tuhan yang berpribadi. Kita sang penguasa alam semesta adalah
satu, namun sebagai keberadaannya yang berwujud manusia, kita adalah
pelayan-Nya yang kekal, sebagai pemuja-Nya. Demikianlah kita melihat bahwa,
Tuhan berpribadi tetap tinggal. Segala yang lain didunia relative ini, tetap
tinggal dan agama dibuat untuk tergantung pada pondasi yang lebih baik. Oleh
karena itu penting bahwa untuk pertama kali kita harus mengetahui Tuhan
berpribadi untuk mengetahui yang tidak berpribadi.
Memuja
Tuhan tanpa pribadi haruslah melalui kebenaran. Kebenaran itu adalah Aku adalah
Dia (tat twam asi). Ketika aku
berkata bahwa aku bukanlah kau, itu tidaklah benar, itu merupakan suatu
kebohongan. Vedanta mengajarkan bahwa Aku adalah satu dengan alam semesta.
2.2.2 Manusia Dalam Vedanta
Menurut
Vedanta manusia itu adalah Ilahi. Sifat sejatinya adalah Atman tak terbatas,
abadi, suci, selalu bebas, penuh kebahagiaan, dan identik dengan Brahman.
Manusia bukanlah pendosa ; mereka membuat kesalahan dan menderita karena
kebodohannya. Seperti kegelapan yang lenyap ketika terbitnya terang, demikian
juga dengan kebodohan akan hilang dengan munculnya pengetahuan.
Keterikatan dan kebebasan ada dalam
pikiran. Dengan memikirkan kekuatan dan pembebasan, seseorang akan menjadi kuat
dan bebas sebaliknya apabila memikirkan kelemahan dan keterikatan, seseorang
akan menjadi lemah dan terikat. Tak seorangpun menginginkan perbudakan karena
hal itu sangat menyakitkan. Kegembiraan hanya ada dalam pembebasan, sebagaimana
Vedanta mengatakan sifat yang sama dari semua makhluk. Tujuan kehidupan manusia
adalah untuk menyadari keilahiannya dan tujuan dari agama adalah untuk
mengajarkan seseorang bagaimana memanifestasikan keilahian dalam dirinya.
2.2.3 Wedanta Percaya Dengan Adanya Atman
Dalam
ajaran Vedanta juga mengajarkan tentang adanya Atman yang merupakan percikan
terkecil dari Brahman, yang kemudian bergabung dengan Buddhi dan Manas sampai
akhirnya memberikan kehidupan pada sang badan. Atman juga dikatakan sebagai
kesadaran Murni, Buddhi adalah kecerdasan, dan Manas adalah pikiran. Ketiganya
akan menyatu dan menjadi Roh (atman, guha, dan jiwa). Roh inilah yang menjadi
tenaga penggerak bagi badan itu.
a.
Misteri Kelahiran dan
Kematian Dalam Vedanta.
Atman
tak penah datang atau pergi, juga tak pernah lahir dan mati. Alamlah yang
bergerak dihadapan Atman, dan orang dengan bodoh menganggap bahwa Atman-lah
yang bergerak bukan alam. Jika Atman berpikir demikian maka ia ada dalam
belenggu, namun jika sudah mendapatkan bahwa ia tak pernah bergerak, maka ia
maha kuasa, maka pembebasan pun muncul. Atman dalam belenggu disebut jiva.
Dengan demikian kalian dapat melihat
bahwa jika dikatakan atman itu datang dan pergi, hal itu hanya untuk
mempermudahkan pemahaman, sama halnya untuk memudahkan dalam mempelajari
astronomi anda diminta untuk mengatakan bahwa bahwa matahari berputar
mengelilingi bumi, meskipun kenyataannya tidak demikian. Jadi, jiva atau sang
roh dapat mencapai keadaan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Ini adalah
hukum inkarnasi yang sudah terkenal dan semua ciptaan terikat pada hukum itu.
Jiva manusia tinggal sementara pada
bentuk lebih rendah atau lebih tinggi, kemudian berpindah pada yang lain, sesuai
dengan samskara atau kesan perbuatannya. Namun hanya dalam bentuk manusialah ia
dapat mencapai pembebasan. Perputaran dari kelahiran menuju pada kematian,
perjalanan inilah yang disebut samsara dalam bahasa sanskrta yang berarti
perputaran kelahiran dan kematian. Semua ciptaan yang melewati perputaran ini,
cepat atau lambat akan mencapai pembebasan.
2.2.3 Tujuan Wedanta
Kita
telah melihat bahwa gagasan tertua yang ada dalam samhita dari kitab-kitab
weda, hanya tentang surga, dimana orang memiliki badan yang bersinar cemerlang
dan tinggal dengan para leluhur. Kemudian, secara bertahap munculah gagasan
lain, namun masih belum memuaskan. Masih memerlukan suatu kehidupan yang lebih
tinggi.
Kehidupan di surga mungkin tak ada bedanya
dengan kehidupan dibumi. Dengan istilah lain surga itu tiada bedanya dengan
kehidupan seorang yang kaya, dengan banyak memiliki kenikmatan indrani dan
badan yang tanpa penyakit, sama seperti didunia, hanya sedikit lebih baik. Dan
dapat kita lihat kesulitannya ; “Dunia eksternal, sebagai dunia material tak
dapat memecahkan masalah, demikian juga di surga. Jika didunia ini tak dapat
memecahkan masalah, maka kejamakan dunia itu juga tak akan dapat, karena kita
harus selalu ingat, materi hanya ketakterbatasan dari fenomena alam.
Setelah
diatas diungkapkan tentang apa itu surga, maka sekarang filsafat Vedanta menekankan bahwa ada sebuah
kenikmatan mutlak yang tak pernah berubah. Kenikmatan itu bukanlah seperti
kenikmatan yang kita miliki dikehidupan ini, namun Vedanta mengatakan bahwa segala kenikmatan yang ada didunia ini
adalah suatu partikel kecil dari kenikmatan sejati itu, karena ia merupakan
kenikmatan satu-satunya yang ada. Setiap saat, sebenarnya kita menikmati
kebahagiaan mutlak itu, meskipun terbungkus, disalah artikan dan dicemoohkan.
2.2.4 Universalitas Wedanta
Vedanta merupakan
sistem kepercayaan yang menentang adanya pertentangan terhadap perbedaan
tersebut. Didalam Vedanta menyarankan
agar jangan mengganggu atau menghancurkan setiap pandangan yang berbeda
mengenai agama dan kepercayaan, tetapi sebaliknya berjalan beriringan dengan
asas saling membantu. Jangan menjatuhkan apapun tapi bangun sesuatu yang baru,
karena setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda tentang mempelajari Tuhan (Brahman), setiap orang memiliki jalan-nya
masing-masing, dan apabila kita menekuni jalan yang kita yakini maka kita akan
sampai pada Tuhan itu sendiri. Contoh kita tidak akan bisa mengajarkan cara
yang kita miliki terhadap anak kecil, akan tetapi anak kecil itu yang akan
mengajari dirinya sendiri. Kewajiban kita hanya memberikan kesempatan dan
menyingkirkan halangan-halangan yang mungkin ada.
Didalam masyarakat terdapat banyak
sekali perbedaan sifat-sifat. Ada beribu-ribu perbedaan pendapat dan
kecendrungan. Suatu pengelompokan yang seragam merupakan hal yang mustahil,
namun untuk memudahkan tujuan kita maka cukup hal itu kita karakteristikan
dalam empat kelas yaitu :
1. Kaum pekerja yaitu mereka yang aktif,
dia sulalu ingin bekerja dan ada energi besar dalam urat, otot dan syarafnya.
2. Kaum
emosional yaitu mereka yang mencintai hal-hal yang agung dan indah secara
belebihan. Dia suka memikirkan keindahan, menikmati dari sisi estetika alam,
memuja cinta kasih dan Tuhan. Dia mencintai jiwa-jiwa agung dengan sepenuh
hatinya.
3. Kaum
mistis yaitu mereka yang pikirannya ingin menganalisa dirinya sendiri, untuk
memahami cara kerja pikiran manusia, apa kekuatan yang bekerja didalamnya, dan
bagaimana memanipulasinya serta mengendalikannya. Ini adalah para mistikus.
4. Kaum
Filusuf yaitu mereka yang ingin memperbesar segala hal dan menggunakan
kecerdasannya meskipun terhadap hal-hal yang diluar kemampuan berpikir manusia
biasa.
5. Vedanta
sangat mengahargai perbedaan dan bersifat universal. Vedanta menyarankan agar jangan mengganggu atau menghancurkan
setiap pandangan yang berbeda mengenai agama dan kepercayaan, tetapi sebaliknya
berjalan beriringan dengan asas saling membantu.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan pendapat
dari beberapa para ahli bahwa yang menjadi sumber ajaran dari filsafat Vedanta adalah Kitab Brahma Sutra atau Wedanta Sutra, kemudian Upanisad dan juga Bhagawadgita.
Adapun
pokok-pokok ajaran Filsafat Wedanta
adalah:
1.
Filsafat Vedanta
mengajarkan satu Tuhan sebagai jumlah keseluruhan. Golongan vedatin tidak
menggambarkan Tuhan dengan kata-kata lain kecuali tiga hal berikut ; Dia adalah
keberadaan tak terbatas, pengetahuan tak terbatas,dan kebahagiaan tak terbatas
dan ketiga hal ini adalah satu.
2.
Menurut Vedanta manusia
itu adalah Ilahi. Sifat sejatinya adalah Atman tak terbatas, abadi, suci,
selalu bebas, penuh kebahagiaan, dan identik dengan Brahman. Manusia bukanlah
pendosa ; mereka membuat kesalahan dan menderita karena kebodohannya.
3.
Mempercayai adanya suatu keadaan kebahagian yang tiada
terbatas yang akn didapatkan jika manusia dapat bersatu dengan sumber
kebahagian yang tak terbatas itu yaitu Tuhan, keadaan ini disebut Moksa.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra,
Rudia I Gede.1984. Tattwa Darsana. Jakarta: Tanpa Penerbit.
Masniwara, I Wayan. 1999. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya: Paramita.
Singh,T.D.
2008. Seri Wedanta & Sains, Kehidupan dan Asal Mula Jagat Raya. Denpasar.
PT. Cintya.
Wiwekananda,
Swami. 2001. Wedanta Gema Kebebasan. Surabaya: Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...