BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah
kriminalitas adalah masalah yang berupa suatu kenyataan social, yang sebab
musababnya kerap kurang dipahami, karena tidak melihat masalahnya menurut
proporsi yang sebenarnya secara dimensional. Perkembangan peningkatan dan
penurunan kualitas dan kuantitas kriminalitas, baik yang ada di daerah
perkotaan maupun pedesaan adalah relative dan interaktif sebab musababnya.
Perkembangan di dalam dan di luar manusia tertentu, mempengaruhi kecendrungan
dan kemampuan untuk melakukan perilaku yang criminal. Selanjutnya manusia
tersebut mempengaruhi lebih lanjut manusia di sekitarnya serta lingkungannya
dalam usaha memenuhi keperluan fisik, mental, dan social secara positif atau
negative. Kriminalitas adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi
antara yang ada dan saling mempengaruhi. Demikian juga perkembangan
kriminalitas yang terjadi di daerah perkotaan atau pedesaan.
Seperti yang kita ketahui, hampir setiap hari koran maupun
telivisi memberitakan kasus-kasus kriminalitas yang menimpa masyarakat.
Bentuknya beragam, ada perampokan, pemerasan, perampasan, penjambretan,
pembunuhan, perkosaan, pencopetan, penganiayaan, dan kata lain yang mengandung
unsur pemaksaan, atau kekerasan terhadap fisik ataupun harta benda korban. Berikut
ini salah satu contoh berita yang dikutip dari salah satu media di Surabaya. “Tembak
Mati Polisi, Gasak Rp. 1,9 Miliar Perampokan di Bank Mandiri Capem Jl. Bukit
Kota, Kota Pinang, Labuhan Batu. Bandit-bandit jalanan itu menembak dua polisi
dan satu diantaranya kabur dengan membawa uang hasil rampokan. Polisi sulit
mengetahui identitas pada perampok. Sebab mereka menutupi wajahnya dengan kain
sebo ketika menjalankan aksinya. Aksi perampokan yang terjadi pukul 10.000 WIB
pagi itu diawali dengan kedatangan sebuah Daihatsu Troper berplat BM.
Begitu berhenti di parkiran, beberapa penumpang mobil itu berhamburan turun.
Mereka langsung memberondongkan tembakan ke udara. “Empat orang menenteng senpi
laras panjang dan dua senpi genggam,”ujar saksi mata di tempat kejadian.
Setelah merobohkan Bripda Lauri, enam perampok masuk ke bank. Mereka
menodong kasir lalu memaksanya untuk mengumpulkan uang yang ada di bank. Kasir
yang ketakutan buru-buru mengambil semua uang seperti yang diminta perampok
(JP, 26 Oktober 2004). Kengerian, ketakutan, keheranan, kebencian dan
bahkan trauma psikologis barangkali yang menjadi kata-kata yang terungkap
setelah melihat atau mengalami peristiwa tersebut.
Banyak sudut pandang yang digunakan
untuk memberikan penjelasan fenomena tindakan kriminal yang ada. Pada
kesempatan ini saya mencoba dari sisi psikologis pelakunya. Sudut pandang
ini tidak dimaksudkan untuk memaklumi tindakan kriminalnya, melainkan
semata-mata hanya sebagai penjelasan.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang diatas, dapat ditarik suatu permasalahan bahwa maksud dari
penusilsan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.
Apa Pengertian dari
psikologi krimanal
b.
Macam- macam kriminal
c.
Factor – factor pemicu terjadinya
criminal
d.
Apa saja teori – teori
criminal
e.
Teori – teori tentang
tipe fisik seorang criminal
f.
Apa ragam pendekatan
psikologis prilaku kriminalitas
g.
Bagaimana proses
individu menjadi penjahat
h.
Bagaiman cara mencegah
kriminal
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan permasalahan diatas dapat
dicari suatu tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui pengertian dari psikologi criminal
b. Apa
saja yang termasuk dalam kriminal
c. Untuk
mengetahui penyebab – penyebab terjadinya criminal
d. Mengetahui
teori – teori dari criminal
e. Untuk
mengetahui tipe fisik seorang kriminal
f. Mengetahui
ragam pendekatan psikologis perilaku kriminalitas
g. Mengetahui
proses individu menjadi penjahat
h. Mengetahui
cara mencegah kriminal
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PSIKOLOGI KRIMINAL
Psikologi kriminal merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
psikologi (kondisi perilaku atau kejiwaan) si penjahat serta semua atau yang
berhubungan baik langsung maupun tak langsung dengan perbuatan yang dilakukan
dan keseluruhan-keseluruaan akibatnya. Berdasarkan pengertian tersebut maka
dapat di tarik pemahaman bahwa ilmu psikologi kriminal merupakan suatu metode
yang di pergunakan guna mengidentifikasi penyebab terjadinya kejahatan yang
diakibatkan oleh kelainan perilaku atau faktor kejiwaan si pelaku tindak
pidana.
Psikologi kriminal dalam hal ini juga mempelajari tingkah laku
individu itu khususnya dan juga mengapa muncul tingkah laku asosial maupun
bersifat kriminal. Tingkah laku individu atau manusia yang asosial itu ataupun
yang bersifat kriminal tidaklah dapat dipisahkan dari manusia lain, karena
manusia yang satu dengan lainnya adalah merupakan suatu jaringan dan mempunyai
dasar yang sama.
Menurut ahli-ahli ilmu jiwa dalam bahwa kejahatan merupakan salah
satu tingkah laku manusia yang melanggar hukum ditentukan oleh instansi yang terdapat pada diri manusia itu sendiri. Hal
ini tidak lain disebabkan bahwa tingkah laku manusia yang sadar tidak mungkin
dapat dipahami tanpa mempelajari kehidupan bawah sadar dan tidak sadar yang
berpengaruh kepada kesadaran manusia. Psikologi criminal
adalah suatu bahan atau ajaran yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan
atau kriminalitas(Dra. Ninik Widyanti dan Yulius Waskita,sh)
2.2 MACAM – MACAM KRIMINAL
2.2.1
Jenis – Jenis Kriminal
1) Jenis – jenis criminal secara umum
A.
Dilihat dari Lama Kejadian(duration
Di Negara yang
berkembang, Indonesia misalnya, data – data kepolisian menunjukkan terjadinya
kejahatan sebagai berikut : (vide “majalah Selecta, 1116 tahun XXV) :
a. Pencurian
dan kekerasan terjadi pada setiap 4,5 menit
b. Penganiayaan
berat terjadi pada setiap 31 menit
c. Pemerasan
terjadi pada setiap 3 jam
d. Pemerkosaan
terjadi pada setiap 3,5 jam
e. Penculikan
terjadi pada setiap 4,5 jam
f. Pembunuhan
terjadi pada setiap 4,5 jam
g. Pencopetan
atau penjambretan pada setiap >< 1 menit
B. Dilihat dari Kesadaran
- Kesadaran memang sudah merupakan pekerjaannya (professional criminal) yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok secra teratur berupa penjahat – penjahat bayaran (Donald r. Cressy “criminal organization”)
- Kesadaran bahwa tindakan tersebut harus dilakukan sekalipun merupakan pelanggaran hokum, yaitu penjahat yang melakukan kejahatan dengan ditimbang – timbang atau persiapan terlebih dahulu.
- Kesadaran bahwa si pelaku tidak diberi kesempatan oleh masyarakat tak bisa member hidup sehingga menjadi residivis
C. Dilihat dari situasional
- Kejahatan – kejahatan Ekomomi
Ø Penyeludupan
Ø Kejahatan
dalam bidang perbankan
Ø Manipulasi
dalam perdagangan
Ø Penyelewengan
keuangan Negara (korupsi)
Ø Pengerusakan
(sabotase pusat – pusat Kegiatan ekonomi)
- Kejahatan – kejatan yang mengancam rasa aman
Ø Banditisme
Ø Hi
jacking
- Perdagangan obat bius
- Pelanggaran lalu lintas yang membahayakan jiiwa jika orang banya dan mengganggu lalu lintas orang
2) Jenis –Jenis Kejahatan
- Kejahatan yang serius atau disebut Feloni (kejahatan yang dilakukan dengan mendapat hukuman mati atau penjara seumur hidup)
- Kejahatan yang kurang serius disebut misdemeanor(kejahatan yang dilakukan dengan menekam/sekap dalam penjara atau dengan denda)
3) Jenis – Jenis Kekerasan
- Kekerasan legal
Kekerasan
yang di dukung oleh hokum misalnya tentara melakukan tugasnya dalam peperangan
- Kekerasan yang secara social memperoleh sanksi
Kekerasan
adanya tingkat dukungan dari sanksi social misanya saja tindakan kekerasan yang
dilakukan karena suami berzinahakan akan memperoleh dukungan sosial
- Kekerasan rasional
Kekersan
yang tidak legal, akan tetapi tidak ada sanksi sosialnya misalnya pembunuhan
dalam rangka suatu kejahatan terorganisir artinya orang – orang yang terlibat
pekerjaannya pada kejahatan yang terorganisir seperti perjudian, pelacuran,
lalu lintas narkotika
- Kekekerasan yang tidak berperasaan
Kekerasan
yang dilakakan tanpa mengenal korban tanpa ada provokasi tanpa melihat motivasi
tertentu dan merupakan ekspresi langsung dari gangguan psikis seseorang dalam
saat tertentu
2.3
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMICU TINDAKAN KRIMINAL
Mengenai factor
– factor yang mendorong timbulnya keriminal adalah sangata komplek sekali.
Masalahnya teletak pada luasnya gerak ruang lingkup kehidupan manusia, yang
saling berhubungan, saling mempengaruhi satu sama lainnyaserta kait –
mengaitkan satu sama lain.
2.3.1
Faktor Internal
Faktor
psikologis yang berasal dari dalam jiwa atau keadaan pelaku (faktor intern).
2.3.1.1 Dilihat dari factor genetika
Ada beberapa kajian yang mengaitkan
factor genetika dengan kriminalitas, antara lain tentang orang kembar (twin
studies), adopsi (adoption studies) dan cromosom (The XYY syndrome)
1) Twin studies
Untuk mengungkap apakah benar
kejahatan itu dipengaruhi oleh factor genetika, para peneliti menbandingkan
antara identical twins dan fraternal
twins .identical atau monozygotic twinsdihasilkan satu telor yang dibuahi
yang membelah dua embrio. Sementara, fraternal atau dizgotic twins dihasilkan
dari dua telor terpisah, keduanya dibuahi pada saat yang bersamaan. Mereka membagi
sekitar setengah gen – gen mereka.
Karl Cristiansen dan Sarnoff A.
Mednick melakukan studi terhadap 3586 pasangan kembar di satu kawasan Denmark
antara tahun 1881 dan 1910 dikaitkan dengan kejahatan serius. Merekan mendapat
bahwa pada identical twins jika pasangan melekukan kejahatan maka 50% pasangan
juga melakukan. Sedangkan pada fraternal twins angka tersebut hanya 20%.temuan
ini mendukung hipotesa bahwa beberapa genetika meningkatkan resiko
kriminalitas.
2) Adoption studies
Satu studi tentang adopsi ini pernah
dilakukan terhadap 14427 anak adopsi di Denmark tahun 1924 dan 1947, penelitian
ini menemukan data :
·
Dari anak – anak yang orang tua angkat dan orang tua aslinya
tidak tersangkut kajahatan 13,5% terbukti melakukan kejahatan
·
Dari anak – anak yang orang tua angkat criminal tetapi orang
tua asli tidak, 14,7% terbukti melakukan
kejahatan
·
Dari anak – anak yang orang tua angkat tidak criminal tetapi
orang tua aslinya krimanal, 20% terbukti melakukan kejahatan
·
Dari anak – anak yang orang tua angkat dan orang tua aslinya
criminal terbukti 24,5 % melakukan kelahatan
Temuan diatas mendukung klaim bahwa
kriminalitas dari orang tua aslinya memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan
kriminalitas dari orang tua angkat.
3) The XYY sindrome
Setiap manusia memiliki 23 pasangan
kromosom yang diwariskan. Satu kromosaom
menentukan gender (jenis kelamin) seorang perempuan mendapat satu X kromosom
dari ayah dan ibunya, dan laki – laki mendapat satu kromosom dari ibunya dan
satu Y kromosom dari ayahnya.
Kadang – kadang kesalahan dalam
memproduksi sperma atau sel telor menghasilkan abnormalitas genetika. Satu tipe
abnormalitas kromosom yaitu “the XYY chromosome male” atau laki – laki dengan
kromosom XYY kromosom. Orang tersebut menrima dua Y kromosom dari ayahnya.
Kurang lebih satu dari tiap 1000 kelahiran laki – laki dari keseluruhan
populasi memiliki komposisi genetika semacam ini. Mereka yang memiliki kromosom
XYY cendrung bertubuh tinggi, secara fisik agresif, sering melakukan kekerasan.
2.3.1.2 Dilihat dari Ke-Abnormalan Individu
Keabnormalan
inidimaksud bahwa ada hal – hal yang menyimpang dari yang normal. Bilaman jika
digambarkan dengan suatu garis, maka yang normal itu terdapat pada suatu garis
lurus memanjang yang terletak di tengah sedangkan yang tidak normal akan terletak
pada garis sejajar di atas bagi yang di atas normal misalnya saja orang – orang
yang jenius dan pada garis sejajar ke bawah bagi orang – orang yang di bawah
normal.
Bahwa
tiadak semua ke tindakan abnormalan manusia itu disebabkan oleh hal – hal yang
patologis, tetapi juga disebabkan karena hal – hal yang psikologis. Psikologen
misalnya disebabkan karena lingkungan, sedangkan somatogen disebabkan karena
kecelakaan yang pernah dideritanya. Di samping itu juga di sebabkan oleh
gangguan – ganguan sejak dalam kandungan ataupun karena kerusakan – kerusakn
organis, kerusakan syaraf, yang kesemuanya merupakan hal – hal yang fatal bagi
seseorang yang hidup dalam lingkungan.Orang yang wataknya memang abnormal
misalnya “psikopat” yang rusak adalah wataknya. Bukan didapatnya sesudah besar,
tetapi ini ditentukan oleh konstitusibadan. Keluar hanya menunggu waktu,
bilamana tertekan maka ia akan mengalaami perubahan psikisnya. Dapat dikatakan
bahwa kejahatan merupakan perbuatan tidak normal (tidak selaras dengan norma)
atau abnormal. Dibawah ini sekilas tentang abnormal yang bersifat criminal.
Beberapa hal – hal yang tidak normal yang dapat mempengaruhi keabnormalan,
yaitu sebagai berikut:
1)
Kepribadian
Kepribadian
schizothyme :kepribadian yang ditandai dengan egoism, subyektifitas,
emosionalitas yang tertekan, dan tidak bisa menghadapi masyarakat. Apabila
terjadi kerusakan kepribadian akan menderita psychologis yang tergolong
kepribadian ini adalah tipe orang type
asthenis(badanya kecil, kurus, tidak berotot, bahunya sempit) dan type athletis(badanya lebih besar dari
astheniis, kuat dan berat).
2)
Keinginan
cinta
Keinginan
adalah kebutuhan jasmani, ada beberpa keabnormalan individu yang terkait dengan
criminal yaitu:
a. Selalu
mencintai orang yang sama jenis kelaminnya
·
Homoseksual
·
lesbian
b. Sasaran
– sasaran cinta abnormal
·
Pedophilia : keinginan
untuk melakukan hubungan seksual dengan anak kecil
·
Bestialitas : keinginan
untuk melakukan hubungan seksual dengan binatang
·
Fetichisme : keinginan
seksual yang digantikan oleh benda
·
Sadism :kondisi dimana
kesenangan seksual denganjalan menyakiti
3)
Perasaan
dan Emosi
Kelainan kelainan emosi
1.
Kegembiraan yang
berlebih – lebihan
§
Elasi : kegembiraan itu
mungkin tidak seimbang dengan stimulasinya. Disini terdapat apa yang disebut
over determinasi emosi yang berakar pada tidak baiknya integrasi pribadi
§
Euphoria :kegembiraan
itu sangat aneh karena rangsang yang diberikan normalnya mengakibatkan
kesedihan
2.
Sikap acuh tak acuh
yang berlebih – lebihan
3.
Depresi yang berlebihan
4.
Silih berganti anatara
emosi – emosi yang ekstrim
4)
Inferioritas
psychopathis yang konstituonil
Secara
social tak dapat didik dalam hal mengontrol diri sendiri, terutama dalam hal
pertimbangan bagi orang lain,kejujuran atau moralitas. Hal ini dapat disebabkan
oleh dua hal adalah sebagai berikut:
1. Determinasi intrinsic daripada watak yang
tak diketahui sebagai contoh sanagtlah kuat dorongan sek, egoism, insting
memperoleh, bepergian.
2.
Kondisi yang tidak menguntungkan seperti tertekannnya keinginan – keinginan
pada masa kanak – kanak.
a. Tanda
– tandanya pada masa dewasa
·
Kata hatinya kurang
·
Mudah berubah pekerjaan
·
Muda kena sugesti
·
Pertimbangannya tidak
memadai dalam hal – hal yang bersifat social dan pribadi
·
Egosentris, cukup
rasional, dan tidak peduli jika ditentang
·
Perasaan salahnya hanya
sementara
b. Macam
– macannya
·
Sadisme (memperoleh
kesenangan dari menyakiti orang lain terutama oaring yang dicintai.
·
Masochisme (memperoleh
kesenangan dari disakiti orang lain dari orang yang dicintai
·
Kleptomania 9selalu ada
dorongan untuk mencuri. Barang yang dicuri biasa adalah barang yang tidak
dibutuhkan
·
Hoboisme (senang sekali
berpergian)
·
Dusta pathologis
(kebohongan yang menjadi kebiasaaan
·
Perverse seksual
·
Candu pada obat –
obatan dan alcohol
·
Suka mencari – cari
kesalahan
·
Neuroticisme
·
Peranginya atau
keinginan tak dapat dikontrol
5)
Superior
mental
Orang
– orang yang superior dikatakan orang yang jenius, secara social dikatakan
bahwa seseorang yang dapat mengerjakan kebiasaan yang sukar dikerjakan oleh
orang lain. Menurut psychologis seseorang yang mempunyai IQ 140 keatas.
Berdasarkan teori sebab daripada jenius,
ada beberapa hal perilaku orang jenius cendrung ke hal – hal yang kriminalitas
1) Teori
degenaracyLombroso
Adanya perkembangan
yang berlebihan dari kemampuan – kemampuan tertentu yang mengakibatkan
ketidakstabilan eksentrisitas dan degenerasi. Menurut teori ini orang jenius
itu Gila
2) Pembawaan
psychopathis
Karena intlegensinya
yang superior, kurannya inhibinasi serta daya imaginasinya yang kurang baik,
diantara mereka yang sangat kreatif. Tidak
dimilikinya rasa tanggungjawab baik
di bidang moral hal ini disebabkan karena kurang mendapat sympati dan
pengertian dari orang lain,
2.3.2 Faktor Eksternal
Selain dilihat dari factor intern,
criminal juga dipengaruhi oleh – oleh factor – factor dari luar individu yaitu
factor ekstrn.Faktor
lingkungan yaitu faktor dari luar diri pelaku (faktor ekstern). Banyak ahli yang telah memberikan
jawaban atas pertanyaan mengapa orang melakukan tindakan kriminal.
Berikut ini kami kutipkan dari beberapa pendapat ahli sebelum orang
psikologi membuat penjelasan teoritis seputar
- E.H Sutherland factor pribadi : umur, seks, keadaan mental, status perkawinan
- Kemiskinan merupakan penyebab dari revolusi dan kriminalitas (Aristoteles)
- Kesempatan untuk menjadi pencuri (Sir Francis Bacon, 1600-an)
- Kehendak bebas, keputusan yang hedonistik, dan kegagalan dalam melakukan kontrak sosial (Voltaire & Rousseau, 1700-an)
- Atavistic trait atau Sifat-sifat antisosial bawaan sebagai penyebab perilaku kriminal ( Cesare Lombroso, 1835-1909)
- Hukuman yang diberikan pada pelaku tidak proporsional (Teoritisi Klasik Lain)
- Aliran Mazhad dengan semboyan “die welt ist mehr shuld an mir als ich” artinya “dunia lebih bertanggungjawab atas jadinya saja” Mazhad berpendapat bahwa beberapa factor lingkungan sebagai sebab kejahatan seperti :
v Lingkungan yang member kesempatan
akan timbulnya kejahatan
v Lingkungan pergaulan yang member
contoh atau teladan
v Lingkungan ekomomi (kemiskinan dan
kesengsaraan)
v Lingkungan pergaulan yang berbeda –
beda (differential sociation) dll
- W. A bonger dengan penelitian – penelitiannya menyimpulkan 7 faktor lingkungan sebagai sebab kejahatan yaitu :
v Terlantarnya anak – anak
v Kesengsaraan
v Nafsu ingin memiliki
v Demoralisasi seksual
v Alkoholisme
v Kurangnya peradaban
v Perang
- Walter Lunden factor – factor yang berperan dalam timbulnya kejahatan ialah :
v Gelombang urbanisasi remaja dari
desa ke kota cukup besar dan sulit dicegah
v Terjadi konflik antar norma pedesaan
dengan norma – norma baru dalam proses pergeseran social yang cepat, terutama
di kota – kota besar
v Memudarnya pola – pola kepribadian
individu yang terkait kuat pada control social tradisionalnya, sehingga anggota
masyarakat terutama remajanya menghadapi
“samar polah” untuk menentukan perilakunya.
- E. H Sutherland
- factor pribadi : umur, seks, keadaan mental, status perkawinan
- factor lingkungan
v Suasana rumah,
v Tetangga
v Konflikkebudayaan
v Kemiskinan
v Penggangguran
v Eksploitasi ekonomi
v Perumahan yang bresek
v Kekurangan sekolah
v Tempat bermain
v Teman bergaul yang jahat
v Mobilitas social(urbanisasi)
v Hiburan yang dikomersialkan
v Bioskop, radio, televisi, perss
- Barbara Wotton, disini ia memeriksa kira – kira 21 riset yang dipilih dari seluruh lapangan: bidang literature kriminologis menghapuskan yang tidak relevan yang kurang memadai dan tidak bertanggungjawab.
v Ukuran besarnya keluarga delinquent
v Kehadiran penjahat pada keluarga
v Keanggotaan klub
v Kehadiran gereja atau perhatian pada
gereja
v Catatan tentang pekerjaan
v Status social
v Kemiskinan
v Pekerjaan ibu diluar rumah
v Bolos dari sekolah
v Broken home
v Kesehatan
v Pendidikan yang dicapainya
- Dra Ninik Widiyanti yulius Waskita,(1987)
v Oleh
factor – factor psikopatologis, yaitu yang dilakukan oleh orang – orang.
-
Yang menderita sakit
jiwa
Yang tidak sampai sakit
jiwa, tetapi terdapat kelainan – kelainan kejiwaan karena kondisi IQ-nya dan
sebagainya
v Oleh
factor – factor Kegiatan jiwa yang wajar, namum terdorong menyetujui perbuatan
melanggar undang – undang yaitu yang dilakukan oleh orang – orang yang
melakukan perbuatan – perbuatan pelanggaran hokum secara profesonal.
v Oleh
factor – factor social yang langsung mempengaruhi individu atau kelompok
sehingga yang bersangkutan mengalami kesulitan kejiwaan, yaitu yang dilakukan
oleh orang – orang yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kondisi
social yang dihadapinya
12.
Banyak teori mengenai
factor penyebab criminal, namun menurut pengalaman POLRI bahwa ada dua unsure
sebab terjadinya suatu pelanggaran. Yaitu Niat
dan Kesempatan. Dua unsure bertemu yaitu Niat untuk melakukan suatu
pelanggaran dan Kesempatan untuk melaksanakan niat itu. Jika salah satu dari
unsure itu tidak ada maka tidak akan terjadi apa – apa. Jika Niat ada akan
tetapi Kesempatan tidak ada maka pelanggaran itu juga tidak adan dan begitu
sebaliknya.
a.
Factor endogen (factor
dari dalam diri anak)
v Cacad
yang bersifat biologis dan psikis
v Perkembangan
kepribadian dan intlegensi yang terhambat sehingga tidak bisa menghayati norma
– norma yang berlaku. Factor ini mempengaruhi unsure Niat saja.
b.
Factor eksogen
1. Pengaruh
negative dari oaring tua
2. Pengaruh
negative dari lingkungan sekolah
3. Pengaruh
negative dari masyarakat
4. Tidak
ada/kurang pengawasan orang tua
5. Tidak
ada/kurang pengawasan pemerintah
6. Tidak
ada/kurang pengawasan masyarakat
7. Tidak
ada/kurang pengisian waktu yang sehat
8. Tidak
ada reakreasi yang sehat
9. Tidak
ada pekerjaan
10. Lingkungan
kota besar
11. Anonimitas
karena banyaknya penduduk kota – kota besar
Factor – factor eksogen
tersebut dalam poin 1 s/d 3 mempengaruhi unsure
niat,sedangkan yang poin 4 s/d 11 mempengaruhi unsure kesempatan
13.
Faktor pemicu lainnya,
v Anggota
– anggota keluarga yang lainnya juga penjahat, pemabuk dan immoral
v Tidak
adanya orang tua kedua – duanya karena kematian, perceraian, melarikan diri
v Kurangnya
pengawasan orang tua, karena masa bodoh, cacat inderannya atau sakit
v Ketidakserasian karena adanya yang”main kuasa sendiri” iri
hati, cemburu, terlalu padatnya anggota keluarga, pihak lain yang ikut campur
v Perbedaan
rasial dam agama, ataupun perbedaan adat istiadat, rumah piatu, panti – panti
asuhan
v Tekanan
ekonomi, seperti pengangguran, kurangnya penghasilan, ibu yang bekerja di luar
rumah.
Kiranya tidak ada satupun faktor tunggal yang menjadi
penyebab dan penjelas semua bentuk kriminalitas yang terjadi di masyarakat
2.4 TEORI – TEORI KRIMINAL
Setelah
menjelajah sejarah perkembangan kriminologi, pengertian, obyek studi, serta
sejarah perkembangan akal manusia dalam memahami fenomena kejahatan sampai
penggolongan teor dalam kriminologi
,berikutnya kita akan beralih ke pembahasan tentang teori – teori dalam
kriminologi . Mengingat banyaknya teori – teori tersebut maka kita untuk
mencoba memfokuskan pada beberapa teori yang dapat dibagi ke dalam tiga
perspektif : 1) teori –teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif
biologis dan psikologis; 2) teori –teori yang menjelaskan kejahatan dan
perspektif sosiologis; dan 3) teori – teori yang menjelaskan kejahatan dari
perspektif lainnya.
2.4.1 Teori – teori
yang Menjalaskna Kelahatan Dari Perspektif Biologis dan Psikologis
Penelitian
modern yang bersuha menjelaskan faktor – faktor kejahatan biasanya dialamatkan
pada Cesare Lombroso ( 1835-1909), seorang Italia yang sering dianggap sebagai
“the father of modern criminology”, yaitu dari mazhab klasik menuju mazhab
positif.
Perbedaan
saling signifikan antara mazhab klasik dan mazhab positifis adalah bahwa yang
terakhir tadi mencari fakta – fakta empiris untuk mengkonfirmasi gagasan bahwa
kejahatan itu ditentukan oleh berbagai faktor. Para positifis pertama di abad
19, misalnya mencari faktor itu pada akal dan tubuh si penjahat.
Para
tokoh biologis dan psikologis tertarik pada perbedaan – perbedaan yang terdapat
pada individu . para tokoh psikologis mempertimbangkan suatu variasi dari
kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidakmatangan emosi, sosialisasi yang
tidak memadai di masa lemah”. Mereka mengkaji bagaimana agresi dipelajari,
situasi apa yang mendorong kekerasan atau reaksi delinkuen, bagaimana kejahatan
berhubungan dengan faktor – faktor kepribadian, serta assosiasi antara beberapa
kerusakan mental dan kejahatan.
Sementara
itu tokoh – tokoh biologis mengikuti tradisi Cesare Lombroso, Rafaelle Garofalo
serta Charles Goring dalam upaya penelusuran mereka guna menjawab pertanyaan
tentang tingkahlaku kriminal. Para tokoh genitika misalnya berargumen bahwa
kecendrungan untuk melakukan tindakan kekerasan atau agresifitas pada situasi
tertentu kemungkinan dapat diwariskan. Sarjana lainya tertarik pada pengaruh
hormon, ketidaknormalan kromosom, kerusakan otak dan sebagainya terhadap
tingkah laku kriminal.”
2.4.2
Penjelasan
Biologis Atas Kejahatan
Auguste Comte (1798-1857), sosiolog perancis ,
membawa pengaruh penting bagi tokoh – tokoh
mazhab positif ( termasuk mazhab biologi). Menurutnya : “ Thre could be
no real knowledge of social phenomena unless it was based on a positivist ( scintific)
approaach.”Mazhab Biologi juga mendapat pengaruh dari Charles darwin
(1809-1882) Penulis buku origin of Species
(1859) yang menyatakan bahwa “all had evolved through a process of
adaptive mutation and natural selection. The Process Was based on the survival
of the fittest in the struggle for existence. “ Teori evolusi Darwin yang
menantang pendapat lama serta positifisme Comte mempengaruhi pendekatan
Biologis.
Meskipun
tokoh paling terkenal dari pendekatan ini adalah Lombroso, namun sebenarnya ia
dapat ditelusuri hingga abad ke 16 yaitu ketika Giambatista della Porta
(1535-1615) menemukan Physiognommy, studi tentang bentuk-bentuk muka dan
hubungannya dengan tingkah laku manusia. Usaha Porta dihidupkan kembali oleh
Johann Kaspar Lavater (1741-1801). Usaha Porta dan Lavater itu kemudian di
dielaborasi oleh Franz Joseph Gall (1758-1828) dan Johan Kaspar Spurzheim
(1776-1832). Tokoh dari prenology tersebut menjelaskan bahwa benjolan-benjolan
pada otak merupakam indikasi dari kecendrungan psikologis.
Jadi, sebelum abad ke-19 ilmu pengetahuan physiognomy dan
prenoloy telah memperkenalkan faktor-faktor biologis tertentu kedalam studi
tentang sebab musabab kejahatan.
1.
Cesare
Lombroso (1835-1909)
Lombroso menggabungkan positivisme
comte, evolusi dari Darwin serta pioneer-pioneer lain dalam studi tentang
hubungan kejahatan dan tubuh manusia. Pada tahun 1876 dengan terbitnya buku
‘Lbuomo delinquente (the criminal man), kriminologi beralih secara permanen
dari filosofi suatu studi modern penyelidikan mengenai sebab-sebab kejahatan.
Lombroso mengeser konsep free will dengan determinisme. Bersama-sama
pengikutnya Enrico Ferii dab Raffaele Garofalo, Lambroso membangun suatu
orientasi baru, mazhab italia atau mazhab poasitif yang mencari penjelasan atas
tingkah laku kriminal meelalui eksperimen dan penelitian ilmiah.
Ajaran inti dalam penjelasan awal
Lombroso tentang kejahatan adalah bahwa penjahat mewakili suatu tipe
keanehan/keganjilan fisik,yang berbeda dengan no kriminal .Lombroso mengklaim
bahwa para penjahat mewakili suatu kemerosotan yang termanifestasi dalam
karakter fisik yang mereflesikan suatu bentuk awal dan evolusi.
Teori Lombroso tentang born criminal
( penjahat yang dilahirkan ) menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk
yang lebih rendah dalam kehidupan,lebih mendekati nenek moyang mereka yang
mirip kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka yang bukan
penjahat. Mereka dapat dibedakan dari non kriminal melalui beberapa atavistic
stigmata Ciri – ciri dari fisik makhluk dari tahap awal perkembangan sebelum
mereka benar – benar menjadi manusia.Lombroso beralasan bahwa sering kali para
penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat ,,suatu sifat
yang pada umumnya dimiliki makhluk carnipora yang merobek dan melahap daging mentah. Jangkauan /rentang lengan
bawah dari para penjahat sering lebih besar dibanding tinggi mereka,sebagaimana
dimiliki kera yang menggunakan tangan mereka untuk menggerakan tubuh mereka di
atas tanah.
Menurut Lombroso seorang individu
denga salah satu setigmata adalah
seorang born criminal ( Penjahat yang dilahirkan ). Katagori ini mencakup
kurang lebih sepertiga dari seluruh dari pelaku jahat.Sementara itu penjahat
perempuan menurutnya berbeda dengan penjahat laki – laki . Ia adalah pelacur yng
mewakili born criminal. Penjahat perempuan memiliki banyak kesamaan sifat
dengan anak – anak; moral sense mereka berbeda ; penuh demdam ,,cemburu sebagai
sekuensi penjahat perempuan merupakan suatu monster.
Disamping
katagori born criminal diatas Lambroso menambahkan tiga dari Insane criminals
bukanlah penjahat penjahat sejak sejak lahir; mereka yang mengganggu kesempatan
mereka untuk membedakan antara salah dan benar.
Criminoloids mencakup suatu kelompok
ambiguous termasuk penjahat
kambuhan.(habitual criminals. Sedangkan katagori terakhir adalah pelaku
kejahatan karena nafsu.
Meskipun teori Lombroso dianggap
sederhana dan naive untuk saat ini Lombroso memberikan kontribusi yang penting
( signifikan) bagi penelitian mengenai kejahatan. Fakta bahwa Lombroso memulai
melakukan penelitian empiris,mengukur ribuan nara pidana yang hidup dan mati
dalam upaya menemukan penentu kejahatan,perhatiannya pada multi faktor dalam
menjelaskan kejahatan . Lombroso juga berjasa dalam mengalihkan studi tentang
kejahatan dari penjelasan abstrak,
metafisika, legal dan juristic sebagai basis pengukuran menuju suatu studi
ilmiah tentang penjahat serta kondisi- kondisi pada saat dia melaksanakan.Hal –
hal tersebut sangat mempengaruhi para tokoh criminologi selanjutnya .
2. Enrico Ferri ( 1856-1929)
Warisan/peninggalan positifisme
Lomroso terus dilanjutkan dan diperluas oleh seorang tokoh brilian, lawyer,
anggota parlemen editor serta sarjana yang terkemuka dari Italia yaitu Enrico
Ferri. Ferri merupakan salah satu tokoh
penting dalam kriminologi. Tidak seperti Lombroso yang memberi perhatian pada
faktor-faktor biologis dibandingkan faktor-faktor sosial, Ferri lebih memberi
penekanan pada saling hubungan (interrelatedness) dari faktor-faktor sosial,
ekonomi dan politik yang mempengaruhi kejahatan.
Ferri berpendapat bahwa kejahatan
dapat dijelaskan melalui studi pengaruh-pengaruh interaksi diantara
faktor-faktor fisik (seperti ras, geografis serta temperatur) dan fakto-faktor
sosial ( seperti umur,jenis kelamin,variabel-variabel psikologis ). Dia juga
berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol atau diatasi dengan perubahan –
perubahan sosial misalnya subsidi perumahan ,kontrol kelahiran,kebebasan
menikah dan bercerai,fasilitas rekreasi dan sebagainya .
criminals atau instinctive
criminals; b) the insane criminal (secara klinis diidentipikasi sebagai sakit
menta); c) the passion criminals (melakukan kejahatan sebagai akibat problem
mental atau keadaan emosional yang panjang serta kronis); d ) the occasional
Criminals merupakan produk dari
kondisi – kondisi keluarga dan sosial lebih dari problem fisik atau mental yang
abnormal); e) the habitual criminals (memperoleh kebiasaan dari lingkungan
sosial.). pada edisi ke lima dari bukunya
Ferri menambah satu lagi satu penjelaskan
tentang kejahatan yaitu the involuntary criminals.
3.Raffaele
Garofalo (1852-1934)
Penerus
lain Lombroso, disamping Ferri adalah seorang bangsawan,senator serta guru
besar hukum Raffaele Garofalo. Sebagaimana Lombroso dan Ferri ,Garofalo adalah
seorang positivis yang menolak doktrin free will dan mendukung pendapat bahwa
satu – satunya jalan untuk memahami kejahatan adalah dengan menelitinya dengan
menggunakan metode metode ilmiah. Dipengaruhi teori Lombroso tentang atavistic
stigmata, Garofalo menelusuri akar tingkah laku kejahatan bukan kepada bentuk –
bentuk fisik, tetapi kepada kesamaan – kesamaan psikologis yang dia sebut
sebagai moral anomalies (keganjilan – keganjilan moral).
Menurut teori ini kejahatan –
kejahatan alamiah ( Natural crimes ) ditemukan di dalam seluruh masyarakat
manusia, tidak peduli pandangan pembuat hukum dan tidak ada masyarakat yang
beradab dapat mengabaikannya. Kejahatan demikian menurut Garofalo mengganggu sentimen – sentimen moral
dasar dari probity/kejujuan hak milik orang lain dan piety (sentimen of
revulsion against the voluntary infliction of suffering on others). Seorang
individu yang kelemahan organic dalam
sentimen – sentimen moral ini tidak memiliki halangan – halangan moral untuk
melakukan kejahatan.
Seorang
penjahat sejati dengan kata lain memiliki anomaly fisik atau moral yang dapat
ditranmisikan melalui keturunan. Dengan kesimpulan ini Garofalo
mengidentipikasi empat kelas kejahatan masing – masing dengan yang lain karena
kekurangan dalam sentimen – sentimen dasar tentang pity dan probity .
Garofalo mengaku lebih sulit
diidentipikasi. Dia membagi berdasarkan apakah mereka kekurangan dalam sentimen
pity ataupun probity . Penjahat dalam kejahatan kekerasan kekurangan pity yang
mungkin saja dipengaruhi banyak faktor-faktor lingkungan. Pencuri pada sisi
lain menderita kekurangan probity. Katagori terakhirnya adalah penjahat sexal
beberapa dapat dikatagorikan the violent criminals karena mereka juga
kekurangan pity
5.
Charles
Buchman Goring (1870-1919)
Tantangan
terbesar terhadap teori Lombroso dilakukan Charles Buchman Goring antara tahun
1901 hingga 1913 Goring mengumpulkan data tentang 96 sifat bawaan lebih dari
3000 terpidana dan suatu control group yang berasal dari Universitas Oxford dan
Cambridge ,pasien rumah sakit , dan tentara . Setelah menyelesaikan
penelitiannya itu Goring memiliki cukup bekal untuk menolak teori Lombroso
tentang tipe antropologis penjahat.
Goring menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan – perbedaan
signifikan antara para penjahat dengan non penjahat kecuali dalam hal tinggi
dan berat tubuh.Para penjahat didapati lebih kecil dan ramping . Goring
menafsirkan temuannya ini sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para
penjahat secara biologis lebih inferior, tetapi dia tidak menemukan satupun
tipe fisik penjahat.
Meskipun mereka menolak
klaim bahwa stigmata tertentu mengidentifikasi penjahat , ia yakin bahwa
kondisi fisik yang kurang ditambah keadaan mental yang cacat (tidak sempurna)
merupakan faktor- faktor penentu kepribadian kriminal.
2.5 TEORI TENTANG TIPE FISIK SEORANG KRIMINAL
1. Cesare Lombroso
Usaha melakukan
penelitian secra obyektif tentang kejahatan telah ditemui oleh seorang dokter
dinas militer Italia bernama Cesare Lombroso (1836 -1909). Dasar
pertimbangannya diperoleh dari hasil studi anthopometri dan phisiognomi
terhadap 5.907 orang terhukum.
Cirri – cirri fisik seorang
criminal menurut Lombroso adalah dahi yang sempit atau rendah, alis yang
bertemu dan tebal, dagu dan rahang ‘menantang” rambut tumbuh hamper di seluruh
bagian tubuh dan sebagainya.
- Dr. Charles Goring
Dokter rumah
penjara “His Majesty’s Prison” menolak teori Lombroso, dengan mengemukakan
pendapat dari 3000 nara pidana tidak terdapat perbedaan dengan cici – cirri
yang terdapat pada warga masyarakat (bebas) lainnya, kecuali bahwa para
narapidana pada umumnya tidak begitu besar badanya, berat badan lebih ringan,
dan nilai rapor rendah.
- Ernest A. Hooten (1887 – 1954)
Setelah
tantangan Goring teori Lombroso kehilangan popularitas, hingga pada tahun 1939
Ernest kriminalitas yang secara biologis ditentukan dengan publikasikan tentang
studi besar yang membandingkan penghuni – penghuni penjara di Amerika dengan
suatu control group non criminal. Ernest memulai dengan kritik tajam terhadap
Goringdari segi metode dan dia meneliti dengan analisa mendetail data – data
dari 17000 kriminal dan non criminal. Dia menyatakan bahwa para penjahat berbeda secara inferior dibandingkan masyarakat
lainnyadalam hampir semua ukuran tubuh fisik mereka
- Ernst Kretchmer (1888 – 1964)
Kretchmer
melakukan studi terhadap 260 orang gila di Swabia, sebuh kota di baratdaya
Jerman. Dia mendapat fakta bahwa, subyek
studinya memiliki tipe – tipe tubuh tertentu yang berkaiitan dengan tipe
tertentu dari kecendrungan fisik.
Beliau
mengindentifikasikan empat tipe pisik:
1. Asthenic=
kurus bertubuh ramping, berbahu kecil.
2. Athletic
= menengah tinggi, kuat, berotot, bertulang kasar
3. Pyknic=
tinggi sedang, figure yang tegap, leher besar, wajah luas dan
4. Beberapa
tipe campuran tidak terklasifikasikan
Selanjutnya Kretchmer menghubungkan
tipe – tipe fsik tersebut dengan variasi – variasi ketidakteraturan fisik :
pyknics berhubungan dengan depresi, asthenics dan athletics dengan
schizophrenia dan sebagainya
- William Sheldon(1898 – 1977)
Disamping
membawa pendapat Kterschmer ke Amerika Serikat. Menurutnya orang yang normal itu
memiliki perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal.
Apabila perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian.
William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh
ke dalam tiga tipe.
a) Endomorf:
Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal.
b) Mesomorf : berotot (muscular),
atletis (athletic people), asertif, vigorous, and bold.
c)
Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otak berkembang dengan baik (well
developed brain), Introverted, sensitive, and nervous. Menurut
Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan
kriminal.
- Sheldon Glueck (1896 – 1980) dan Eleanor Glueck (1898 – 1972)
Temuan William Sheldon mendapat dukunagn dari Sheldon Glueck
dan Elanor Glueck (1950) yang melakukan studi komparatif pria delinquent(suatu
aktivitas dengan tujuan yang pasti contohnya mencari kekayaan dengan cara yang
tidak sah) dengan non delinquent. Sebagai suatu kelompok, pria delinquent
didapati memiliki wajah yang lebih sempit(kecil), dada yang lebih lebar,
pinggang yang lebih besar dan luas, lengan bawah dan lengan atas yang lebih
besar dibandingkan non delinquent. Penyelidikan mereka juga mendapati bahwa
kurang lebih 60% delinquent dan 31% non delinquent di dominasi mereka yang
mesomorphic.
- Difungsi otak dan Learning Disabilities
Ada bukti bahwa orang – orang yang menggunakan kekerasan
yang berlebihan mengalami disfungsi otak
dan cacat neorologis. Banyak orang yang menggunakan kekerasaan mengalami
cacat pada otak yang berhubungan terganggunya dengan self control. Problem
Neorologi cendrung orang itu dikatakan Delinquent dibandingkan yang non
delinquent. Terdapat bukti bahwa delinquent
berhubungan dengan learniang Disabilitiesyaitu
kerusakan pada fungsi sensori dan motorik sehingga membawa pada penampilan yang
menyimpang.
Macam learning disibliities antara
lain :
·
Dyslexia(gagal menguasai skill berbahasa setaraf dengan kemampuan
intektual
·
Aphasia(problem komunikasi verbal atau masalah dalam
memehami pembicaraan orang
·
Hyperactive(orang – orang yang aktifnya terlalu berlebihan)
2.6
RAGAM PENDEKATAN TEORI PSIKOLOGIS TERHADAP PRILAKU KRIMINAL
Penjelasan tentang perilaku kriminalitas
telah diberikan oleh para ahli dari berbagai latar belakang sejak sejarah
kriminalitas tercatat. Penjelasan itu diberikan oleh folosof, ahli genetika,
dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Bermula dari berdirinya psikologi sebagai
ilmu pengetahuan, dan beberapa kajian sebelumnya yang terkait dengan perilaku
kriminal, maka pada tulisan ini disampaikan beberapa padangan tentang perilaku
kriminal.
2.6.1
Pendekatan Tipologi Fisik / Kepribadian
Pendekatan tipologi ini memandang
bahwa sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan perilaku
kriminal. Tokoh yang terkenal dengan konsep ini adalah Kretchmerh dan
Sheldon: Kretchmer dengan constitutional personality, melihat
hubungan antara tipe tubuh dengan kecenderungan perilaku. Menurutnya ada tiga
tipe jarigan embrionik dalam tubuh, yaitu endoderm berupada sistem
digestif (pencernaan), Ectoderm: sistem kulit dan syaraf, dan Mesoderm yang
terdiri dari tulang dan otot. Menurutnya orang yang normal itu memiliki
perkembangan yang seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila
perkembangannya imbalance, maka akan mengalami problem kepribadian.
William Shldon (1949) , dengan teori Tipologi Somatiknya, ia bentuk tubuh
ke dalam tiga tipe.
a) Endomorf:
Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people, menyenangkan dan sociabal.
b)
Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif,
vigorous, and bold.
c)
Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otk berkembang dengan baik (well
developed brain), Introverted, sensitive, and nervous Menurut
Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak melakukan tindakan
kriminal. Berdasarkan dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang
perilaku kriminal saat ini yang didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik
dengan tindakan kriminal. Salah satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik
pencuri itu memiliki kepala pendek (short heads), rambut merah (blond
hair), dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws),
sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang
bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini
diterima secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh
para ahli kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para
pelaku kejahatan yang sudah ditahan/dihukum, orang lalu melakukan pengukuran
dan hasil pengukuran itu disimpulkan.
2.6.2
Pendekatan Pensifatan / Trait Teori tentang kepribadian
Pendekatan ini menyatakan bahwa
sifat atau karakteristik kepribadain tertentu berhubungan dengan kecenderungan
seseorang untuk melakukan tindakan kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini
dapat dicermati dari hasil-hasil pengukuran tes kepribadian. Dari
beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik kuesioner
ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan kepribadian
memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang cenderung
melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya, orang yang
cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang lebih, ekstravert,
cenderung asertif, macho, dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat
tinggi, dan sebagainya. Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian
terhadap para tahanan oleh beragam ahli. Hanya saja, tampaknya masih perlu
kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek sifat kepribadian yang
diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan secara
bersama-sama.
2.6.3
Pendekatan Psikoanalisis
A.
Teori
Psikonalisa, Sigmund Freud (1856 – 1939)
Sigmund
Freud penemu dari Psychoanalysis, menyatakan bahwa kriminalitas mungkin hasil
dari “an overactive conscience” yang menghasilkan bersalah yang berlebihan.
Freud membuat bahwa mereka yang mengalami perasaan yang bersalah yang tak
tertahankanakan melakukan kejahatan untuk dapat di hukum.
Seseorang
yang melakukan tindakan kriminalitas karena hati nuraninya atau superegonya
begitu lemah dan tidak sempurna sehingga egonya tidak mampu mengontrol dorongan
– dorongan dari Id.
Pendekatan
Psychoanalytic masih tetap menonjol dalam menjelaskan baik fungsi normal atau
asocial. Meski dikritik, ada tiga prinsip dasar kalangan psikologis mempelajari
kejahatan :
v Tindakan
dan tingkah laku orang dewasa dapat dipahami dengan melihat pada perkembangan
masa kanak – kanak mereka
v Tingkah
laku dan motif – motif bawah sadar adalah jalin menjalin dan interaksi itu
mesti diuraikan bila kita ingin mengeri kejahatan
v Kejahatan
pada dasarnya merupakan representasi dari konflik psikologis
2.6.4
Pendekatan Teori Belajar Sosial (social Learning Theory)
Teori ini mempelajari bahwa
perilaku delinquent dipelajari melalui proses psikologis yang sama sebagaimana
semua perilaku non delinquent. Tingkah laku dipelajari jika ia diperkuat atau
diberi ganjaran atau tidak diberi ganjaran. Ada tiga jalan mempelajari tingkah
laku : melalui observasi, pengalaman
langsung (direct experience) dan penguatan yang berbeda (differential
reinforment)
- Albert Bandura (observational Leraning)
Teori ini dimotori oleh Albert
Bandura (1986). Bandura menyatakan bahawa individu – individu mempelajari
kekerasan dan agresi melalui behavioral modeling, anak belajar bagaimana
bertingkah laku secara ditransmisikan
melalui contoh – contoh yang didapat melalui media(tv, internet, bioskop ddl),
keluarga(orang tua yang mencoba memevahkan kontraversi – kontraversi
keluarganya dengan kekerasan berarti telah mengajari anak – anak mereka untuk
menggunakan taktik kekerasan) dan sub-budaya(ada pembiasaan yang menjadi
kebiasaan seseorang dibesarkan dari pergaulan orang – orang berada di lingkungan
keras). Sehingga anak – anak yang melihat
ganjaran atau dihargai karena melakukan kekerasan percaya bahwa kekerasan dan
agresi merupakan hal yang dapat diterima.
Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap
model yaitu secara langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious
reinforcement)Tampaknya metode ini yang paling berbahaya dalam menimbulkan
tindak kriminal. Sebab sebagian besar perilaku manusia dipelajari melalui
observasi terhadap model mengenai perilaku tertentu.
- Gerard Patterson (direct experience)
Mereka berpendapat bahwa anak –anak
yang bermain secara pasif sering menjadi korban anak – anak lainnya tetapi
kadang – kadang berhasil mengatasi seranagn itu dengan agresi balasan. Dengan
berlalunya waktu anak – anak ini belajar bela diri dan pada akhirnya mereka
memulai perkelahian. Jadi , anak – anak sebagimana oorang dewasa dapat belajar
agresif bahkan kekerasan melalui trial
and error.
- Ernest Burgess dan Ronald Akers (differential reinforcement)
Teori ini berpendapat bahwa
berlangsung terusnya tingkah laku criminal tergantung pada apakaha ia diberi
penghargaan atau diberi hukuman. Hukuman dan penghargaan ini diberikan oleh
kelompok yang sangat penting dalam kehidupan si undividu – kelomok bermain
(peer group), keluarga, guru di sekolah dan seterusnya. Jika tingkah laku
criminal mendatangkan hasil positif mereka akan terus bertahan
2.6.5
Pendekatan Teori Kognitif
Pendekatan ini menanyakan apakah
pelaku kriminal memiliki pikiran yang berbda dengan orang “normal”? Yochelson
& Samenow (1976, 1984) telah mencoba meneliti gaya kognitif (cognitive
styles) pelaku kriminal dan mencari pola atau penyimpangan bagaimana
memproses informasi. Para peneliti ini yakin bahwa pola berpikir lebih penting
daripada sekedar faktor biologis dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk
menjadi kriminal atau bukan. Dalam bukunya the criminal personality (kepribadian
criminal) Yochelson(seorang psikiater) dan Samenow (sorang psikolog). Mereka
menentang para Psikonalis bahwa tindak kejahatan iti bukan disebabkan oleh
konflik internal melainkan pola pikir yang abnormal yang membawa mereka
memutuskan untuk melakukan kelahatan.
Yochelson dan
Samenow mengindenfikasikam sebanyak 52 pola berpikir yang umumnya ada pada
penjahat yang mereka teliti. Keduanya berpendapat bahwa para penjahat adaalh
orang yang marah yang merasa suatu
sense superioritas, meyangka tidak bertanggungjawab atas tindakan yang mereka
ambil, dan mempunyai harga diri yang melambung. Tiap dia merasa ada suatu
serangan terhadap harga dirinya, ia akan member reaksi yang sangat kuat, sering
berupa kekerasan.
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli
manipulasi (master manipulators), liar yang kompulsif, dan orang yang
tidak bisa mengendalikan dirinya mendapatkan hasil simpulan bahwa pola pikir pelaku
kriminal itu memiliki logika yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja
logikanya salah dan tidak bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat
beda antara pandangan mengenai realitas.
2.6.6 Pendekatan
lain dari Beberapa Ahli
A.
Mental
Disorder
Meskipun
perkiraannya berbeda- beda, namun berkisar antara 20 – 60 % penghuni LP satu
tipe mental disorder (kekacauan mental) atau disebut sebagai Psychopathy or antisocial personality_suatu
kepribadian yang ditandai oleh suatu ketidakmampuan belajar dari pengalaman,
kurang merasa kehangatan/keramahan dan tidak merasa bersalah. Pendapat ini
dikemukakan oleh seorang dokter prancis Philippe Pinel(madness without
confusion) atau oleh dokter inggris bernama James C Prichard (seorang moral
insanity) dan oleh Gina Lombroso Ferrero (seorang irresistible atavistic
impulses)
Psikiater
Hervey Cleckey memandang Psychopathy sebagai suatu penyakit serius meski si
penderita terlihat mempunyai kesehatan mental yang sangat bagus akan tetapi apa
yang kita saksikan itu sebenarnya hanyalah suatu mask of sanity atau topeng kewarasan. Para Psychopathy tidak
menghargai kebenaran, tidak tulus, tidak merasa malu, bersalah atau terhina.
Mereka berbohong dan melakukan kecurangan tanpa ada keraguan dan melakukan
pelanggaran verbal maupun fisik tanpa perencanaan.
B.
Personality
Traits/ Inherited Criminality (Dugdale dan Goddard)
Pencarian
atau penelitian personality traits
(sifat kepribadian)telah dimulai dengan mencoba menjelaskan kecakapan
mental secara biologis. Feeblemindedness (lemah pikiran), insanity (penyakit
jiwa), stupidity (kebodohan), dan dull wittedness (bodoh) dianggap diwariskan.
Dalam bukunya The Jukes (Dugdale, 1877)buku ini menggambarkan sebuah keluarga
telah terlibat dalam kejahatan karena mereka menderita “degeneracy and innate
depravity” (kemerosotan dan keburukan bawaan). Menurut dugdale bahwa
kriminalitas merupakan sifat bawaan yang diwariskan melalui gen – gen. dugdale
mempelajari lebih dari seribu anggota keluarga yang disebut jakes.
Ketertarikanya pada keluarga itu dimulai saat dia menemukan ena orang yang
saling berhubungan atau berkaitan dalam satu penjara di New York. Mengikuti
satucabang keluarga itu, keturunan dari ada jakes, yang dia sebut sebagai
“mother of criminals” Dugdale mendapati seribu dari anggota keluarga itu 280
orang farkir miskin, 60 orang pencuri, 7 orang pembunuh, 40 orang penjahat
lain, 40 orang penderita penyakit kelamin, dan 50 orang pelacur. Temuan Dugdale
itu menidentifikasikan generasi – generasi criminal,merka pastilah telah mentransmisikan
suatu sifat bawaan yang merosot rendah sepanjang keturunan.
Kesimpulan
serupa diperoleh Henry Goddard (1866 – 1957). Dalam studynya tentang keluarga
besar Martin Kallikak, Goddardmenemukan lebih banyak penjahat di antara
keturunan dari anak tak sah Kallikak disbanding keturunan dari anaknya yang
lain hasil perkawinan barunya dengan seorang perempuan yang berkualitas sama
dengannya.
C Moral Development Theory
Psikolog
Lawrence Kohlberg, Menurut teory ini, ada tiga pertumbuhan moral yaitu, pertama
tahap pra konvensional disini aturan
moral dan nilai – nilai moral anak terdiri atas “lakukan” dan “jngan
lakukan” untuk menghindari hukuman. Tahap ini berada pada anak –anak yang
berusia 9 hingga 11 tahun.
Psikolog
John Bowlby, adanya kebutuhan akan kehangatan kasih saying dan afeksi sejak
lahir dan konsekuensi jika tidak mendapat hal itu. Dia mengajukan teori of
attachment (toeri kasih saying) yang terdiri atas 7 hal penting : 1. Kasih
saying itu bersifat selektif, 2. Kasih saying berlangsung lama dan bertahan
(duration), 3. Melibatkan emosi (engagement of emotion), 4. Rangkaian
perkembangan, anak membentuk kasih sayang pada satu figure utama, 5. Kasih
sayang hasil dari interaksi social yang mendasar, 6. Kasih sayang mengikuti
organisasi perkembangan, dan 7. Perilaku kasih sayang memiliki fungsi biologis
yaitu survival. Menurt Bowlby orang yang biasa menjadi penjahat sulit
mengadakan ikatan – ikatan kasih sayang.
Pada
kriminolog juga menguji pengaruh ketidakhadirran orang ibu, baik karena
kematian, cerai atau ditinggalkan. Apakah ketidakhadiran dapat menimbulkan
delinquency? Secara emperis masih samar/ tidak jelas dalam hal ini. Namun satu
studi terhadap 201 orang dilakukan oleh Joan McCord meyimpilkan bahwa : kasih sayng serta pengawasan ibu yang
kurang cukup, konflik orng tua, kurangnya percaya diri sang ibu, kekerasan ayah
secara signifikan mempunyai hubungan dengan dilakuknnya kejahatan terhadap
orang atau pencurian. Ketidakhadiran ayah tidak ada korelasinya dengan tingkah
laku
2.6
PROSES
INDIVIDU MENJADI PENJAHAT
Sampai
saat ini anggota masyarakat tertentu menghadapi berbagai masalah sosial
yang berkaitan dengan hukum, moralitas
sosial dan masyarakat. Keadilan dan
kesejahteraan masyarakat diragukan pemerataannya dan dipermasalahkan, sebab dan
akibat kenyataan sosial yang merupakan masalah manusia yang mendapatkan
perhatian untuk dicoba digumuli dan diatasi secara rasional, bertanggung jawab
dan bermanfaat. Diharapkan dalam mengatsi permasalahan ini kewaspadaan kita
terhadap akibat-akibat yang tidak diinginkan yang dapat menimbulkan
penderitaan, kerugian lebih lanjut. Dalam usaha mengatasi permasalahan ini
sosiologi hukum dapat memberikan sumbangan dalam usaha memberikan pengertian
dan mecerahkan permasalahan menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional.
Pengertian
yang tepat mengenai manusia dapat membuat kita bisa bersikap dan bertindak
tepat terhadap manusia yang menjadi obyek tindakan kita. Obyek tindakan ini
harus dianggap sebagai sesama subyek. Pandangan yang tepat mengenai manusia ini
dapat pula merupakan pemantapan dalam melakukan preventif dan represif
kejahatan yang oenuh permasalahan dan tantangan. Karena itu pandangan yang
tepat ini perlu dikembangkan dan disebar luaskan, terutama berhubung dengan
adanya perluasan bidang pelayanan menghadapi kesejahteraan akibat perkembangan
sosial dan teknologi pada saat ini dan dihari esok. Sehubungan dengan ini
sebaiknya kita berpendapat bahwa, manusia adalah sesama kita yang sama harkat
dan martabatnya. Pandangan ini dapat mendorong kita untuk juga ikut serta
bertanggung jawab sema kita yang ada.
Orang mau ikut
serta membantu menghadapi masalah kejahatan antara lain karena merasa ikut
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penderitaan para korban adalah hasil interaksi antara
para penjahat dan para korban, saksi (bila ada), badan-badan penegak hukum dan
anggota masyarakat lain.
Diperlukan
secara adil dan hidup sejahtera adalah hak asasi setiap manusia sebagai anggota
masyarakat dan waganegara. Mengusahakan keadilan dan kesejahteraan bagi diri
sendiri dan oarang lain merupakan kewajiban asasi setiap manusia. Keadilan dan
kesejahteraan tidak berada pada seseorang dengan sendirinya, tetapi harus
diperjuangkasn degan cara-cara yang rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat.
Kita harus juga waspada terhadapakibat negatif yang tidak diinginkan dalam
memperjuangkan keadilan dan ksesjahteraan, baik keadilan maupun kesejahteraan
adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara fenomena yang ada
dan saling mempengaruhi. Jadi perlu diperhatikan disini fenomena mana saja yang
relawan dan mempunyai peranan penting yang menghasilkan keadilan dan
kesejahteraan
Dalam masyarakat
modern, sepakat mengusahakan keadilan dan kesejahteraan sering dituangkan dalam
berbagai macam peraturan atau perjanjian yang menjadi hukum sebagai pegangan
pelaksanaannya (hukum adalah simbol yang dapat dilihat). UUD’45 sebagai suatu
hukum dasar yanng merupakan sumber hukum, berbagai macam undang-undang
peraturan atau keputusan pemerintah, bahkan setiap tindakan pemerintah.
Suatu analisa
tentang kejahatan-kejahatan yang luas dan mendalam telah menghasilkan suatu
uraian-uraian/gambaran mengenai tujuh pembedaan kejahatan yang saling
bergantunngan dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Secara ideal,
sesuatu perilaku tiada akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua
tujuh unsur tersebut (memenuhi persyaratan). Dengan cara yang sangat
disederhanakan, berikut ini dikemukakan uraian singkat perbedaan tersebut.
1. Pertama,
sebelum suatu perilaku dapat disebut kejahatan haruslah terdapat akibat-akibat
tertentu yang nyata atau kerugian.
2. Kedua,
kerugianharuslah dilarang oleh undang0undang, haruslah dikemukakan dengan jelas
dalam hukum pidana.
3. Ketiga,
haruslah ada “Perilaku” sikap dan perbuatan; ialah harus ada perbuatan atau
sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang
menimbulkanakibat-akibat yang merugikan.
4. Keempat,
adanya motif-motif untuk melakukan
kejahatan yang menimbulkan suatu kerugian.
5. Kelima,
harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan satu hubungan kejadian
diantara maksud kejahatan dan perilaku tidak bersamaan.
6. Keenam,
harus ada hubungan sebab akibat di antara kerugian yang dilarang undang-undang,
dilakukan atas dasar keinginan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
7. Ketujuh,
harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.
Delik-delik
penyelundupan, manipulasi dalam perdagangan korupsi dan perdagangan obat-obat
bius, adalah kejahatan yang menonjol pengaruh pada waktu sekarang. Pengaruhnya
yang sangat terasa terutama terhadap jalannya pembangunan ekonomi dan keuangan
negara kita dan terhadap psikologi masyarakat khususnya perkembangan jiwa
generasi muda. Karena itulah POLRI memberantas kejahatan-kejahatan yang
“situsional” berat, yang munngkin saja berbeda sikap dan pendapat dengan lain
pejabat/instansi penegak hukum.
2.8 CARA MENCEGAH KRIMINAL
Dalam usaha
pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti mengadakan usaha
perubahan yang positif. Tindakan pencegahan adalah lebih baik daripada represif
dan koreksi. Usaha pencegahan tidak selalu memerlukan organisasi yang rumit dan
birokratis. Usaha pencegahan lebih bersifat ekonomis bila dibandingkan dengan
usaha refrensi dan rehabilitasi. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara
perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti usaha represif dan
rehabilitasi. Misalnya dengan menjaga dir sendiri jangan sampai menjadi korban
kriminaltas, seperti mengunci rumah/kendaraan atau memsang lampu pada tempat
yang gelap.
2.8.1Yang
bersifat langsung.
Kegiatan
pecegahan yang dilakukan sebelum terjadinya suatu kejahatan dan dapat dirasakan
dan diamati oleh yang bersangkutan, antara lain meliputi kegiatan:
1. Pengamanan
obyek kriminalitas dedngan sarana fisik/konkret mencegah hubnungan antara
pelaku dengan obyek dengan berbagai sarana pengamanan; pemberian pagar,
memasukkan dalam lemari besi, dan lain-lain.
2. Pemberian
pengawal atau penjaga pada obyek kriminalitas.
3. Mengurangi/menghilangkan
kesempatan berbuat criminal dengan perbaikan lingkungan; menambah penerangan
lampu, mengubah bangunan, jalan dan taman sedemikian sehingga mudah di awasi.
4. Perbaikan
lingkungan yang merupakan perbaikan struktur sosial yang mempengaruhi
terjadinya kriminalitas. Misalnya perbaikan system ekonomi yang meratakan
pedapatan setiap orang.
5. Pencegahan
hubungan-hubungan tang dapat menyebabkan kriminalitas. Misalnya mencegah antara
si pelaku dengan si korban (si penipu dan korban penipuan).
6. Menghapus
peraturan yang melarang suatu perbuatan berdasarkan beberapa pertimbangan.
Misalnya pengapusan/penarikan Undang-undang cek kosong berdasarkan pertimbangan
menghambat perekonomian.
2.8.2
Yang bersifat tidak langsung.
Kegiatan
pencegahan yang belum dan atau sesudah di lakukan kriminalitas yang antara lain
meliputi;
1. Penyuluhan
kesadaranmengenai; tanggung jawab bersama dalam terjaninya kriminalitas; mawas
diri; kewaspadaan terhadap harta milik sendiri dan harta orang lain, melaporkan
kepada pihak berwajib atau orang lain bila ada dugaan akan/terjadinya sebuah
tindak kriminalitas.
2. Pembuatan
peraturan yang melanggar dilakukannya suatu kriminalitas yang mengandung
didalamnya ancaman hukuman.
3. Pendidikan,
latihan untuk memberikan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pisik,
mental dan sosialnya.
4. Menimbulkan
kesan akan adanya pengawasan/penjagaan
pada kriminalitas yang akan dilakukan dan obyek.
2.8.3
Pencegahan melalui
perbaikan lingkungan (sebelumm kriminalitas
dilakukan) adalah antara lain sebagai beerikut:
1. Perbaikan
system pengawasan;
2. Perencanaan
dan disain perkotaan;
3. Penghapusan
kesempatan melakukan perbuatan criminal. Misal: pemberiaan kesempatan mencari
nafkah secara wajar untuk dapat memenuhi keperluan hidup,
penghapusan/mengurangi daerah rawan; mengurangi kekhawatiran penduduk terhadap
gangguan perbuatan criminal, pengurangn gangguan, pemikiran mencari jalan
keluar.
2.8.4Pencegahan
melalui perbaikan prilaku (sebelum kriminalitas
dilakuan) adalah antra lain sebagai berrikut:
1.
Pemberian imbalan pada
prilaku yang sesuai dengan hokum;
2.
Penghapusan imbalan
yang menguntungkan dari perilaku criminal;
3.
Patroli polisi untuk
pencegahan;
4.
Pengikutsertaan
penduduk dalam pencegahan criminalitas;
5.
Pendidikan para calon
korban kriminalitas; mengenai usaha-usaha pencegahan.
6.
Peningkatan / pengadaan
program asuransi;37
7.
Penguatan ikatan sosial
tetangga di daerah perkotaan.
2.8.5Hasil
/ akibat pencegaha melajui perbaikan dan prilaku sebelum kriminalitas dilakukan adalah antara lain
sebabagai berikut;
1. Pengurangan
angka kejahatan / korban kejahatan;
2. Pengurangan
tekanan/beban pada penduduk, polisi, pengadilan dan organisasi pembinaan;
3. Pengurangan
angka gangguan/pelanggaran pada kebebasan penduduk;
4. Pengurangan
pengeluaran untuk kegiatan criminal;
5. Lebih
banyak pengeluaran untuk pengembangan kota, perbaikan lingkungan, pendidikan
dan pemberian kerja.
2.8.6Hasil
tersebut di atas menjurus ke hari kemudian yang berakibat antara lain sebagai
berikut:
1. Pengurangan
angka kriminalitas / korban kejahatan;
2. Kondisi
lingkungan yang lebih baik ; pengeluaran yang lebih rendah untuk mengurangi
kriminalitas;
3. Pengeluaran
untuk kesejahteraan yang lebih rendah ;
4. Pembangunan
kembali lingkungan perkotaan dan
5. Pengurangan
penyimpangan perilaku.
2.8.7 Cara
pencegahan setalah tindakan criminal dilakukan serta hasilnya.
a. Pencegahan
kriminalitas melalui perbaikan lingkungan ( setelah tindakan criminal dilakukan
) adalah antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan
system respon yang cepat. Misalnya : adanya tindakan penanganan yang cepat dan
tepat dari pitangi pemuasan dan keinginan fundamental dari pada anggota
kelompok, sehingga mengakibatkan pecahnya kelompok. Gejala sosial seperti
pengemisan, pelacuran, perjudian, pemadatan, perdagangan manusia, penghisapan,
gelandangan, merupakan dan dikualifisir sebagai gejala sosial patologik.
Keadaan
kemiskinan yang secara sederhana
merupakan deficit in the relation
of consumers resources to the need for consumers expenditures, memeng dapat
merupakan suatu keadaan yang mendorong seseorang melakukan perbuatan yang
tercela sehingga bertentangan dengan
undang-undang.
Russel
R. Dynes menyaksikan dalam masyarakat
industry Amerika, kemiskinan yang dialami para penghuni “slum areas “
menyebabkan demoralisasi tingkah laku menyimpang maupun perbuatan yang melawan
hukum. Cultural lag yang di maksud di sini adalah perubahan salah satu unsur
kebudayaan yang berkembang pesat yang melebihi perkembangan unsur kebudayaan
yang lain.
Majunya
komunikasi (di darat) dan membanjirnya kendaraan belum di imbangi dengan
kemajuan teknik pembuatan jalan yang dapat menampung kepadatan lalulintas dan
belum diimbangi dengan peraturan-perundangan lalulintas yang memadai.
Pembajakan-pembajakan lagu maupun pemakai jalan dapat terdorong menjadi criminal walaupun mungkin Occasional Criminal maupun Causal criminal.1
Diasumsikan
bahwa di daerah perkotaan kriminalitas berkembang terus sejalan bertambahnya
penduduk, pembangunan, modernisasi dan urbanisasi. Akibatnya perkembangan
keadaan ini menimbulkan keresahan masyarakatdan pemerintah di kota tersebut.
Sehubungan
dengan keadaan ini penduduk dan pemerintah membuat reaksi untuk membrantas
masalah kriminalitas. Tetapi sayang sekali kerap kali usaha ini tidak
memuaskan. Bahkan usaha pemberantasannya, kecualitidak mengurangi kriminalitas
malah hal itu sendiri merupakan kriminalitas atau menimbulkan kriminalitas
lain.
Kriminalitas
adalah suatu hasil interaksi karena adanya interaksi antara fenomena yang ada
dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu dalam membuat kebijaksanaan tentang
perencanaan dan pengelolaan kota perlu diperhitungkan semua fenomena yang dapat
mempengruhi positif atau negative
perkembangan kota dan lingkungan, yang dapat merupakan factor kriminogen
pula. Masalah kriminalitas adalah suatu kenyataan sosial yang tidak dapat
dihindari.2
DAFTR
PUSTAKA
Santoso, topo dkk. 2001. Kriminologi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Widiayanti, ninik dkk. 1987. Kejahatan dalam masyarakat dan pencegahanya.
Jakarta: PT Bina Aksara
Mahmud,
Dimyanti. 1982. Psikologi Abnormal.
Yogyakarta: RAKE Press
www. Geogle. Psikologi kriminal
izin kopas yaa?
BalasHapus