UDYOGA PARWA
Pada hari yang telah ditentukan,diadakan
upacara pernikahan Dewi Uttari dengan Abimanyu. Hadir dalam pernikahan tersebut
semua sanak famili dan handai tolan diantaranya :
keluarga keturunan Yadawa,Raja Kasi, keluarga Pancala, dan lain-lainnya. Setelah upacara selesai diadakan perundingan untuk menyelesaikan
sengketa antara Pandawa dan Korawa. Sidang dipimpin oleh krishna. Untuk sidang tersebut diputuskan
mengirim duta ke Hastina dengan misi agar Duryodana mengembalikan wilayah
Indraprasta kepada Pandawa sesuai dengan perjanjian. Adapun
duta yang disepakati adalah pendeta negeri Wirata.
Dalam pertemuan antara duta yang
dikirim oleh Pandawa dan pihak Korawa terjadi perdebatan yang sengit.
Di satu pihak, seperti kakek Bhima dan Widura menyarankan
agar Korawa berdamai dengan Pandawa dengan jalan menyerahkan kembali wilayah
Indraprasta kepada Pandawa. Di lain pihak, seperti Karna dan Duryodana
sendiri bersikukuh tidak akan menyerahkan sejengkal pun
wilayah yang telah menjadi miliknya. Dengan demikian,
perundingan pun tidak mencapai kesepakatan.
Akibat gagalnya perundingan
tersebut, kedua belah pihak mempersiapkan diri untuk berperang.
Kedua belah pihak berlomba menghubungi para raja tetangga agar berpihak kepadanya
dalam perang besar yang akan terjadi.
Dalam persiapan perang tersebut raja
Wirata memberi suatu wilayah yang bernama Upaplawya kepada pandawa.
Di sanakah para pandawa mempersiapkan segala sesuatunya.
Yudistira mengutus Arjuna untuk menghadap Krishna agar dalam
perang besar nanti Krishna berada di pihak Pandawa. Berangkatlah
Arjuna ke Dwarawati.
Pada waktu Arjuna berangkat ke Dwarawati, Duryodana
juga berangkat ke sana dengan tujuan yang sama. Duryodana tiba lebih dahulu di Dwarawati. Karena
Krishna masih tidur, oleh penjaga istana Duryodana dipersilahkan menunggu.
Duryodana lalu duduk di dekat kursi kepaka Krishna. Setelah itu, Arjuna pun datang. Ia
pun dipersilahkan untuk menunggu. Arjuna lalu duduk di kursi dekat kaki Krishna.
Ketika Krishna terbangun, yang dilihatnya pertama
kali adalah Arjuna. Krishna pun memberi salam kepada Arjuna dan menanyakan apa
keparluannya. Sebelum Arjuna menjawab, Duryodana menyela lebih dulu, “ aku
datang lebih dulu kesini. Oleh karena itu, akulah yang seharusnya diberi
kesempatan lebih dulu untuk penyampaikan permohonan. ” dengan tersenyuim Krishna
menjawab, “ walaupun kamu datang lebih dulu, menurut tata karma yang berlaku
kita harus memberikan kesempatan kepada yang muda terlebih dahulu. Aku tahu
maksud kedatangan kalian. Supaya adil, aku akan memberikan pilihan. Pilihan
pertama, aku akan membantu dengan tanganku sendiri tanpa membawa senjata.
Pilihan kedua, aku akan membantu dengan satu pasukan prajurit. Hai Arjuna, mana
yang kamu pilih?” tanpa ragu-ragu Arjuna langsung memilih pilihan pertama,
yaitu bantuan tenaga Krishna tanpa senjata. Pilihan tersebut di sambut gembira
oleh Duryodan. Ia berfikir, “Apa artinya Krisnha seorang tanpa senjata
dibandingkan dengan sepasukan prajurit dengan senjata lengkap. Sungguh konyol pilihan
si Arjuna.”
Dari Dwarawati Duryodana langsung ke Mantura
menghadap Baladewa untuk mohon bantuan. Baladewa menjawab permohonan tersebut dengan
berkata, “ Korawa dan Pandawa sama bagiku. Aku tidak mau memilih salah satunya.
Kalau perang akan terjadi, aku akan pergi mengunjungi tempat-tempat suci
(bertirthayatra) agar aku tidak terlibat perang antar saudara.” Setelah Duryodana
pamit, Baladewa pergi ke upaplawiya, menyampaikan pendiriannya tersebut kepada
Yudistira.
Salya, raja Madrapati adalah paman dari Nakula dan Sahadewa.
Dia mendengar berita bahwa akan terjadi perang besar antara Pandawa dan Korawa.
Dalam perang tersebut, Salya bermaksud akan berpihak kepada Pandawa. Diiringi oleh
sepasukan besar prajurit Salya berangkat dari Madrapati menuju upaplawiya.
Dalam perjalanan menuju upaplawiya tersebut Salya melewati kemah-kemah para
prajurit. Oleh kepala prajurit dalam perkemahan tersebut Salya dan pasukannya
dipersilahkan singgah untuk beristirahat di perkemahan tersebut. Dalam
pikirannya para prajurit dalam perkemahan tersebut adalah prajurit dari pihak Pandawa.
Oleh Karena itu, ia tidak menolak waktu ditawari untuk singgah. Setelah Salya
dan semua prajurit turun, maka ia dan seluruh prajurit disuguhi makanan dan
minuman yang serba sedap cita rasanya. Salya pun bersantap dengan nikmatnya.
Setelah puas beristirahat, Salya pun mohon pamit untuk meneruskan perjalanan.
Kepala prajurit di kemah itu Manahan kepergian Salya sambil katanya, “ mohon
paduka bersabar, kerena raja kami mau menghadap.” Dalam pikiran salya, Yudistira
yang akan menghadap. Oleh karena itu, dengan senang hati ia menunggu. Alangkah kegetnya
Salya ketika yang datang Duryodana. Lebih kaget lagi ketika Duryodana
menyampaikan maksudnya agar dalam perang besar nanti Salya berkenan berada di
pihak Korawa. Barulah ia sadar. Rupanya Duryodana dengan akal liciknya memang
sengaja memasang perangkap disini untuk menjebaknya. Salya pun menyesali
dirinya kenapa tidak bertanya terlebih dahulu siapa yang memberi suguhan. Penyesalan
sudah terlambat. Karena sudah terlanjur berhutang budi menyantap makanan orang,
sebagai ksatria sudah merupakan kewajiban untuk membalas budi orang dengan
memenuhi permintaannya. Walaupun dengan berat hati Salya terpaksa memenuhi
permintaan Duryodana. Seluruh prajurit lalu ditinggalkan di perkemahan
tersebut. Salya dengan diiringi beberapa orang pengawal datang ke upaplawiya
menyampaikan permasalahan yang dihadapinya. Setelah mendengar penuturan Salya,
para Pandawa terutama Nakula dan Sahadewa menjadi kecewa menyadari bahwa
kondisi ini memang harus terjadi, maka Pandawa pun menerima keadaan tersebut
secara ikhlas.
Dalam persiapan perang yang dilakukan oleh kedua
belah pihak, Korawa berhasil menghimpun pasukan sebanyak 11 aksoini (divisi),
sedangkan pihak Pandawa hanya berhasil menghimpun pasukan sebanyak 7 aksoini.
Dalam kondisi siap perang, Yudistira masih mempunyai keinginan untuk berdamai
dengan mengalah tidak menuntut semua wilayah Indraprasta, melainkan hanya minta
lima desa saja. Untuk itu dikirimlah utusan untuk mengadakan perdamaian
terakhir. Krishna diiringi oleh satiyaki dikirim sebagai utusan.
Krishna dan Satiyaki terlebih dahulu mengunjungi
Drestarastra, lalu mengunjungi Widura. Dewi kunti menemui khrisna di tempat
Widura, menanyakan tentang keadaan pandawa. Khrisna menceritakan pandawa apa
adanya. Dari kediaman Widura, khrisna menuju tempat Duryodana. Duryodana
menyambut kedatangan khrisna dan mengajaknya untuk bersantap tawaran tersebut
di tolak oleh Krishna dengan alasan bahwa sebagai utusan ia harus menyelesaikan
tugas terlebih dahulu. Dari tempat Duryodana, ia kembali ke tempat Widura dan
menginap di sana.
Pada acara pertemuan yang di adakan keesokan
harinya, Krishna menyampaikan maksud kedatangannya yaitu untuk perdamaian
antara Pandawa dan Korawa. Krishna
berkata, “ Pandawa siap untuk bertempur tetapi mereka lebih memilih
perdamaian. Untuk tercapainya perdamaian sudi mengalah tidak lagi menuntut
seluruh wilayah Indraprasta yang engkau ambil, melainkan cukup diberikan lima
desa saja.” Bhisma, Drona, dan Widura menasehati Duryodana agar memenuhi
permintaan Pandawa, seperti ynag disampaikan oleh Krishna. Tetapi Duryodana
berpendapat lain. Ia menduga bahwa Pandawa menjadi keder mengingat Pandawa
hanya 7 aksoini sedangkan ia mempunyai 11 aksoini. Diapun yakin akan menang
dalam pertempuran. Dengan lantang Duryodana berkata,“ aku tidak akan berikan Pandawa
satu lubang jarumpun.”
Krishna lalu
menasehati Duryodana. “ apabila perang terjadi, Duryodana beserta seratus Korawa
akan musnah.” Krishna juga mengingatkan, “ Pandawa selalu berada di bawah
lindungan Hyang Widhi. Ini terbukti dari sejumlah kelicikan yang dilakukan
pihak Korawa untuk mencelakai Pandawa. Ternyata Pandawa tetap hidup.” Mendengar
nasehat Krishna seperti itu, Duryodana menjadi sangat marah. Ia yang memang
tidak senang dengan Krishna sejak semula telah merencanakan untuk membunuh
Krishna. Ia lalu memerintahkan Dusasana dan adik-adiknya untuk mengeroyok
Krishna.
Krishna yang memang sudah sudah menduga kelicikan
Duryodana menjadi sangat marah. Ia lalu berdiri meninggalkan ruang sidang
menuju halaman. Di halaman Krishna merubah wujud menjadi Tri Wikrama yaitu
wujud yang sangat hebat, bertangan empat berkepala tiga dan tiap kepala bermata
tiga. Dengan wujud tersebut, dunia menjadi goncang. Para Korawa menjadi keder.
Tatkala itu, Bhagawad Bhisma, Bhagawad Drona, datang menyembah. Juga turun
Bhagawad Narada memohon, “ mohon paduka menghentikan kemarahan. Apabila
sekarang paduka membunuh para korawa, maka kaul para Pandawa tidak bisa
terlaksana. Oleh karena itu, mohon dihentikan wujud Tri Wikrama paduka.” Atas
permohonan tersebut, maka Krishna kembali ke wujudnya semula dari wujud Tri
Wikramanya.
Dari ruang sidang, Krishna kembali ketempat Widura
menemui Dewi Kunti menyampaikan kegagalan usaha perdamaiannya sehingga perang
tak terhindarkan lagi. Dewi Kunti meminta Krishna untuk menyampaikan doa
restunya kepada putra-putranya. Krishna pun menyanggupinya lalu mohon pamit.
Setelah Krishna pergi, Dewi Kunti menjadi resah. Ia
mencemaskan perang yang akan terjadi. Ia lalu teringat dengan anak pertama yang
dilahirkannya. Iapun pergi ke tepi sungai Gangga dimana Karna biasa melakukan
sembahyang pagi. Ketika sampai di tepi sungai Gangga Kunti melihat Karna sedang
melakukan sembahyang pagi menghadap kearah matahari terbit. Dewi Kunti lalu
menunggu, duduk dibelakang Karna yang sedang khusyuk. Ketika Karna telah
selesai sembahyang, ia melihat Dewi Kunti berada dibelakangnya. Karna lalu
menyapa, “ hormat hamba kepada ratu Dewi Kunti. Apakah yang dapat hamba lakukan
untuk paduka?”
Dewi Kunti mengatakan bahwa sebenarnya Karna adalah
anaknya dari hasil pertemuannya dengan Dewa Surya. Iapun menceritakan,
bagaimana pertemuannya dengan Dewa Surya sampai ia menghanyutkan bayi yang lahir
dari rahimnya. Ia juga menceritakan bahwa dia sudah mengenali Karna dari
gundala dan baju sirah yang dipakainya pada waktu ia menantang Arjuna di
gelanggang adu ketangkasan waktu yang lalu. Tetapi pada waktu itu, ia belum
mempunyai keberanian untuk mengakuinya. Selanjutnya Dewi Kunti memohon agar
Karna sudi bergabung dengan adik-adiknya menghedapi Korawa.
Mendengar cerita dan permohonan Dewi Kunti, Karna
menjadi termenung, tidak bisa segera mengeluarkan kata-kata. Terbayang dalam
benaknya bagaimana ia dipungut menjadi anak angkat oleh pasangan suami istri
Adirata-Radha sampai diangkatnya dia menjadi Adipati Anga.
Setelah termenung beberapa lama, ia lalu berkata, “
Ibu, ampunilah aku. Aku tidak dapat memenuhi permintaanmu. Aku telah berhutang
budi kepada Duryodana. Ia telah mengangkat derajatku dari anak seorang kusir
kereta menjadi seorang Adipati. Kalau pada saat yang penting ini aku
meninggalkan dia, dunia akan mengutukku sebagai penghianat.”
Mendengar kata-kata Karna yang demikian tegas, Dewi
Kunti pun maklum. Lalu dipeluknya Karna dengan kasih sayang seorang ibu. Karna
menjadi terharu lalu berkata, “ Ibu, agar kedatangan ibu kesini tak sia-sia aku
berjanji, aku tidak akan membunuh putra-putramu yang lain, selain Arjuna. Salah
satu dari kami, aku atau Arjuna akan tetap hidup setelah perang selesai. Dengan
demikian, ibu akan mempunyai lima anak yang masih hidup.”
Dewa Indra meramalkan bahwa dalam perang besar Bhatara
kelak, Arjuna akan berhadapan dengan Karna. Ia mengetahui bahwa Karna memiliki
baju sirah yang tahan terhadap senjata atau panah. Dengan demikian Karna akan
sulit dikalahkan. Oleh karena itu, ia bermaksud akan menyamar menjadi seorang
rsi dan minta agar Karna mau memberikan baju sirahnya tersebut.
Rencana Dewa Indra diketehui oleh Dewa Surya. Untuk
mencegah agar Karna tidak menerahkan baju sirahnya, Dewa Surya mendahului
mendatangi Karna dalam wujud seorang rsi dan berpesan, “ kalau nanti ada
seorang rsi yang mendatangi kamu untuk meminta baju sirahmu hendaknya jangan
kau beriakan. Sebab, kalau baju sirah itu kamu berikan, kamu akan dikalahkan
oleh musuh dalam pertempuran kelak.” Karna lalu menjawab, “ hamba mohon hampun,
hamba pernah bersumpah bahwa apapun yang diminta oleh seorang rsi akan hamba
berikan sepanjang hamba memilikinya.” Dewa Surya berkata lagi, “ kalau kamu
menyerahkan baju sirahmu, sebaiknya kamu meminta senjata panah konta yang tidak
akan pernah luput dari sasaran dan pasti akan membunuh musuh.” Setelah berpesan
demikian, sang rsi lalu pergi.
Beberapa saat kemudian, datang Dewa Indra dalam
wujud seorang rsi. Sang Rsi mohon agar Karna mau menyerahkan baju sirahnya.
Teringat akan sumpahnya, iapun dengan rela menyerahkan baju sirahnya. Kerena
teringat akan pesan rsi sebelumnya, iapun mohon agar dianugrahi senjata sakti
yang akan dapat membunuh musuh utama tanpa meleset. Dewa Indra pun menganugrahi
sebuah anak panah yang bernama “ konta” dengan pesan, “ senjata ini akan dapat
membunuh musuh utamamu tanpa meleset. Tetapi, senjata ini hanya dapat digunakan
sekali saja. Setelah itu, ia akan kembali kapadaku.” Setelah mendapat baju
sirah dan memberi senjata konta kepada Karna, Dewa indra pun pergi.
“Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita mahabarata
bagian udiyoga parwa.”
-
Satya wacana :
Dimana
disini saat karna berjanji bahwa dia akan memberikan apapun yang dia punya
kepada maha rshi.
-
Balas budi :
+ Ketika raja salya di suruh oleh duryodana
untuk nantinya membantu dia dalam perang besar yang akan terjdi, karena salya
sudah memakan makanan orang sudah mestinya kita sebagai ksatria untuk
membantunya meskipun itu bukan tujuan kita yang tumbuh dari dalam hati.
+ Dan juga ketika karna membalas budi
duryodana karena diangkat menjadi adi pati angga yang dulunya hanya anak
seorang kusir.
-
Sikap adil dan
luhur :
+ dimana disini saat baladewa di ajak oleh
duryodana untuk membantu dia dalam perang nanti, namun baladewa tidak mau
karena dia menganggap korawa dan pandawa adalah sama dan tidak mau memihak
diantaranya dan lebih baik memilih melakukan tirtayatra(perjalanan suci).
-
Sikap hormat dan
tingkah laku yang baik :
+ Dimana saat ini dilakukan arjuna ketika dia
bertamu kerumah krisna, karena krisna masih tidur dia lebih baik duduk di kaki
krisna.tidak seperti duryodana yang duduk di dekat kepala krisna.
Hendaknya
kita bilamana bertamu harus kita hormat kepadanya itulah tingkah laku yang baik
yang mestinya kita lakukan.
-
Sikap
mengalah :
+ sikap ini dilakukan oleh yudistira yaitu
ketika hak mereka diambil oleh duryodana namun yudistira masih mau mengalah
untuk tidak menuntut semua haknya bahkan hanya meminta sedikit dan supaya
menjaga perang antar saudara tidak terjadi, meskipun sikap ini tidak
menghasilkan apa-apa namun kita sebagai manusia hendaknya harus mampu mempunyai
rasa mengalah demi kebaikan bersama dan supaya menjaga hal-hal yang tidak kita
inginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...