Samadhi
Gayatri dan Japa Yoga
(
Japa Gayatri Mantra
Cara Efektif, Mudah, Efisien dan Tidak Berbahaya Untuk Mencapai Sidhi dan Samadhi di Zaman Kaliyuga
)
I. Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Banyak cara yang yang dapat
dilakukan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Di dalam Bhagawadgita disebutkan ada empat jalan
yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tertinggi, keempat jalan itu disebut
dengan Catur Marga Yoga. Catur Marga Yoga terdiri
dari Bhakti Marga Yoga, Karma Marga Yoga,
Jnana Marga Yoga, dan Raja Marga
Yoga. Bhakti Marga dan Karma Marga
Yoga mengajarkan kita untuk mencari Tuhan di luar diri. Sedangkan Jnana dan Raja Yoga megajarkan kita untuk mencari
Tuhan didalam diri.
Bhakti Marga mewujudkan
Tuhan dengan simbol-simbol, patung, pratima
di pura. Sedangkan Karma
Marga mewujudkan Tuhan di dalam diri orang yang menderita, sakit, kelaparan
(membantu orang yang menderita). Jnana Marga Yoga mengajarkan
Tuhan ada di mana-mana. Sedangkan Raja Marga Yoga mengajarkan
Tuhan ada dalam diri sendiri. Di manapun Tuhan dipuja Beliau akan ada, termasuk dalam diri sendiri.
Keempat jalan spritual ini sebaiknya dipilih berdasarkan dari
tingkat jnana atau pengetahuan
spiritual yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang yang
tingkat jnana-nya masih rendah sebaiknya
menekuni ajaran Bhakti dan Karma Yoga. Sedangkan
seseorang yang tingkat Jnana-nya
sudah tinggi sebaiknya menekuni Jnana dan
Raja Marga Yoga.
Penganut Agama Hindu
yang baik adalah orang yang bisa menghargai segala macam bentuk kepercayaan dan
berbagai jalan yang kemungkinan ditempuh oleh setiap bhakta. Hal ini sesuai dengan ap
yang disabdakan Sri Krishna dalam Bhagawadgita berikut ini:
“ ye yatha
prampadyante
Tams
tathai bhajamy aham,
Mama vartma nuvartante,
Manushyah
partha sarvasah”
Terjemahan:
Jalan manapun yang
ditempuh manusia, ke arah-Ku, semua aku terima, dari mana-mana semua mereka,
menuju jalan-Ku oh Partha
Dari pemaparan sebelumnya dapat dicermati bahwa Veda memiliki sifat yang luwes atau
lentur. Didalam Hinduisme, sebenarnya
tidak ada keseragaman konsep. Tidak ada konsep yang jelek dan tidak ada konsep
yang baik sekali ( Jendra, 2003 : 117 ). Setiap jalan
spritual memiliki penghargaan yang sama. Kadar kebaikan suatu jalan spiritual sesungguhnya lebih banyak
bergantung pada konsep desa, kala, patra
atau lebih bersifat kontekstual artinya kebaikan suatu jalan spiritual
ditentukan oleh siapa pelakunya, kapan dilakukan, dimana tempat melakukannya,
dan bagaimana melakukannnya.
Kemudian timbul pertanyaan jalan spiritual apakah yang tepat
dilakukan dalam zaman Kaliyuga ini?
Menurut maswinara setiap zaman memiliki sastra tersendiri, setiap zaman
memiliki Avatara tersendiri, dan
setiap jaman memiliki teknik oprasional cara bhakti
tersendiri yang dianggam paling dominan. Dan teknik bhakti yang diyakini
menurut sradha Veda, paling efektif,
efesien dan tidak berbahaya dan sangat cocok digunakan pada zaman kali ini
yakni Namasmaranam atau mengingat,
menyebut berulang-ulang nama suci Tuhan ( Maswinara,
1998 : 53-54 ).
Namasmaranam secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua bagian yakni: Japa
dan bhajan, namun dalam artikel ini
penulis hanya membahas tentang Japa.
Dalam artikel ini penulis juga membatasi pembahasan meliputi pengertian Japa dan cara
pelaksanaan, manfaat Japa, dan keterkaitan
pelaksanaan Japa guna pencapaian Samadhi.
II Pembahasan
2.1
Pengertian Japa
Japa adalah pengulangan setiap mantra atau nama tuhan dengan terus-menerus (
Sivananda, 1998 : 3 ). Japa berasal
dari dua kata yaitu: Ja
yang artinya menghancurkan siklus kelahiran dan kematian atau samsara atau punarbawa. Pa artinya
menghancurkan segala dosa ( Putra, 2010 : 9 ). Selain
itu Japa juga dapat berarti mengucapakan nama Tuhan dengan Genetri yang terdiri
dari 108 butiran yang terbuat dari rudsaka,
aksamala, buah tulasi, kayu cendana, emas, rumput kusa (ambengan,alang-alang) yang
dirangkai dengan benang katun (kapas) .
Ada dua macam japa yakni: vacika (oral)
dan manasika (
mental/pikiran ). Vacika dibagi
menjadi 2 macam yakni: 1) upamsu ( mantra yang di
ulang-ulang dengan gerakan bibir tanpa mengeluarkan suara), 2) Oral ( gerakan bibir disertai dengan
suara ) ( Keshavadas, 1999 : 12 ).
Jumlah 108 butir Genitri merupakan jumlah yang unik.
108 jika dijumlahkan (1+0+8) akan berjumlah 9. Angka 9 merupakan angka tertingi dan menunjukan kedudukan Hyang
Widhi disembilan penjuru mata angin. Secara mithologi genitri yang berjumlah 108 dikaitkan
dengan cerita Bhagawan Walmiki yang
semasa walaka bernama Ratnakara pernah merampok 108 pendeta,
namun ketika akan membunuh pendeta yang
ke 108 yang ternyata penjelmaan dewa Siva.
Ratnakara menjadi sadar dan bertobat
kemudian ia disuruh ber-Japa selama 100 tahun dan akhirnya Ratnakara berhasil menjadi Bhagawan
Valmiki.
2.2 Pengertian Mantra
Mantra
adalah Nyasa atau sadana dalam laku spiritual Hindu. Kata mantra terdiri dari akar kata man dan Trana. Dari akar kata man muncul kata manana
yang artinya pikiran atau berpikir. Sedangkan Trana artinya mengendalikan atau
pembebasan dari iktan sengsara. Dengan demikian secara etimologis Mantra berate alat untuk mngendalikan
yang dapat menyebabkan orang bebas dari kesengsaraan (
Dahyanashakti dalam Yasa, dkk, 2006 : 46 ).
Secara spiritual mantra di identikan dengan sabda Brahman. Walau
semua Bunyi, kata-kata, dan aksara berasal dari tuhan namun tidak semua bunyi
dapat dikatakan suatu Mantra. Mantra merupakan kumpulan kata-kata dan nada terpilih. Untuk
mendapatkan manfaat religus magisnya
yang maksimal maka mantra dengan cara yang tepat sehingga dapat mewujudkan istadewata atau kekuatan tertentu yang
menjadi roh mantra yang dirafal.
Menurut
Keshavadas arti lain mantra adalah rumus okultis untuk
mengusir berbagai macam gangguan atupun bertujuan untuk menjadi jalan bagi
memenuhi beberapa keinginan duniawi, tergantung dari motif untuk apa mantra
diucapkan. Mantra adalah jampi yang
kalau diucapkan dengan tekanan yang benar akan
memberikan hasil melalui kekuatan alam, dewata atau bidadari yang dipuja
seseorang, yang tembangnya diucapkan seseorang. Matra adalah kekuatan kata yang
bisa dipakai untuk realisasi rohani atau keinginan keduniawian; bisa digunakan
untuk kesejahteraan maupun kehancuran seseorang ( Keshavadas, 1999 : 5 ).
Ada beberapa macam mantra. Secara umum mantra dapat dibagi menjadi mantra veda, mantra tantrika dan mantra purana. Dari ketiga jenis mantra terkantung sifat mantra yakni :
1.
Satwika
Mantra yang diucapkan untuk penyinaran,
kebijakan, kasih sayang yang tertinggi dan realisasi Tuhan.
2.
Rajasika
Mantra adalah mantra yang diucapkan untuk memperoleh keturunan dan kesejahteraan
duniawi.
3.
Tamasika
mantra yang diucapkan untuk menyenangkan roh jahat guna kepentingan menghancurkan
orang lain atau tindakan buruk lainnya adalah mantra tamasika ( Keshavadas, 1999 : 8 )
Dalam tradisi Hindu bali
dikenal istilah Dharmagita atau
nyanyian-nyayian suci. Bagi penekun yoga di Bali dia anjurkan untuk belajar mengucapkan mantra melalui metoda Dharmagita, asumsinya adalah dengan
belajar Dharmagita maka seseorang
secara tidak langsung belajar mengkondisikan suaranya, sehingga mempermudah
ketika kita belajar melagukan mantra.
Selain dengan pengucapan dan nada yang
tepat, perlu diperhatikan sebelum mengucapkan mantra sebaiknya didahului dengan mencuci mulut, menyiapkan mental
dengan membayangkan istadewata yang akan kita puja, dan dalam pengucapanya haruslah dengan penuh
rasa bakti.
2.3
Pengertian Gayatri
Dalam
pembahasan sebelumnya telah dijelaskan pengetian dari Japa yakni: pengulangan setiap mantra
atau nama tuhan dengan terus-menerus. Yang ditekankan disini adalah mantra.
Lalu mantra apakah
yang dipilih? Gayatri
mantra adalah jawabannya. Dalam memilih mantra dalam
ber-Japa apalagi untuk tujuan
mencapai Samadhi hendaknya memilih mantra yang berasal dari Veda, dan bersifat satvika dan Gayatri mantra memenuhi semua persyaratan itu.
Gayatri adalah mantra yang terdapat dalam Rg. Weda sebagai
mantra yang ke-10 dalam sukta yang ke-62 pada mandala ketiga. Gayatri Mantra adalah ibu dari segala mantra hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam Atharvaveda sebagai berikut:
Stuta maya varada vedamanta pracodayantam pawamani
dvijanam.
Ayuh Pranam Prajanam pasum kirtim dravinam brahmavarcasam, mahyam dattva
vrajata brahmalokam.
(Atharvaveda:
19.71.1)
Terjemahannya:
Gayatri Mantra yang diakhiri kata pracodayat ( pra codayantam ) adalah ‘ ibunya’ seluruh
Veda (veda mata) dan menyucikan (pavamanim) segala dosa para dvija (dvijanam). Untuk
itu saya selalu (maya) memuja (stuta)
Gayatri Mantra tersebut. Karena Gayatri Mantra memberikan panjang umur (ayuh), napas, (pranam), keluarga yang
mempunyai keturunan baik-baik (prajanam), selalu melindungi binatang kami (pasum) memberikan kemasyuran (kirtim), memberikan kekayaan (dravinam), teja dai cahaya Tuhan (brahmavarcasam). Oh Tuhan, berikanlah (dattva) jalan moksa (vrajata brahmalokam) padaku (mahyam) (
Somvir,2001:1 ).
Dalam
mantra ini dijelaskan bahwa Gayatri
Mantra yang diakhiri
dengan kata pracodayat adalah ibunya empat Veda (Rg veda, Yajurveda, Samaveda, Atharvaveda) dan yang
menyucikan segala dosa pada dvija. Oleh karena itu saya (manusia) selalu mengucapkan dan memuja mantra
tersebut. Gayatri Mantra
ini pemberi panjang umur, prana dan keturunan yang baik, pelindung binatang,
dan pemberi cahaya yang sempurna. Dan semoga Tuhan berikanlah
jalan moksa manusia.
Selain
itu Gayatri Mantra juga disebut Guru Mantra , Savita Mantra, dan Maha
Mantra. Selain Atharvaveda, Upanisad, Purana,
dan Bhagavadgita juga selalu
mengatakan bahwa Gayatri Mantra
adalah paling suci dan penting. Mantra ini perlu dan harus
diucapkap setiap orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan dunia dan moksa. Begitu
pentingnya Gayatri mantra, sehingga
Tuhan sendiri menurunkan mantra dalam Atharvaveda
untuk penjelasan Gayatri.
Gayatri
Mantra itu terdiri atas lima baris sebagi berikut:
Om
|
Pranawa
Mantra, yakni suku kata inti ( simbol ) Brahman.
Di dalam pranawa Om ini terkandung
tiga kekuatan ilahi yakni Brahma sebagai
pencipta , Wisnu
sebagai pemelihara, dan Rudra
sebagai pelebur.
|
Bhur
|
Alam bawah, bumi, yakni alam yang bersifat
ragawati yang tersusun atas lima unsur Prakrti
yang lebih kasar
yang disebut panca mahabhuta.
|
Bhuwah
|
Alam tengah, langit, yakni alam prana “daya
vital”.
|
Swah
|
Alam atas yakni alam ilahi atau alam para dewa.
|
Tat
|
Itu, paramatma, Tuhan atau Brahman
|
Savitur
|
Savita, Tuhan, dialah itu dari mana semua ini
lahir
|
Varenyam
|
Yang amat
mulia, maka pantas untuk dipuja
|
Bhargo
Devasya
|
Sinar, cahaya cermelang, cahaya spiritual, cahaya
kebijaksanaan, realitas ilahi dewa
|
Dhimahi
|
(Kepadanyalah kita) bermeditasi mari memusatkan dhi “pikiran”
|
Dhiyo
Yo
|
(Semoga) budi, inteleks, pikiran
|
Yo
|
Ia, yang
|
Nah
|
kita punya
|
Pracodayat
|
mendapat pencerahan; semoga ia memberi semangat
|
( Diadaptasi dari Yasa, 2006 : 54 )
2.4
Samadhi
2.4.1
Pengertian Samadhi
Sesuai
dengan apa yang dinyatakan oleh Rsi Patanjali dalam Yogasutra
yang dimaksud Samadhi adalah:
Tadevartha matra nirbhanam svarupa sunyam iva Samadhi
( Yogasutra, III:
3 )
Terjemahan:
Renungan mendalam itu
sesunguhnya samadhi
Adapun yang dimaksud
disini adalah suatu keadaan bilamana seseorang yang bermeditasi telah terserap
kedalam pikirannya. Antara orang yang merenung ( pemikir ), aktivitas
merenungnya ( pemikirannya ), dan yang direnungkan ( Objek yang dipikirkan )
telah menjadi satu terserap secara sempurna ( Saraswati dalam Yasa, dkk, 2006 :
28 ).
Samadhi adalah tahap tertinggi di dalam tangga kerohanian.
Samadhi membawa kita kepada pengetahuan, pengetahuan membawa kita kepada kasih
sayang, kasih sayang membawa kita bersatu dengan Tuhan (
Keshavadas, 1999 : 30 ).
Samadhi (konsentrasi)
ialah terus menerus merenungkan-Nya sebagai yang mutlak, tidak dapat
dijelaskan, tanpa nafsu, tenang, tak berubah dan tanpa ciri. Jnana (pengetahuan) itu mutlak, tak dapat dijelaskan, tanpa nafsu,
tanpa tujuan, suci, tak berselubung, dan tidak terbinasakan.Cetana ini tidak bertujuan.Ia tidak
memiliki kesadaran fisik. Ia bebas dari catur
kalpana. Catur kalpana
artinya pengetahuan dan yang diketahui, sarana untuk mengetahui dan orang yang
mengetahui. Itulah keempat kalpana.Semua ini tidak ada pada yogisvara. Inilah
yang dinamakan samadhiyoga. Sadangayoga ini harus
dimiliki oleh seorang pandita. Dengan demikian orang akan
mencapai visesa. Sifat yogisvara ini harus ditunjang oleh
kesepuluh kebajikan (Putra, dkk, 1998 : 63).
Samadhi sangat berbeda dengan meditasi,
meditasi berasal dari bahsa inggris ( meditation ) yang dalam bahasa Indonesia diucapkan dengan
meditasi. Dalam bahasa sansekerta padana istilah ini adalah Dhyana yakni pemusatan terus menerus
pada suatu objek. Sedangkan istilah Samadhi
berasal dari Bahasa sansekerta dari urat kata Sam yang berate kumpulan, persamaan, gundukan, timbunan, dan dhi yang berarti pikiran, ide-ide, budi,
dengan demikian secar etimologi kata samadhii
berarti pemusatan atau kumpulan pikiran yang ditujukan pada suatu objek
tertentu. Dalam konteks yoga objek
sasaranya adalah Tuhan ( Jendra, 2003 : 4 ).
2.4.2
Tahapan Samadhi
2.4.2.1
Tahapan Samadhi dari Perspektif Yoga Sutra
Menurut Rsi patanjali dalam Yoga Sutra II:29 menjelaskan delapan
tahapan untuk mencapai Samadhi yaitu:
1) Yama
adalah pengendalian diri yang harus dilakukan oleh setiap orang dalam usaha
meningkatkan kualitasa hidup yang lebih baik.
2) Nyama adalah
pengendalian rohani dengan tujuan agar rohani menjadi suci dan bersih sehingga
membantu mempermudah dalam melaukan Samadhi atau pemujaan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa.
3) Asana adalah
sikap duduk yang sempurna menurut system yoga
4) Pranayama adalah latihan system pernafasan meliputi Puraka (menarik nafas), kumbhaka menahan nafas dan
recaka menghembuskan nafas.
5) Pratyahara
(penarikan diri) artinya indriya dari obyeknya, dengan upaya dan pikiran yang
tenang.
6) Dharanayoga
artinya menguasai indria dibawah pengawasan manah ‘pikiran’ dan memusatkan
pikiran pada objek meditasi
7) Dhyana
(meditasi) adalah yoga yang terus menerus memusatkan pikiran kepada suatu
bentuk yang tak berpasangan, tak berubah damai dan tidak bergerak.
8) Samadhi
(konsentrasi) ialah terus menerus merenungkan-Nya sebagai yang mutlak, tidak
dapat dijelaskan, tanpa nafsu, tenang, tak berubah dan tanpa ciri.
2.4.2.2 Samadhi dari Perspektif Keabstrakan
Objek Sasaran
Umumnya
objek pemusatan Samadhi adalah tuhan namun karna pengaruh awidya, karma wasana, dan
jnana maka objek Samadhi dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Pemusatan kepada Tuhan yang bersifat Nirguna, Acintya, atau Tuhan yang tanpa
sifat.
2) Pemusatan kepada Tuhan yang bersifat Saguna, Sakara Brahman atau Tuhan yang bersifat,
biasanya di puja dalam bentuk ista dewata.
Dimasyarakat pemusatan pikiran kepad Tuhan yang bersifat saguna jarang dilakukan karena tinggkat
kesulitannya yang tinggi.
2.4.2.2 Samadhi dari Perspektif Media Objek
Sasaran
1) Samadhi
Svarupa adalah Samadhi yang
memakai rupa Tuhan sebagi objek sasaranya. Di depan bhakta yang akn melakukan Samadhi telah terpasang salah satu rupa
dari istadewata yang di pujanya.
2) Samadhi Nama dalam Samadhi Nama yang dijadikan objek sasaran adalah nama-nama Tuhan,
tanpa memakai Swarupa. Bhakta
dalam tahapan Dharana dan Dhyana berulang-ulang menyebutkan salah
satu nama suci Tuhan atau mantra yang mengangungkan Tuhan.
3) Samadhi
Sinar atau Jyotir adalah Samadhi dengan menggunakan bantuan
sinar, kemudian sinar tersebut di pusatkan pada cakra-cakara yang ada
pada tubuh manusia.
2.5
Persiapan Melaksanakan Japa Gayatri
Mantra
2.5.1
Pembersihan Diri
Persiapan awal ini sama
seperti layaknya kita melakukan persembahyangan puja Trisandhya: mandi membasuh muka, berkumur, siapkan kembang dan dupa
untuk membantu menciptakan suasana yang nyaman, siapkan genitri. Selain itu
kita juga mempersiapkan mental dengan cara memulai
perlahan-lahan memusatkan perhatian kepada Istadewata.
Kemudian lanjutkan dengan Trisandhya.
2.5.2
Waktu dan Tempat yang Nyaman
Waktu yang dianjurkan untuk bersamahii adalah saat Brahmamurta
yakni dari waktu di sekitar pukul 03.00 sampai pukul 06.00 atau 08.00. adapun alasan waktu ini
dikarenakan pada saat itu kondisi fisik manusia masih segar dan keadaan masih
dalam keadaan tenang, sehingga sangat membantu dalam pemusatan pikiran ( Jendra,
2003 : 22 ).
Menurut tantrasara,
japa pikiran bisa dilakukan di mana
saja sedangkan Lingga purana
menekankan pentingnya lingkungan tertentu untuk memberikan manfaat yang besar:
apabila melakukan japa dirumah
manfaatnya hanya akan sama dengan jumlah 108. Apabila melakukan japa di
kandang sapi maka manfaatnya 100 kali lebih besar. Jika japa dilakukan di pinggir sungai suci
maka pahalanya akan menjadi seratus ribu kali
dibandingkan kedua hal yang pertama.
Jika japa yang sama dilakukan
di depan pratimanya dewata maka
pahalanya sudah tidak bisa dihitung lagi (
Keshavadas, 1999:14 ).
Di dalam
bhagawad Gita, Sri Krisna mewejangkan aturan-aturan berikut untuk meditasi:
Suchau
dese pratishthapya,
Stiram
asanam atmanah,
Na
tyuchhhritam na tinicham,
Chailajina
kusottaram
( Bhagavadgita, VI.II )
Terjemahan:
Dengan
duduk teguh di tempat yang bersih, tidak tinggi tidak juga rendah ditumbuhi
oleh rumput suci kusa, diatasnya
kulit rusa dan kain silih berganti ( Jendra, 2003 :
9-10 ).
Yang
dimaksud disini adalah tempat yang bersih di atas tempat duduk yang kukuh dengan
rumput kusa (dharbasana), kulit menjangan dan kain yang di tempatkan tersusun
satu di atas yang lainnya kusa yang dibawah, kulit menjangan yang di tengah dan
kain yang paling atas), jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah,
seorang seharusnya duduk.
Guna alas
dalam melakukan Samadhi adalah mengurangi
gaya gravitasi bumi yang dapat menyerap energi yang ada pada tubuh kita.
Tempat untuk
melakukan japa hendaknya ditempat
yang bersih, nyaman, jauh dari gangguan-gangguan, seperti gangguan
binatang-binatang. tidak
bising oleh suara binatang atau suara lainnya. Duduk pada tempat yang sama setiap hari akan memberikan ketenangan sehingga
membantu menenangkan pikiran dan pemusatan pikiran pada suatu objek.
2.5.3 Sikap Tubuh
Untuk pemilihan sikap
tubuh sebenar dapat dilakukan oleh seseorang berdasarkan dari kenyamanan
seseorang yang melaksanakanya ( Sukhasana ). Sebab Samadhi
dapat dilakukan dalam dalam sikap apa saja semisal
sambil tidur, sambil santai, sampai bergelayutan di pohon seperti
kelelawar. Namun untuk
pemula para yogi menganjurkan
mempergunakan padmasana untuk
meditasi. Duduklah dilantai, tempatkanlah kaki di atas
paha kiri dan kaki kiri di atas paha kanan. Kedua
tumit harus menekan ke arah bagian bawah perut. Inilah
yang disebut asana teratai (padmasana) jagalah supaya punggung,
kepala, leher tetap tagak dan tetaplah demikian. Ambillah
napas panjang dan tetaplah waspada untuk tidak tegak. Asana dalam samadhi memiliki peranan penting, sebab hal ini yang menyebabkan
kekuatan dan ketekunan. Selain mudra atau postur dari tubuh dan lambang-lambang membawa keteguhan
hati. Disamping hanya melakukan latihan ini, kita harus memahami arti asana-asana ini yang akan secara cepat
memberikan kekuatan pikiran, penyinaran dan ketenangan. Didalam melaksanakan japa hendaknya punggung, kepala, dan
leher dan tetap seperti itu serta menatap ujung hidung dan tidak melihat
kejurusan yang lain.
Sikap
tangan ditaruh sejajar dengan badan dan meletaknya di atas lutut. Tangan kanan diatas lutut kanan dan tangan kiri diatas lutut kiri.
Tangan dan kanan dalam keadaan tenggadah, ibu jari dan jari
telunjuk saling bersentuhan. Jika memakai genitri maka genitri
dipegang oleh tangan kanan, kemudian genitri
diletakan melingkari jari tengah, manis dan kelingking
dan di putar kearah dalam dengan ibu jari.
Adapun makna filosofis dari sikap
jari-jari ini adalah: Ibu jari sebagai Paramaatman
( Tuhan ) harus senantiasa dekat dengan jari telunjuk
sebagai symbol atman. Selain itu
telunjuk dilambangkan sebagai ahamkara
( ego ) yang tinggi karena itu ego harus ditekan. Kemudian ketiga jari lainya adalah sebagi lambing Triguna. Ketiga guna tersebut harus dipisahkan dari atman dan paraatman oleh
sebab itulah antar ibu jari, telunjuk, jari tengah, manis dan kelingking tidak
disatukan ( Jendra,
2003 : 14-16 ).
2.5.4 Mantra Pembuka
Adapun mantra pembukaan sebelum melakukan Gayatri Mantram adalah sebagai berikut: Setelah sembahyang Trisadya
masih dalam sikap padmasana
diteruskan ber-japa. Sebelum ber-japa dalam sikap asana mengucapkan mantra
pembukaan sebagai berikut:
Om sandya mandalagata, Trimurti
svarupini,
Sarasvati ya savitri, tan vande Veda
mataram.
Terjemahannya:
Ya dewi Gayatri
yang berada pada lingkaran sinarnya matahari
Engkau yang
diberi gelar Trimurti
Engkau pula yang
disebut dengan sarasvati dan savitri
Engkau yang
dipuja sebagai Dewi Gayatri ibu dari segala Veda.
Makna mantra ini menjelaskan bahwa Dewi Gayatri yang berada pada lingkaran
sinarnya matahari atau “Surya” dimana
di dalam Veda “Surya” adalah Brahman,
sedangkan dalam Purana “Surya”
disebutkan sebagai Siva sebagai Deva dari segala Deva. Di dalam Gayatri-lah
ada Tri-murti atau Tri-murti ada di dalam Brahman = Tuhan. Didalam
Gayatri ada Sarasvati sebagai Dewi
Kebijaksanaan dan Savitri sebagai
sumber dari segala cahaya yang pada akhirnya memberikan kehidupan maka Savitri menjadilah Devi kemakmuran.
2.5.3 Tehnik Membangkitkan
Kundalini Melalui Gayatri Mantra
Ada tujuh
vyahrti atau wirama dalam gayatri-mantra. Ketujuhnya adalah: Om. Bhuh, om. Bhuva, om.
Maha, om janah, om tapah, om satyam. Penyembah
harus menjalankan disiplin berikut untuk membangunkan sakti: duduklah dalam posisi padmasana
atau siddhasana menghadap ketimur
atau ke utara.
1. Tutuplah mata dan semedhi kepada muladhara cakra pada dasar tulang belakang dan
tariklah napas. Bayangkan teratai berdaun empat ketika anda menahan napas.
Ketika anda mengeluarkan napas, ucapkanlah om bhuh.
2.
Rasakanlah bahwa sakti talah terbangun dan mencapai svadhisthana cakra, pada
pusat kemaluan. Tariklah napas dan ketika anda menahan napas di dalam,
semedhilah pada teratai berdaun enam. Ketika anda mengeluarkan napas, ucapkanlah
om bhuvah
3. Sekarang rasakanlah bahwa sakti telah memasuki manipura cakra, pada pusar. Ketika anda
menarik nafas dan kemudian menahannya, pusatkanlah pikiran pada teratai dengan
sepuluh daun. Dan ketika anda mengeluarkan napas ucapkan om
svah.
4. Sekarang skti itu menembus cakra keempat yang bernama anahata
cakra, pada pusat jantung. Tariklah napas dalam dan pusatkanlah pikiran
atas teratai berdaun dua belas ketika anda menahan napas dan ucapkanlah om mahah ketika napas keluar.
5. Ketika sakti memasuki visudha cakra yang terdiri dari enam belas daun, tariklah napas dan
semedhi kepada cakra tersebut ketika
sedang menahan napas dan ucapkanlah om janah ketika
mengeluarkan napas.
6.
Sekarang pusatkanlah pikiran anda ada pada pertemuan kedua alias yang
disebut ajna cakra, teratai dengan
dua buah daun. Dialah pusat dari mata yang ketiga. pusatkanlah
pikiran kepada sakti pada cakra ini ketika anda menarik napas dan
menahannya. Ketika mengeluarkan napas ucapkan om tapah.
7. Tarik dan tahanlah napas pusatkanlah pikiran seperti
di atas dan ketika anda mengeluarkan napas, ucapkanlah dhiyo yo nah procodayat (sinarilah buddhi ku).
Duduklah
dengan diam didalam meditasi untuk beberapa waktu, kemudian rasakanlah bahwa
Anda membawa kembali sakti dewi
kembali ke tempat persemayamannya yaitu pada dasar tulang belakang.
Ucapkanlah Om dan rasakanlah bahwa
dia kembali kepada pertemuan kedua alis dari cakra seribu daun. Sekarang
ucapkanlah ham dan rasakan kembali ke
cakra di leher. Yam
adalah mantra yang harus anda ucapkan ketika dia kembali ke anahata cakra. Dengan mantra ram, anda
harus mengembalikinnya ke manipura cakra. Sakti devi memercikkan amerta keseluruh
tubuh ketika dia kembali kepersemayamannya. Ucapkanklah vam ketika dia kembali ke svaddhisthana cakra. Akhirnya ucapkanlah lam ketika dia kembali ke muladhara cakra.
2.5.4 Mantra Penutup
Setelah selesai berjapa maka ucapkanlah mantra penutup yang di ambil dari
sloka: Bharadaranyaka Upanisad 1.3.28
sebagai mantra untuk memohon bimbingan spiritual yang isinya sebagai berikut:
Om asato ma
sad gamaya,
tamaso ma jyoitir
gamaya,
martyor ma amrtam gamaya,
Om Santih,
Santih, Santih Om
Terjemahanya :
Ya tuhan,
bimbinglah kami menuju kebenaran,
Bimbinglah
kami dari kegelapan ( pikiran ) menuju cahaya terang,
Bimbinglah
kami dari kematian menuju kehidupan yang abadi,
Semoga tercipta kedamaian di ketiga dunia.
Gayatri mantra yang dilaksanakan dengan tekun penuh keyakinan dan
kedisiplinan yang dilandasi dengan hati tulus iklas, dan jiwa yang suci akan
membakar semua pikiran-pikiran kotor, memusnahkan semua perbuatan-perbuatan
tidak baik, menuntun kejalan yang benar memberikan lindungan agar tidak
terjatuh dalam perbuatan-perbuatan tidak baik.
2.6 Simpulan
Japa
adalah pengulangan setiap mantra atau
nama Tuhan dengan terus-menerus. Di
jaman besi atau Kali Yuga ini saat
kebanyakan tubuh orang tidak baik, pelaksanaan hatha yoga secara kaku sangatlah sulit, sehingga japa merupakan jalan yang mudah menuju
realisasi Tuhan.
Salah satu mantra yang dapat digunakan
dalam ber-japa untuk mencapai Samadhi adalah Gayatri mantra karena Gayatri
mantra bersuber dari Veda (Rg. Veda mantra ke-10 sukta
ke-62 ) dan merupakan mantra yang
bersifat satvika.
Selain untuk mencapai Samadhi, Gayatri mantra juga dapat
digunakan untuk memperoleh sakti atau
sidhi.
Seseorang akan memperoleh jika ia mampu memusatkan
pikiran pada cakra-cakra yang
terdapat dalam tubuhnya. Kemudian menggerakan devi kundalini yang ada di muladhara cakra
menuju sahasrara cakra.
Daftar Pustaka
Jendra,
I Wayan, 1998, Cara Mencapai Moksa di Jaman Kali. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.
Jendra,
I Wayan, 2003, Samadhi Hening Tanpa Kata. Denpasar: Pustaka Manik Geni.
Keshavadas,
Sant, 1999, Gayatri, Semedhi Maha Tinggi
(Alih Bahasa oleh Agus S. Mantik). Denpasar:
Pustaka Manik Geni.
Putra,
I Nyoman, 2010, Dasyatnya Mantra Gayatri Menghancurkan Batu Cadas Ahamkara. Surabaya: Paramita Surabaya.
Putra,
I.G.A.G dan Sadia, I Wayan.2009. Vrhaspati Tatwa. Alih
Bahasa. Surabaya:
Paramita Surabaya.
Sivananda, Svami, 1998, Japa Yoga Cara Paling Efesien dan Efektif
Untuk Mencapai Dharma, Artha, Kama dan Moksha Pada Jaman Kali (Alih Bahasa
Oleh Made Aripta Wibawa).
Surabaya: Paramita Surabaya.
Somvir,
2001, 108 Mutiara Veda Untuk Kehidupan Sehari-hari. Surabaya: Paramita Surabaya.
Suka Yasa, I wayan,
dkk.2006.
Yoga Marga Rahayu.
Denpasar: Penerbit Widya Dharma dan Tim PIA Fakultas Ilmu Agama Universitas
Hindu Indonesia.
keren tulisannya, izin share ya. buat refern d blog saya di arya-bhairava.blogspot.com baru belar nie..hehe
BalasHapusTulisan yg bagus, semoga menginspirasi anak muda hindu melineal yg lain. Teruslah berkarya subhakarma, om tat sat swaha om
BalasHapus