BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Upacara Yadnya
merupakan wahana untuk menggerakkan semua isi alam termasuk manusianya untuk
ditingkatkan menuju kehidupan yang semakin meningkat baik dalam kehidupan
phisik material maupun menteal spiritual. Karena berkehidupan beryadnya dalam
aktivitas beragama Hindu demikian dominanya dikalangan masyarakat Hindu maka
amat diperlukan suatu tuntunan yang bersifat peraktis agar pelaksanaan Panca
Yadnya itu berkualitas. Dalam pembahasan ini akan lebih mengkhusus membahas
tentang pelaksanaan Dewa Yadnya merupakan persembahan dan korban suci yang
tulus ikhlas yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai
manifestasinya.
Kegiatan Upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan pada hari-hari raya
tertentu dengan berdasarkan Lontar Sundarigama yaitu hari Purnama maupun Tilem
yang ditujukan kehadapn Sang Hyang Candra dan Sang Hyang Surya. Pada saat ini
sepatutnya melakukan upacara penyucian diri baik lahir maupun batin.
Untuk hari raya berdasarkan Pawukon
dapat dilihat pada hari Some Ribek, Sabuh Mas, Pagerwesi, Tumpek Landep dan
masih banyak Hari raya lainnya. Kemudian untuk hari raya berdasarkan Panca Wara
dapat dikaji pada saat hari kliwon, Anggara Kasih, Hari Rabu Kliwon, Buda
Cemeng dan sabtu Kliwon yang disebut dengan Tumpek dan Upakara yang berdasarkan
hari-hari tertentu lainnya dapat dikaji pada waktu gerhana bulan, gerhana
matahari, upakara mantenin dan upakara yang dipersembahkan di dalam lumbung.
1.2 Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah
dijabarkan dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada
Hari Purnama maupun Tilem?
1.2.2 Bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada
Hari Raya Berdasarkan Pawukon?
1.2.3 Bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada
Hari Raya berdasarkan Panca Wara?
1.2.4 Bagaimana Pelaksanaan Upakara Dewa Yadnya pada
Hari-Hari Tertentu Lainnya?
1.3 Tujuan.
Tujuan yang ingin di capai dari
rumusan masalah yang telah disampaikan yaitu sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upacara
Dewa Yadnya pada Hari Purnama maupun Tilem.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upacara
Dewa Yadnya pada Hari Raya Berdasarkan Pawukon.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upacara
Dewa Yadnya pada Hari Raya Berdasarkan Panca Wara.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upakara
Dewa Yadnya pada Hari-Hari Tertentu Lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hari Purnama maupun Tilem
Purnama
dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan
karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap
malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam
pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30
atau 29 hari sekali.
Pada hari
Purnama maupun tilem (bulan mati) adalah hari beryoganya Sang Hayng Wulan
(Bulan) dan matahari (Sang Hyang Surya). Pada hari ini sepatutnya melaksanakan
upacara bersuci diri lahir dan bathin dengan jalan menghaturkan canang
wangi-wangi seperti canang burat wangi, lenga wangi dan sejenisnya, dihaturkan
ditempat pemujaan masing-masing keluarga dilanjutkan dengan mohon tirta (air
suci). Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam
jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula.
Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam
hubungan dengan pemujaan kepada Hyang Widhi.
Hari raya
berdasarkan atas Sasih yang jatuh pada saat Purnama atau Tilem terdiri dari:
1)
Sasih Kapat
Pada
Purnama Kapat merupakan tempat beryoganya Bhatara Parameswara sebagai wujud
sebagai Sang Hyang Purusangkarayang diiringi oleh para dewa dan
widyadara-widyadari, sedangkan pada Tilem Kapat dilakukan penyucian bathin
kehadapan para Widyadara-widyadari
2)
Sasih Kapitu
Hari
ini merupakan hari raya Siwaratri. Purwaning Tilem Kapitu yang disebut dengan
Pejagran yaitu beryoganya Sang Hyang Siwa. Pada saat ini dilakukan penyucian
diri atas segala bentuk Noda dan Dosa dengan melakukan Tapa, Bratha, Yoga dan
Semadhi.
3)
Sasih Kedasa
Pada
tanggal penanggal “Apisan” (pertama=1) yaitu bulan terang pertama, sasih kedasa
disebut dengan Hari Raya Nyepi yang merupakan Hari Raya Tahun Baru Saka. Pada
hari ini turunnya Sanghyang Dharma. Pada purnama sasih kedasa sebagai tempat
beryoganya Sanghyang Surya Amertha pada Sad Khayangan Wisesa. Hari ini
dilakukan pula penyucian diri dengan melakukan Tapa, Brata, Yoga dan Semadhi
dan juga dengan taat melakukan Catur Bratha Penyepian.
2.2
Hari Raya Berdasarkan Pawukon
1)
Hari Senin Pon Wuku Sinta, disebut Hari Some Ribek
Hari
ini merupakan hari sebagai pemujaan Dewi Sri. Pelaksanaan pemujaannya dengan
cara menghaturkan upacara di lumbung serta penyimpanan beras berupa : nyahnyah,
geringsing, geti-geti disertai dengan pisang mas serta wangi-wangian.
2)
Hari Selasa Wage wuku Sinta, disebut Hari Sabuh Mas
Hari
raya Sabuh Mas ini merupakan hari pesucian Bhatara Mahadewa. Pelaksanaannya
dilakukan dengan menghaturkan upakara berupa: suci 1, pras penyeneng, serta
sesayut mertha sari, lenga wangi, burat wangi serta pesucian. Upakara tersebut
diletakkan ditempat pemujaan atau pelangkiran di atas tempat tidur. Setelah
dihaturkan upakara tersebut selanjutnya diayab oleh anggota keluarga. Melakukan
upacara ini mengandung maksud bahwa dalam kehidupan sehari-hari, hendaknya
setiap umat agar senantiasa mengutamakan untuk menampilkan kemuliaan tingkah
lakudan kepribadian yang baik.
3)
Hari Rebo Kliwon wuku Sinta, disebut Budha Kliwon Pagerwesi
Hari
ini adalah hari peyogaannya Sang Hyang Siwa dalam manifestasinya sebagai Sang
Hyang Pramesti Guru disertai oleh para dewa, menciptakan dan mengembangkan
kelestarian kehidupan di dunia ini. Upakaranya : Suci 1, daksina 1, pras
penyeneng, sesayut panca lingga, penek, ajuman, serta buah-buahan, wangi-wangi
serta kelengkapannya. Upakara tersebut dipersembahkan di sanggah kemulan.
4)
Hari Sabtu Kliwon wuku Landep, disebut Tumpek Landep
Hari
Tumpek Landep merupakan hari pujawalinya Bhatara Siwa serta hari peyoganya
Hyang Pasupati. Upakara yang dipersembahkan kehadapan Bhatara Siwa berupa :
Tumpeng putih dan kuning satu dulang, dagingnya daging ayam, ikan asin, terasi
warna erah, sedah who 25 biji. Sedangkan upakara yang ditujukan kehadapan
Bhatara Pasupati berupa: Sesayut Pasupati 1, sesayut jeyeng perang 1, suci,
daksina, peras, canang wangi, pasucian. Pemujaan dilaksanakan melalui senjata
dan barang-barang yang serba lancip lainnya. Makna dari Upacara ini yaitu
memohon kehadapan Hayng Pasupati agar
berkenan menganugrahi ketajaman pikiran, serta ketangguhan dalam menghadapi
perjuangan hidup.
5)
Hari Umanis wuku Ukir
Hari
ini merupakan hari pujawalinya Bhatara Guru. Upacara ini dilaksanakan di
Sanggar Kemulan dengan mempersembahkan : pengambeyan 1, sedah ingapon 25,
canang wangi-wangi. Umat/anggota kelurga semua hendaknya melakukan
persembahyangan memuja Bhatara Guru melalui Sanggah Kemulan masing-masing.
6)
Hari Selasa. Kliwon wuku Kulantir
Hari
ini merupakan hari puja walinya Bhatara Mahadewa. Upakaranya serba kuning
terdiri dari: nasi pangkonan, kuning, dagingnya daging ayam warna putih, paruh
dan kakinya warna kuning (ayam putih siungan) diolah berupa betutu, sedah woh
22. Pemujaan dilakukan melalui Sanggah Kemulan dan dilanjutkan dengan
melaksanakan persembahyangan seperti di atas.
7)
Hari Sabtu Kliwon wuku Wariga, disebut Tumpek Panguduh
Pemujaan
pada hari ini ditujukan kehadapan Sanghyang Sangkara, beliau yang menciptakan
dan melestarikan semua tumbuh-tumbuhan yang memberi kemakmuran dan
kesejahteraan bagi kehidupan di dunia ini. Upakaranya dilaksanakan melalui
tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat dan menunjang bagi kehidupan manusia seperti
pohon kelapa, pohon buah-buahan, pohon-pohon yang berbunga dan lain sebagianya.
Jenis upakaranya
berupa : Pras, tulung, sesayut pengambeyan, bubur suyuk, tumpeng agung,
dagingya daging babi guling atau guling itik (menurut kemampuan masing-masing)
dilengkapi buah-buahan, penyeneng dan tetebus. Makna dari upacara ini yaitu
memohon kehadapan Sang Hyang Sangkara sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan agar
tumbuh-tumbuhan dapat hidup dengan subur dan memberi bunga serta buahnya yang
dibuthkan dalam kehidupan terutama dalam menyambut hari raya galungan 25 hari
mendatang.
8)
Hari Kamis Wage wuku Sungsang, disebut Sugihan Jawa
Hari
ini adalah hari pembersihan alam semesta dengan segala isinya. Oleh karena hari
ini dipandang sebagai turunnya para Dewa diiringi oleh para leluhur akan
menerima saji persembahan umatnya sampai dengan hari raya Galungan dan
Kuningan. Pelaksanaan upacara ini dengan menghaturkan upakara pererebon di
Sanggah/Merajan serta tempat suci lainnya dilanjutkan dengan persembahyangan.
9)
Hari Jumat Kliwon wuku Sungsang, disebut Sugihan Bali
Hari
ini merupakan hari berbersih diri dengan melaksanakan tirtha gocara, serta
usaha-usaha untuk menyucikan diri lainnya.
10)
Hari Minggu Paing wuku Dunggulan disebut Penyekeban
Hari
ini dipandang sebagai turunnya Sang Kala Tiga Wisesa yang akan menjadi Bhuta
Galungan, hendak mengganggu dan menggoda manusia yang akan melaksanakan Hari
Raya Galungan. Oleh karena itu dianjurkan kepada seluruh umat agar waspada dan
meningkatkan kesucian dan pengendalian diri agar tidak dimasuki oleh
kekuatan-kekuatan negatif dari Sang Bhuta Galungan.. Dalam rangka persiapan
menyambut hari raya Galungan, dalam prakteknya hari ini memeram buah-buahan
yang masih mentah, agar masak pada hari raya Galungan tiga harinya lagi.
11)
Hari Senin Pon, wuku Dungulan disebut hari Penyajaan
Dalam
prakteknya biasanya pada hari ini mulai membuat jajan untuk persiapan hari raya
Galungan tidak ada upakara yang dipersembahkan, namun diharapkan umat lebih
sungguh-sungguh meningkatkan pengendalian dan kesucian diri agar berhasil untuk
senantiasa memenangkan kebenaran diatas ketidak benaran dalam setiap langkah
perbuatan.
12)
Hari Selasa Wage wuku Dungulan disebut Penampahan Galungan
Dalam
prakteknya pada hari ini dilaksanan pemotongan hewan untuk persiapan hari raya
galungan (Agastia, 2000:60). Upakara yang dipersembahkan berupa: Segehan Manca
Warna Tiga, Sodan, Tebasan Galungan dan sarana upakara lainnya. Pada hari ini
adapun upakara yang ditatab oleh umat (anggota keluarga) adalah : sesayut
biyakala, dilengkapin dengan sesayut.tetebasansapuh lara dan sebaginya.
Pelaksanaanya dilakukan pada sore hari
(sandi kala) bertempat dihalaman rumah masing-masing. Setelah itu
memasang penjor yang dilengkapi dengan jajan,buah, umbi dan kelengkapan
lainnya. Disamping penjor tersebut dipasang sanggah penjor untuk menempatkan
upakara/banten penjor.
13)
Hari Rabu Kliwon wuku dungulan, disebut Hari Raya Galungan
Dalam
lontar Sundarigama disebutkan mknanya yaitu : Patitis adnyana sandi galang apadang, maryakna sarwa byaparining idep.
Artinya melaksanakan pemusatan pikiran menuju pada kesucian diri agar besih dan
suci serta menghilangkan semua pengaruh pikiran negatif yang membawa pikiran
kacau dan kotor. Pelaksanaannya dengan melaksanakan persembahan para Dewa dan
leluhur. Juga menghaturkan upakara anatara lain : di tempat-tempat suci,
plangkiran yang ada di tempat tidur, lumbung, dapur, Tugu, Pura Melanting,
pangulun setra, pangulun desa, pangulun sawah, pangulun pangkung, pangulun
bendungan, serta perlengkapan rumah tangga. Untuk upakara yang di persembahkan
seusai dengan Desa, Kala dan Patra masing-masing.
14)
Hari Minggu Wage wuku Kuningan, disebut Ulihan
Maknanyua
adalah pemujaan untuk mengantar kembali para dewa dan leluhur kembali ke
alamnya setelah menganugrahi panjang umur. Upakara yang dipersembahkan seperti
: ketupat, canang raka, wangi-wangi, dilanjutkan dengan tirta gocara.
15)
Hari Senin Kliwon wuku Kuningan disebut dengan Pemacekan Agung
Pada
sore harinya (sandi kala) melaksanakan upacara segehan agung di halaman luar.
Maknanya yaitu mengembalikan Bhuta Galungan agar tidak menggoda lagi.
16)
Hari Rabu Paing wuku Kuningan
Hari
ini adalah puja wali Bhatara Wisnu, upakaranya : sedah ingapon, putih ijo,
jambe, 26 tumpeng ireng serta kelengkapan semampunya. Pelaksanaan Upakara
tersebuut dilaksankan di Sanggah/Merajan maisng-masing.
17)
Hari Jumat Wage wuku Kuningan, disebut dengan Penampahan Kuningan
Tidak
ada upacara yang dilaksanakan hari ini hanyalah diperuntukkan bagi persiapan
upacara yang akan dipersembahkan pada hari raya Kuningan keesokan harinya.
Persiapan batin dilakukan dengan tetap melaksanakan pengendalian diri dan
menghilangkan pikiran yang kotor.
18)
Hari Sabtu Kliwon wuku Kuningan, disebut Hari Raya Kuningan
Turunnya
kembali para Dewa diiringi oleh para leluhurnya untuk bersuci dan menyaksikan
persembahan umatnya. Upakara yang dipersembahkan sesuai dengan Desa, Kala dan
Patra masing-masing. Pelaksanaan upacara hari rarya Kuningan hendaknya sudah
selesai dilakukan sebelum tengah hari. Sebab menurut kepercayaan setelah tengah
hari para Dewata dan leluhur akan kembali ke alamnya.
19)
Hari Rabu Kliwon wuku Paang, disebut Buda Kliwon Pegat Uwakanatau Pegat Warah
Hari
ini merupakan rangkaian terakhir dari pada hari raya Galungan dan Kuningan yang
telah dilaksanakan tapa, brata, yoga dan semadhi uuntuk meningkatkan
pengendalian diri dan pencerahan rohani, maka hari ini dilaksanakanlah yoga
sedamdhi dengan renungan dan pemusatan pikiran yang ditujukan kehadapan Tuhan
sebagai maha pencipta sumber asal segala yang ada di dunia ini. Upacara ini
memberi makna perlunya pembersihan upacara besar seperti Galungan dan Kuningan
tersebut untuk kesehatan, kesuburan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup di dunia
ini.
20)
Hari Buda Wage, wuku Kelawu
Hari
Buda Wage wuku Kelawu merupakan puja walinya Bhatara Rambut Sedana. Upakara
yang dipersembahkan : Suci, ajuman, peras, panyeneng, sodan putih kuning.
Upakara tersebut dipersembahkan kehadapan Sang Hyang Rambut Sedana yang
dilakukan melalui pralingganya seperti Mas, Perak, Permata dan kekayaan
lainnya.
21)
Saniscara Kliwon wuku Uye, disebut Tumpek Kandang
Pelaksanaan
upacaranya dilakukan melalui binatang-binatang besar berkaki empat seperti
sapi, babi, kerbau dan sebaginya maupun binatang bersayap seperti ayam.
Janis upakaranya
adalah sebagai berikut :
1. Upakara di
Sanggar, dipersembahkan kehadapan Bhatara Siwa dalam manifestasi sebagai Sang
Rare Anggon yang menguasai semua binatang besar maupun kecil, dengan upakara :
suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi burat wangi dan pasucian.
2. Upakara untuk jenis
binatang yang besar seperti sapi, kerbau dan sejenisnya : tumpeng tetebasan,
pereresikkan, penyeneng dan jarimpeng.
3. Upakara untuk binatang jenis
babi : canang raka, anaman, balekok dan blayag.
4. Upakara untuk jenis
burung, seperti ayam dan sebagainya : anaman ayam, angsa, iitik. Semuanya menurut
jenisnya disertai pula dengan penyeneng, tetebus dan kembang pahyas.
22)
Hari Jumat Wage wuku Wayang, disebut Tumpek Wayang
Hari ini adalah pertemuan wuku Wayang dengan Sinta,
karena itu dianggap hari yang leteh/campur.
Tidak baik untuk bebersih diri, berminyak wangi, bersisir. Yang patut
dilaksanakan pada hari ini adalah membuat paselag
(tanda dengan gambar silang) di hulu hati dengan kapur sirih, serta
memasang penghalang (seselat) dengan
daun pandan yang berduri di bawah tempat tidur. Keesokan harinya seselat pandan tersebut dikumpulkan
ditempatkan pada sebuah ayakan disertai segehan, api takep dan dibuang di luar
rumah.
23)
Hari Sabtu Kliwon wuku Wayang, disebut Tumpek Wayang
Tumpek Wayang merupakan puja wali Bhatara Iswara.
Pelaksanaan pemujaannya dilakukan melalui semua jenis yang bisa bersuara
seperti : gong, gender, gambang, gendongan, serta wayang. Upakara yang
dipersembahkan berupa : suci, peras, ajengan, dagingya daging itik putih, sedah
who, canang raka, pasucian serta kelengkapannya. Upakara untuk umat (anggota
keluarga) : sesayut emping guru 1, prayascita dan penyeneng. Adapun makna dan
simbolosnya adalah Sang Hyang Iswara sebagai dalang dan perbuatan adalah
sebagai pengunatpnya (yang mengundang). Pada dasarnya Sang Dalang dalam hal ini
Sang Hyang Iswara tidak akan memberikan peranannya dalam kehidupan ini bila
umat manusia tidak berbuat apa-apa. Oleh karena itu patutlah umat manusia
menampilkan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar agar Sang Hyang Iswara
berkenan menganugrahi dengan peran yang baik pula.
24)
Saniscara Umanis wuku Watugunung, disebut Hari Raya Saraswati
Hari
raya Saraswati adalah pujawalinya Sang Hyang Aji Saraswati sebagai peringatan
turunnya ilmu pengetahuan. Upakara yang patut dipersembahkan sesuai dengan
nista, madia dan utama/ sesuai dengan pengetahuanm. Pelaksanaannya semua
pustaka suci sebagai lingganya Sang
Hyang Haji Saraswati, sebelum diberi upacara terlebih dahulu dibersihkan,
kemudian dikumpulkan disuatu tempat untuk diberi upacara sesuai dengan
tingkatan tersebut .
25)
Hari Minggu Pon wuku Sinta disebut dengan Banyu Pinaruh
Pelaksanaannya dengan cara bebersih diri pada sumber mata
air saat matahari beru terbit di ufuk timur berkeramas dengan kumkuman (air
bunga). Setelah itu mempersembahkan labaan berupa nasi kuning serta jamu-jamu
di sanggar. Setelah dipersembahkan kemudian dinikmati (dimakan) bersama-sama
anggota keluarga.
2.3
Hari Raya Yang Berdasarkan Panca Wara
1.
Hari Kliwon:
Hari payogan/semadinya Bhatara Siwa. Umat Hindu pada hari
ini dianjurkan untuk melaksanakan tapa, bertirta gocara bersuci diri, dan
menyucikan pikiran.
Upakara yang dipersembahkan antara
lain :
a)
Di Sanggar dan Pelangkiran di atas
tempat tidur mempersembahkan : canang lenga wangi dan burat wangi.
b)
Menghaturkan segehan kepelan dengan lauk
garam dan bawang jae, masing-masing dipersembahkan :
Ø Di
natar rumah dipersembahkan kehadapan Sang Kala Bucari,
Ø Di
natar Sanggah/Merajan dipersembahkan kehadapan Sang Bhuta Bucari,
Ø Di
halaman luar rumah dipersembahkan kehadapan Sang Durgha Bucari.
Ketiganya
itu diberi labaab dan diminta untuk menjaga pekarangan rumah dengan segala
isinya. Khusus pada hari Kajeng Kliwon. Upakaranya sama dengan di atas,
ditambah dengan segehan warna 9 tanding dipersembahkan di halaman luar rumah
kehadapan Sang Bhuta Bucari dan di Sanggar yang ada di samping pintu keluar
mempersembahkan Canang lenga wangi burat wangi ditujukan kehadapan Sang Hyang
Durgha Dewi.
2.
Hari Selasa Kliwon , disebut Anggara Kasih.
Hari
ini adalah hari payogan Bhatara Rudra beliau beryoga untuk menghilangkan
kekotoran alam semesta. Bagi umat Hindu dianjurkan juga untuk melaksanakan yoga
untuk menghilangkan mala petaka dan rintangan yang ada pada diri sendiri.
Upakara yang dipersembahkan antara
lain : Canang lenga wangi burat wangi, dipersembahkan di Sanggar dan di
Pelangkiran di atas tempat tidur dan dilanjutkan dengan mohon air suci (tirta
gocara).
3.Hari
Rabu Kliwon.
Hari
ini adalah hari pasucian Sang Hyang Bayu. Pemujaa ditujukan kehadapan Sang
Hyang Nirmala Jati, dengan upakara : wangi-wangi (canang lenga wangi burat wangi), canang yasa, kembang pahyas,
dipersembahkan di Sanggar dan di Pelangkiran di atas tempat tidur. Maknanya
adalah mohon keselamatan tri mandala (tri bhuwana).
4.
Hari Rabu Wage disebut Buda Cemeng.
Hari
payogan Bhatari Manik Galih, menurunkan Sang Hyang Ongkara Mretha (sumber
kehidupan) di dunia ini. Pelaksanaan pemujaannya dengan menghaturkan canang
lenga wangi di Sanggar dan di
Pelangkiran di atas tempat tidur, ditujukan kehadapan Hyang Sri Nini. Pada
malam harinya melaksanakan yoga diyana dan samadhi.
5.
Hari Sabtu Kliwon disebut Tumpek.
Maknanya
adalah sebagai hari untuk mengingatkan agar umat manusia tidak melupakan dan
tidak menjauh dari Hyang Maha Wisesa (Tuhan Maha Pencipta). Sebab segala yang
ada di dunia ini diciptakan oleh beliau Yang Maha Wisesa.Upacara seperti di atas. Pada malam harinya tidak
diperkenankan bekerja melainkan hanya bersuci diri, melakukan perenungan dan
pemusatan pikiran yang ditujukan kehadapan Sang Hyang Dharma.
2.4 Upakara Pada Hari-Hari Tertentu Lainnya
1)
Pada waktu gerhana bulan :
Adalah bertemunya pada satu garis
lurus antara bulan dan matahari. Upakara yang patut dipersembahkan adalah :
canang lenga burat wangi, buah-buahan, bubur biaung, disertai penek putih
kuning adananan, beserta bunga yang berbau harum, rujak, rantasan putih, dan
dupa astanggi. Dan lagi dianjurkan agar melaksanakan tapa dhyana, samadhi, dan
membaca cerita-cerita yang utama seperti parwa-parwa dan sejenisnya dihalaman rumah,
sambil memuja Sang Hyang Surya Candra.
2)
Pada waktu gerhana matahari.
Pelaksanaan
dan upacaranya sama dengan gerhana bulan tersebut diatas.
3)
Upakara mantenin.
Upacara
ini dilaksanakan setelah selesai panen dan padi umumnya telah dinaikan ke-lumbung.
Upacara ini ditunjukan kehadapan Dewi Sri sebagai cetusan rasa syukur dan
terimakasih atas keberhasilan panen dan mohon agar senantiasa diberkahi
sehingga hemat dalam penggunaannya sehari-hari. Upakaranya adalah sebagai
berikut :
1.
Upakara dibawah didepan lumbung :
Caru ayam brunbun dan segehan agung.
2.
Upakara di depan pintu lumbung :
Nasi pangkonan putih, lauknya putih telor
diletakan diarah timur;
Nasi pangkonan merah lauknya
kacang-kacangan diletakan di arah selatan;
Nasi pangkonan kuning lauknya kuning telor
diletakan diarah barat;
Nasi
pangkonan hitam lauknya jenis-jenis ikan sungai dan diletakan di arah utara;
Nasi
pangkonan campuran lauknya campuran dan diletakan diarah tengah;
Upakara
tersebut juga dilengkapi dengan jajan, pala bungkah, pala gantung, buah-buahan,
canang burat wangi atau jenis canang yang lainnya. Didepan pintu lumbung juga
didirikan sebuah penjor beserta dengan kelengkapannya.
3. Upakara
yang dipersembahkan didalam lumbung :
dengan
tindakan yang sederhana, upakaranya adalah peras, ajuman, daksina, ketipat
kelanan, canang burat wangi. Dengan tingkatan yang lebih besar upakaranya sama
seperti diatas, ditambah dengan suci 5 soroh dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Suci yang diletakan diarah timur dipersembahkan kehadapan Bhatari Uma.
b. Suci yang diletakan diarah selatan
dipersembahkan kehadapan Bhatari Saraswati.
c. Suci yang diletakan diarah barat
dipersembahkan kehadapan Bhatari Sri Mahadewi.
d. Suci yang diletakan diarah utara
dipersembahkan kehadapan Bhatari Sri Dewi
e. Suci yang diletakan diarah tengah
dipersembahkan kehadapan Bhatari Saraswati Dewi.
Khusus suci yang ditengah juga
dilengkapi dengan beberapa jenis upakara seperti Tumpeng Agung, tadah pawitra,
pasucian, beberapa jenis cau (sejenis jejahitan berisi nasi dan lauk-pauknya)
serta ayaban seperti piodalan alit. Pada pelaksanaan upacara mantenin,
disamping mempersembahkan upakara seadanya, dibeberapa tempat antara lain ;
sumur, tempat beras, alat-alat perlengkapan pertanian, tempat air, dan lain-lainnya.
Sebelum dilaksanakan upacara mantenin, para petani biasanya pantang untuk
menumbuk padi hasil panennya itu.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari materi yang telah
di uraikan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan Upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan pada hari-hari raya
tertentu dengan berdasarkan Lontar Sundarigama yaitu hari Purnama maupun Tilem
yang ditujukan kehadapn Sang Hyang Candra dan Sang Hyang Surya.
Untuk hari raya berdasarkan Pawukon
dapat dilihat pada hari Some Ribek, Sabuh Mas, Pagerwesi, Tumpek Landep dan hari
raya yang berdasarkan Pawukon lainnya. Kemudian untuk hari raya berdasarkan
Panca Wara dapat dikaji pada saat hari Kliwon, Anggara Kasih, Hari Rabu Kliwon,
Buda Cemeng dan sabtu Kliwon yang disebut dengan Tumpek dan Upakara yang
berdasarkan hari-hari tertentu lainnya dapat dikaji pada waktu gerhana bulan,
gerhana matahari, upakara mantenin dan upakara yang dipersembahkan di dalam
lumbung. Sarana dan prasarana upakara yang dipersembahkan disesuaikan dengan
desa, kala dan patra masing-masing.
3.2
Saran
Kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Karena kita sebagai calon
pendidik agama sangat perlu mempelajari tentang upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan
pada hari-hari raya dan hari-hari tertentu lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agastia,
Ida Bagus Gede, dkk. 2000. Panca Yadnya. Denpasar:
Pemerintah Provinsi Bali.
Swastika,
I Ketut Pasek, ----. Penutuk Yadnya dan Rerahinan Hindu. Denpasar: CV. Kayu Mas
Agung.
Anonim.2012.
“Upacara Dewa Yadnya Hari Purnama dan
Tilem . Tersedia pada http://www.hindubatam.com/upacara/dewa-yadnya/hari-purnama-dan-tilem.html.
diakses tanggal (24 September 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...