WEDA
1.
Pengertian Weda
Ada beberapa pengertian
Weda,adapun pengertianya meliputi:
1.1 Weda sebagai kitab suci Hindu
Weda sebagai kitab suci
agama hindu artinya bahwa manuskrip (kitab) ini diyakini dan dipedomani oleh
umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan
dalam kehidupan mereka sehari-hari ataupun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
tertentu. Dan karena sifat isinya dan yang menurunkannya pun adalah Tuhan yang
dianggap Maha Suci.
1.2 Weda
sebagai ilmu pengetahuan
Weda berasal dari urat kata wid, yang
artinya mengetahui, jadi secara etimologi weda bisa diartikan sebagai
pengetahuan. Dalam arti luas weda mencakup dimensi sebagai pengetahuan rohani
maupun pengetahuan jasmani (duniawi).
1.3 Weda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa
Pengertian Weda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa adalah
merupakan pengertian yang amat sangat penting didalam memahami weda itu
sendiri. Sruti dan Smrti kedua-duanya adalah sama dan yang dimaksudkannya ialah
bahwa baik Sruti dan Smrti kedua-duanya diterima sebagai Weda.
1.4Weda adalah Mantra
Weda disebut sebagai mantra karena sebagian isi
yang terkandung di dalamnya berisikan mantra-mantra suci. Pengertian ini dapat
kita angkat dari satu konsep penjelasan yang menguraikan bahwa Sruti itu
terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1.4.1 Mantra, yaitu untuk menamakan semua Kitab Suci yang Hindu yang
tergolong Catur Weda, yaitu Rgweda, Yajurweda, Samaweda, dan Atharwaweda.
1.4.2 Brahma atau Karmakanda,
yaitu untuk menamakan semua jenis buku yang merupakan suplemen kitab Mantra,
yaitu isinya khusus membahas aspek karma atau yajna.
1.4.3 Upanisad, yaitu penamaan semua macam buku Sruti yang terdiri
atas 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad. Isinya khusus membahas aspek pengetahuan
yang bersifat filsafat.
Dengan demikian
Weda adalah satu perwujudan yang amat disucikan dan dihormati oleh umat Hindu.
Weda adalah merupakan sang Hyang Weda yang harus dipedomani untuk mendapatkan
kebenaran dan membimbing manusia menuju pada upaya peningkatan kesejahteraan.
A. Bahasa Dalam Weda
Bahasa yang
dipakai dalam Weda adalah bahasa Sanskerta, karena yang menerima wahyu dalam
hal ini para Maha Rsi berasal dari India yang mempergunakan bahasa Sanskerta
sehingga dalam menulis Weda mempergunakan bahasa Sanskerta. Namun, Istilah
bahasa Sanskerta adalah istilah baru yang diperkenalkan oleh Panini. Panini
mengemukakan bahwa bahasa Weda adalah bahasa para dewa-dewa. Bahasa Dewa
dikenal dengan sebagai Daiwi Wak. Daiwi Wak sesungguhnya artinya “sabda
dewata”. Dengan demikian walaupun Weda dilihat dari bahasa yang dipakai
adalah Daiwi Wak sedangkan bahasa yang
dipakai dalam sastra, Seperti Dharmasatra, Itihasa, Purana dan lain-lain
dikenal denagn nama bahasa Sanskerta
B. Cara Weda Diwahyukan
Salah
satu cara untuk dapat memberi penjelasan dan ulasan tentang turunnya wahyu itu dapat kita ungkapkan dari berbagai
teori dan keterangan tentang turunnya Weda itu.
B.1 Teori pertama menyatakan bahwa wahyu itu
diturunkan dengan cara wahyu tersebut masuk ke dalam pikiran para Rsi sebagai
penerima wahyu dan dari dalam pikiran itu masuk ke dalam hatinya sehingga
tersusun pengertian atau kesan.
B.2 Teori kedua menyatakan bahwa Weda diwahyukan
dengan cara para Maha Rsi seolah-olah mampu melihat kejadian tertentu yag
kemudian diulas menjadi Weda.
B.3 Teori ketiga mengemukakan turunnya wahyu yang
sifatnya lebih abstrak, misalnya dimulai dari suara-suara gema biasa yang lebid
di ibaratkan sebagai suara pada AUM atau gemanya lonceng. Istilahnya sering
dipergunakan laksana ONGKARA atau Swara Nada. Dari gema itulah akhirnya sebagai
pertanda yang kemudian membentuk semacam pengertian pada seorang Rsi yang
mempunyai kemampuan untuk menerimanya.
Untuk
menegaskan ketiga teori di atas, sastra hindu memberikan sistem penuntunannya
tentang cara pembuktian sebagai cara untuk mencari kebenaran ilmiah. Secara
teoritis ilmiah dikemukakan tentang teori “Tri Premana” yaitu tiga cara untuk
mendapatkan kebenaran atau pengetahuan yang benar, yang meliputi:
1.
Pratyaksa premana
2.
Anumana Pramana
3.
Sabda (Agama) Pramana
C.
Maha
Rsi
Nabi-Nabi
di dalam bahasa Sanskerta dikenal dengan nama “Rsi”. Sekedar untuk membedakan
istilah Rsi sebagai gelar yang dipergunakan untuk golongan Brahmana Waisnawa,
maka untuk Rsi pada jaman dahulu sering dipakai istilah “Maha Rsi” untuk
tokoh-tokoh agama Hindu yang tergolong jenis “Nabi”.
Di dalam
kitab Matsya Purana maupun di dalam Brahmanda Purana kemudian dikutip pula di
dalam Puranic Encyclopedia, terdapat pengelompokan Maha Rsi menjadi lima macam, yaitu :
C.1
Kelompok Brahma Rsi,
C.2
Kelompok Satya Rsi,
C.3
Kelompok Dewa Rsi,
C.4Kelompok
Sruta Rsi, dan
C.5
Kelompok Raja Rsi.
Selain itu terdapat pula keterangan
lain yang menyebutkan kelompok “Sapta Rsi”. Sapta Rsi adalah tujuh nama-nama
Rsi, yang dianggap sangat menonjol diantara Rsi yang ada tertentu. Sapta Maha
Rsi ini merupakan penggembala utama umat manusia dan sekali gus juga dikenal
sebagai penerima wahyu. Adapun Sapta Rsi dari keluarga Maha Rsi yang paling
banyak disebut, sebut antara lain : Rsi Grtsamada, Rsi Wiswamitra, Rsi Wamadewa,
Rsi Atri, Rsi Bharadwaja, Rsi Wasistha, Rsi Kanwa
D. Weda dan Kebangkitannya Kembali
Di
sekitar tahun 1950, penulisan tentang Weda dan berbagai ilmu yang bersumber
dari Weda, tidaklah banyak kita jumpai. Kita masi mewarisi hasil-hasil
peninggalan penulis-penulis Barat berdasarkan teori pemikiran mereka. Tetapi
sekarang, dipenghujung tahun 1980an, jumlah tulisan mengenai penelitian Weda
boleh dikatakan sangat luar biasa perkembangannya. Dengan penulisan baru ini
bersepsi agama Hindu akan jauh berubah dan ini sangat diperlukan terutama dalam
menghadapi kemajuan teknologi canggih.
2. KODIFIKASI WEDA dan PERKEMBANGANNYA
2.1 Dasar Pengkodifikasian Weda
Pengkodifikasian
Weda merupakan suatu usaha untuk pengumpulan berbagai mantra menjadi himpunan
(samhita) yang disusun dalam bentuk buku. Dasar pertimbangan mengapa
pengkodifikasian diperlukan adalah agar supaya Weda tidak hilang dan dapat dipelihara secara utuh
karena Weda diturunkan dalam waktu yang berbeda serta diterima oleh banyak Maha
Rsi. Di dalam kitab Brahmanda Purana, di dapat suatu keterangan mengenai cara pengkodifikasian
Weda. Teori yang dikemukakan didalammya sangat masuk akal. Secara umum menurut
teori relativitas, dikemukakan bahwa Weda untuk pertama diturunkan pada zaman Krta-yuga.
Kemudian selama masa Treta-yuga weda dipelajari dan pada jaman Dwapara Weda
mulai mendapat pehatian untuk dikodifikasi. Adapun yang memprakarsai dalam hal
pengkodifikasian Weda adalah Bhagawan Byasa yang dibantu oleh empat orang
muridnya yaitu:
1. Bhagawan Pulaha yang menghimpun mantra-mantra
menjadi Rg Weda Samhita
2. Bhagawan
Jaimini menghimpun Samaweda Samhita
3. Bhagawan
Waisampayana menghimpun Yajur Weda Samhita
4. Bhagawan
Sumantu menghimpun Atharwa weda Samhita
2.1.1 Penghimpunan Berdasarkan Umur Mantra
Berdasarkan umur mantra-mantra itu dapat
dibedakan mana yang paling tua dan mana yang mantra-matra yang turun kemudian.
Walaupun hasilnya masih bersifat teoritis, namun apa yang dapat kita buktikan
adalah cukup masuk akal. Dari keempat Weda, Rg, Yajur, Sama, dan Atharwa Weda,
para ahli berpendapat bahwa Rg. Weda adalah merupakan Wda yang tertua. Artinya
yang pertam-tama diturunkan Rg Weda merupakan data tertua tentang agama Hindu.
2.1.2 Penghimpunan didasarkan atas pengelompokkan isi dan keperuntukkannya.
Berdasarkan perbedaan isi,keterangan
yang pertama-tama kita jumpai dari dalam kitab Manusmrti atau
Manawadharmasastra. Berdasarkan kitab ini, Weda dikelompokkan kedalam dua
kelompok besar, yaitu : kelompok Sruti dan kelompok Smrti
2.1.2.1 Sruti
A. Pengertian Sruti
Menurut
arti kata “Srti” itu sendiri, kata ini berarti wahyu. Jadi yang dimaksud dengan
Sruti tidak lain adalah kitab wahyu Tuhan Y.M.E. Sruti itu sesungguhnya tidak
lain adalah Weda.
B. Kelompok Mantra (Sruti)
Mantra
adalah himpunan mantra-mantra atau syair-syair yang ditulis dalam berbagai
macam chanda (lagu pujian). Adapun kitab mantra ini dlam penghimpunannya
dikelompokkan kedalam empat bagian yang disebut sebgai Catur weda Samhita, yang
terdiri dari :
B.1 Rg Weda Samhita
Kitab
ini berisikan mantra-mantra yang syair-syair pujian. Kitab Rg Weda Samhita ini
terdiri atas sepuluh mandala dengan jumlah stansa atau manta sampai 1017-1028.
B. 2 Sama Weda Samhita
Sama
Weda Samhita merupakan kelompok himpunan mantra-mantra yang banyak dikutip dari
kitab Rg weda Samhita. Kitab ini berisikan lagu-lagu pujian.
B. 3 Yajur Weda Samhita
Yajur
Weda Samhita merupakan himpunan yang ditulis dalam bentuk prosa dan umumnya
memuat keterangan-keterangan yang sangat bermanfaat dalam memberi penjelasan
inti ajaran Weda pada umumnya denagn menitikberatkan pada ilmu yajna. Kitab ini
dibagi menjadi dua bagian, berdasarkan atas dawatanya yaitu:
B.3.1 Yajur Weda Putih atau Sukla Yajur Weda yang dikenal
juga dengan nama Wajasaneyi samhita
B.3.2 Yajur Weda Hitam atau Kresna Yajur Weda yang dikenal
juga dengan nama Matrayani Samhita
B.4 AtharwaWeda Samhita
Atharwa
Weda Samhita merupakan himpunan mantra-mantra yang isinya banyak mengandung
sifat magis.
2.1.2.2 Smerti
Smrti
merupakan kelompok kitab kedua sesudah kelompok Sruti (kitab wahyu) dan
dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat tentang
sariat Hindu yang disebut Dharma. Smrti sebagai hokum Hindu berarti Smerti
dinyatakan sebagai Dharmasatra yang merupakan satu rangkuman hokum Hindu yang tentunya menjadi dasar dan pedoman yang
yang diikuti dengan patut dan kepatuhan oleh masyarakat Hindu dalam usaha
mereka untuk mencapai tujuan hidup kemanusiaan (purusartha).
Kitab
Dharmasastra dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
a. Kitab
Manawadharmasastra yang dianggap cocok untuk zaman Satya yuga dan dapat berlaku
umum.
b. Kitab
Yajnawalkya smrti dianggap cocok untuk zaman Treta yuga.
c. Kitab
Sankha-likhita smrti dianggap cocok untuk zaman Dwapara yuga.
d. Kitab
Parasarasmrti dianggap cocok untuk zaman Kali yuga
.
3. WEDANGGA
Kata
angga berarti “badan” atau “batang tubuh”. Jadi untuk mempelajari Weda itu
harus dirumuskan sedemikian rupa, ibarat mempelajari tubuh manusia. Di dalam
mempelajari Weda, kitapun memerlukan sikap prilaku yang sama. Kita tidak cukup
menghafalkan kata-kata yang jutaan banyaknya. Kita perlu mengetahui dari aspek
akar kata , gaya bahasanya, persamaan kata-kata. Kitab Wedangga sangat penting
dan diperlakukan karena kitab ini secara tidak langsung berperan sebagai
rambu-rambu lalu lintas. Sebagai pelita dan sebagai tongkat penuntun dalam
menterjemahkan Weda itu.
Wedangga dapat dikelompokkan kedalam
enam kelompok yang disebut Sad Wedangga. Adapun ke enam kelompok Angga itu
masing-masing adalah :
1. Siksa : Siksa adalah ilmu phonetika,
yaitu ilmu tentang cara membaca
2. Wyakarana : ilmu tata bahasa adalah merupakan bagian
yang kedua pentingnya dalam Weda
3. Chanda : lkitab yang berisikan aturan-aturan
tentang lagu dan guru laghu yang sangat dipentingkan dalam membaca mantra
4. Nirukta : buku khusus yang memuat keterangan
tentang berbagai penafsiran otentik kata-kata yang terdapat didalam Weda
5. Jyotisa : kitab yang memuat keterangan
tentang tata surya dan letak rasi bintang (ilmu perbintangan/astronomi)
6. Kalpa : disebut pula
Kalpasutra adalah kitab yang mempelajari tentang upacara agama. Dilihat dari
materi isi yang menjadi pokok bahsan, maka Kitab Kalpa Sutra ini dikelompokkan
menjadi 4 bidang yaitu:
6.1 Srauta
atau Srautasutra, membahas tentang berbagai cara pemujaan, pemeliharaan atau
melakukan penghormatan kepada Triagni, yaitu Daksiagni, Ahawaniyagni, dan
Grhapatyagni.
6.2 Grhya
atau Grhyasutra, memuat tentang keterangan dan petunjuk-petunjuk penting
tentang berbagai upacara Sammskara atau Sangaskara, adat istiadat,
kebiasaan-kebiasaan dan sebagainya.
6.3 Dharma
atau Dharmasutra, memuat tentang aturan dasar yang mencakup bidang hokum,
agama, kebiasaan atau Acara dan Sistacara, dan sebagainya.
6.4 Sulwa
atau Sulwasutra, memuat tentang peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat
tempat peribadatan (Pura, Candi), bangunan-bangunan lain dan sebagainya.
4. GARIS – GARIS BESAR ISI WEDA
4.1 Secara garis
besar, Weda dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu
1.
Kelompok yang membahas aspek Wijnana, yaitu kelompok pengetahuan yang membahas
segala aspek pengetahuan, baik itu pengetahuan alam maupun berbagai sislsilah
penting.
2.
Kelompok yang membahas aspek karma yaitu kelompok pengetahuan yang membahas
berbagai jenis karma atau yajna sebagai cara dalam mencapai tuuan hidup
manusia.
3.
Kelompok yang membahas aspek upasana, yaitu kelompok yang membahas segala aspek
petunjuk dan cara melakukan hubungan dengan Tuhan.
4.
Kelompok yang membahas aspek jnana, yaitu kelompok yang membahas segala aspek
pengetahuan secara umum sebagai ilmu murni.
4.2 Dalam kitab
Bhagawadgita jenis isi weda dengan mempergunakan dasar – dasar pemikiran,
pembagian menurut sistematikanya ini, Weda dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu
:
1. Yang mengandung ajaran Bhaktiyoga
Kata Bhakti dalam Bhakti yoga
berarti penghormatan yang dilakukan dengan penuh kesujudan, taat, patuh dan
iman kepada Tuhan Y.M.E sebagai Pencipta dan Penguasa. Dalam ajaran Bhakti
bentuk sikapdan perasaan ini tercermin dalm berbagai sikap.
2. Yang mengandung ajaran Jnanayoga
Jnana artinya pengetahuan, atau
ilmu. Dengan demikian Jnanayoga artinya kita mengabdiakan hidup dan diri kita
melalui pengamalan ilmu . Dengan pengamalan ilmu kita telah mengenal berbagai
macam sifat ilmu dan untuk itu supaya diperhatikan keterangan yang telah
diberikan, baik mengenai pengertian Wijnana dan Jnana.
3. Yang mengandung Ajaran Rajayoga
Istilah Raja yoga adalah merupakan
singkatan untuk istilah Rajaguhyayoga, yaitu jalan pengungkapan Rahasia yang
paling utama (Raja). Adapun inti ajaran Rajayoga adalah untuk mengetahui inti
hakekat Tuhan Y. M. E. Istilah Rajayoga inilah yang asal mulanya diterjemahkan
kedalam arti ilmu mistik dank arena itu kata mistik tidak termasuk arti jelek
karena bertujuan untuk mengetahui dan mengenal Tuhan. Semua bentuk dari yoga
berakar dari Rajayoga dan bertujuan untuk membimbing manusia dari kegelapan
menuju penerangan sempurna, dari alam fana menuju alam yang kekal abadi.
4. Yang mengandung ajaran Wibhutiyoga
Makna utama dalam ajaran Wibhuti –
yoga berdasarkan Bhagawangita adalah sebagai jawaban atau yang memberi jawaban
atas pertanyaan yang mempersoalkan sifat – sifat Tuhan itu. Kata Wibhuti itu
sendiri berarti kebesaran dan kemuliaan Tuhan Y. M. E.
5. Yang mengandung ajaran Karmayoga
Karmayoga berdasarkan ajarannya pada
masalah – masalah keduniaan. Kalau Jnanayoga, bhaktiyoga, Rajayoga, dan Wibhuti
yoga berdasarkan ajarannya pada hal – hal kejiwaan dan kerokhanian, maka
karmayoga ini hampir semuanya merupakan dasar ilmu – ilmu keduniaan.
5. UPAWEDA
Istilah Upaweda
diartikan sebagai Weda yang lebih kecil dan merupakan kelompok yang kedua dari
Wedangga. Upa berarti dekat atau sekitar dan Weda artinya pengetahuan. Dengan
demikian upaweda berarti sekitar hal-hal yang bersumber dari Weda. Tujuan
penulisan upaweda karena adanya menyangkut aspek pengkhususan untuk bidang
tertentu. Jadi sama dengan Wedangga namun pembahasannya lebih mengkhusus,
upaweda menjelaskan aspek pengetahuan atau hal-hal yang terdapat di dalam Weda
dan memfokuskan pada bidang itu saja sehingga dengan demikian kita memiliki
pengetahuan dan pengarahan mengenai pengrtahuan dan peruntukan ilmu pengetahuan
yang dimaksud.
5.1 Pembagian
Jenis Upaweda
Terdapat empat bidang dalam kitab Upaweda antara lain:
5.1.1Ayurweda
Istilah Ayurweda berarti ilmu yang
menyangkut bagaimana seseorang itu dapat mencapai panjang umur.. Pada umumnya
kitab Ayurweda erta kaitannya dengan kitab Dharmasastra dan Purana, terutama
Agni Purana. Pengetahuan yang dibahas tenteng cara menjaga kesehatan, ilmu
pengobatan, macam penyakit.
Ayurweda berisi
tentang ilmu pengetahuan kesehatan jiwa dan jasmani, pengetahuan tentang
biologi, anatomi dan berbagai macam jenis tumbuh-tumbhan yang dapat bermanfaat
sebagai obat. Menurut materi kajian yang dibahas di dalam berbagai macam jenis
Ayurweda, terbagai atas 8 bidang yaitu:
A. Salya
yaitu ilmu tentang bedah dan cara-cara penyembuhannya.
B. Salakya
yaitu ilmu tentang berbagai macam penyakit pada waktu itu.
C. Kayacikitsa yaitu ilmu tentan jenis dan macam obat.
D. Bhutawidya
yaitu ilmu tentang ilmu psiko terapi.
E. Kaumarabhrtya
yaitu ilmu tentang pemeliharaan dan pengobatan penyakit anak-anak serta cara
perawatannya.
F.
Agadatantra yaitu ilmu tentang pengobatan.
G. Rasayamatantra
yaitu ilmu tentang pengetahuan kemujijatan dan cara pengobatan non medis.
H. Wajikaranatantra
yaitu ilmu tentang pengetahuan jiwa remaja dan permasalahannya.
Asal mula Ayurweda dirintis oleh Atreya Punarwasu sekitar
abad ke VI SM. Beliau menghimpun ajaran Caraka dalam bentuk buku yang nama
Carakasamhita. Ada 8 kelompok dalam buku ini yaitu:
a.
Sutrasthana yaitu ilmu pengobatan
b.
Nidanasthana yaitu ilmu yang menbicarakan macam
jenis penyakit yang paling pokok.
c.
Wimanasthana yaitu ilmu yang mempelajari tentang
pathologi, tentang ilmu pengobatan dan kewajiaban seorang doter.
d.
Indriyasthana yaitu ilmu yang mempelajari
tentang cara diangnosa dan prognosa.
e.
Sarirasthana yaitu bidang ilmu yang mempelajari
tentang anatomi dan embriologi.
f.
Cikitsasthana yaitu bidang ilmu yang khuisus
mempelajari ilmu terapi.
g.
Kalpasthana dan siddhi.
5.1.2
Dhanurweda
Sering
diterjemhkan sebagai ilmu kemiliteran atau ilmu penahan. Dhanurweda ini
diajarkan kepada calon pemimpin. Dalan Agni Purana dikemukakan bahwa seorang
yang akan menjadi pemimpin harus mempelajari ilmu seperti : dharmasastra,
arthasastra, kamasastra, dhanurweda, catur widya (Anwiksaki, Trayi, wartta,
Dandaniti) dan itihasa. Dhanurweda
memuat keterangan tentang training, mengenai acara penerimaan senjata, latihan
penggunaan senjata. Tokoh penulis Wiswamitra dan Wiracintamani yang terdapat di
kitab Shanurweda.
5.1.3
Gandharwaweda
Gandharwaweda ada hubunganya dengan Sama Weda. Dan
dalam kitab purana terdapat Gandharwaweda. Gandharwaweda mengajarkan tentang
tari dan seni suara atau musik. Nama-nama buku yang tergolong Gandharwaweda
dengan nama lain yaitu Natyasastra, diman Natya artinya tari-tarian, dijelaskan
bahwa ilmu yang mengajarkan tentang seni tari dan musik.
5.1.4
Arthasastra
Arthasastra adalah ilmu tentang politik atau ilmu
tentang pemerintihan dasar-dasar ajaran Arthasastra terdapat pada kitab sastra
dan Weda. Di dalam Rgweda dan Yajurweda terdapat ajaran Artasastra. Dan
dijumpai pada Purana dan itihasa. Dalam kitab Mahabhrata dan Ramayana. Relevansi
isi Arthasastra yang masih relevan dengan alam pikiran politik modern di Barat,
terdapat dalam kitab Srthasastra itu. Untuk mendalami ilmu Politik Hindu
dianjurkan disamping membaca Itihasa dan Purana, supaya membaca Dharmasatra dan
Arthasastra karya Canakya itu.
Banyak istilah yang terdapat dalam sastra Weda
tidak hanya dikenal dengan istilah
Arthasasrta, namun dikenal juga dengan istilah Rajadharma, Dandaniti,
Rajaniti, Nitisastra. Dari berbagai penulisan itu dapat disimpilkkan tentang
adanya empat aliran pokok dibidang Arthasastra. Perbedaan itu tampak darisistem
penerapan ilmu politik berdasarkan bidang ilmu yang diterima sebagai sistem
untuk mencapai tujuan hidup manusia ( Purusartha). Tujuan yang diterima oleh
semua pemikiran adalah Catur widya yang meliputi empat ilmu yaitu: Anwiksaki,
Weda trayi, Wartta dan Dandaniti.
6. ITIHASA
Di
dalam kitab Mahabharata bagian Adiparwa (62-22), terdapat tulisan yang
berbunyi, jayo nametihaso’yamsrotawyo wujigisuna. Dari ungkapan itu menunjukkan
bahwa jaya itu yang kemudian dinamakan Itihasa. Jaya adalah nama episode
karangan Bhagawan Wyasa yang menceriterakan sejarahnya Pandawa dengan Kurawa.
Episode itulah yang dinamakan Jaya dan kemudian oleh penulisnya sendiri
menamakannya dengan Itihasa.
Itihasa
adalah nama sejenis karya sastra sejarah agama Hindu yang menceriterakan
sejarah perkembangan raja-raja dan kerajaan Hindu di masa silam. Ceriteranya
penuh fantasi, roman, kewiraan dan disana-sini dibumbui dengan mitologi sehinga
memberi sifat kekhasan sebagai sastra spiritual. Di dalamnya terdapat berbagai
dialog tentang sosial politik, tentang filsafat atau ideologi dan teori
kepemimpinan yang diikuti sebagai pola oleh raja-raja Hindu. Kata Itihasa
terdiri atas tiga kata yaitu, iti-ha-sa, yang artinya sesungguhnya kejadian itu
begitulah nyatanya.
6.1 Jenis-jenis
Kitab Itihasa
Menurut sifatnya, maka seluruh
itihasa dapat kita kelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu :
6.1.1 Ramayana
6.1.2 Mahabharata
6.1.3 Purana
Secara
tradisional, jenis yang tergolong Itihasa hanya dua macam saja, yaitu: Ramayana
dan Mahabharata. Kitab purana tidak dimasukkan ke dalam itihasa walaupun
menurut sifat isinya tergolong itihasa karena di dalamnya banyak hal-hal yang
dapat kita nilai mempunyai arti sejarah sebagaimana halnya yang terdapat di
dalam kedua epos tersebut di atas. Bahkan kadang kala, di dalam kitab purana
kiya jumpai pula adanya keterangan mengenai riwayat pandawa dan kurawa walaupun
tidak sebagai mana lengkapnya yang terdapat di dalam kedua epos itu.
6.1.1 Ramayana
Ramayana
adalah sebuah epos yang menceriterakan riwayat perjalanan Bhatara Rama atau
yang sering kita kenal dengan gelar Ramadewa. Rama sebagai tokoh utama dalam
epos itu adalah penjelmaan Dewa Wisnu yang dalam kitab purana merupakan sebagai
salah satu dari Wisnu Awatara atau inkarnasi Dewa wisnu dalam rangka untuk
menegakkan Dharma.
Kitab Ramayana ini merupakan hasil
karya terbesar dari Maha Rsi Walmiki. Menurut hasil penelitian yang teleh
dilakukan mencatat bahwa Ramayana tersusun atas 24000 stanza yang di bagi-bagi
atas tujuh bagian yang di sebut Kanda. Sairnya oleh penulisnya sendiri kadang
kala dinamakan sair, kadang kala Akhyana, Gita atau Samhita, sebagai mana dapat
kita baca dari Bhalakanda, Yudhakanda, dan terakhir dalam Ayodhyakanda.
Adapun ketujuh kanda yang di
maksud di atas, yaitu :
1.
Balakanda, menceriterakan masa anak-anak
2.
Ayodhyakanda, menggambarkan kehidupan kerajaan
di Ayodhya
3.
Aranyakanda, menceriterakan kisah kehidupan di
hutan
4.
Kiskindhakanda
5.
Sundarakanda
6.
Yuddhakanda
7.
Uttarakanda
Keahlian
Walmiki adalah kemampuannya memahami perasaan manusia secara mendalam walaupun
dalam penggambarannya beliau lebih banyak menggunakan ragam bahasa yang disebut
Lengkara. Di Indonesia misalnya gubahan yang kita jumpai adalah Kakawin
Ramayana, ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Gubahan lainnya yang kita jumpai
pula, antara lain: Ramayanatatwapadika ditulis oleh Maheswaratirthha,
amrtakataka digubah oleh Sri Rama. Dipika ditulis oleh Waidhyanathadiksita.
Walmikihrdaya ditulis oleh Ahobala. Rama Charita Manas ditulis oleh Tulsidas
dan Kamba Ramayana ditulis oleh Kamban.
6.1.2 Mahabharata
Mahabarata
adalah sebuah itihasa karya Bhagawan Wyasa (Abiyasa). Nama Itihasa ini sebagai
nama hasil karya Wyasa ini dinyatakannya sendiri di dalam tulisan beliau
sendiri yang beliau namakan Jaya. Jaya adalah nama pertama yang diberikan atas
karyanya yang menceritakan sejarah keluarga Pandawa dan Kaurawa yang merupakan
keluarga Bharata. Kitab ini merupakan kitab terbesar yang pernah dimiliki oleh
Hindu baik isi maupun ukurannya.
Menurut
Prof Dr. Pargiter, Mahabharata usianya lebih muda dibandingkan dengan Ramayana.
Menurut beliau diperkirakan apa yang dinamakan Bharatayudha diperkirakan pernah
terjadi sekitar tahun 950 SM. Tetapi menurut tradisi di India menyatakan bahwa
Mahabharata itu terjadi pada permulaan jaman Kaliyuga dan permulaan itu
diperkirakan dimulai pada tahun 3101 SM.
Pada garis besarnya kitab Mahabharata isinya adalah
menceritakan sejarah pertentangan keluarga Bharata, yaitu Pandawa dan Kaurawa
yang sama-sama Bangsa Arya. Dalam penggubahan Mahabharata, Bhagawan Wyasa juga
memasukkan dalam gubahan itu cerita Hariwangsa. Keseluruhan kitab Mahabharata
terbagi atas 18 parwa, yaitu: diparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, salyaparwa,
Sawuktikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa,
Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprasthanikaparwa dan Suargarohanaparwa.
Adapun Bhagawan Wyasa, penggubah terkenal Mahabharata itu dikenal pula dengan
nama lainnya, yaitu: Krsnadwipayana. Inti isi cerita dalam Mahabharata tidak
hanya menceritakan keluarga Bharata tetapi yang lebih penting adalah menyebar
luaskan yang terdapat di dalam Weda. Dalam penyebar luasan isi Mahabharata,
kita menjumpai banyak tulisan baik yang berdifat kritik maupun yang merupakan
penggubahan baru.
7. Purana
Secara harfiah
kata Purana berarti tua atau kuno. Kata ini dimaksudkan sebagai nama jenis buku
yang berisikan cerita-cerita dan keterangan-keterangan mengenai tradisi-tradisi
yang berlaku pada zaman dahulu kala. Jika ditilik dari bentuk dan sifatnya
purana sejatinya adalah itihasa yang memuat catatan tantang kejadian-kejadian
lampau yang bersifat sejarah. Sedangkan berdasarkan kedudukannya, Purana adalah
merupakan Upaweda yang berdiri sendiri,
sejajar pula dengan Itihasa.
7.1 Pokok-Pokok Isi Purana
Secara garis besar
Purana memuat cerita-cerita yang secara tradisional dapat dikelompokkan ke
dalam 5 'hal pokok yang disebut Panca Laksana, yaitu :
7.1.1 Sarga, yaitu proses penciptaan alam semesta
7.1.2 Pratisarga, yaitu proses periode peleburan dan penciptaan kembali
alam semesta.
7.1.3 Vamsa, yaitu silsilah
raja-raja atau dinasti raja-raja Hindu yang terkenal (Surya Vamsa, dinasti
Surya) (Candra Vamsa, dinasti Candra) dan rsi-rsi.
7.1.4 Manwantara, yaitu perbedaan setiap zaman serta perubahan dari Manu
ke Manu.
7.1.5 Vamsanucarita, yaitu silsilah para raja serta deskripsi
keturunannya yang akan datang.
Kelima hal ini dirumuskan di dalam kitab
Wisnu Purana III.6.24, yang menyatakan sebagai berikut :
Sargasca
pratisargaca wamso manwantarani ca, sarweswetesu kathyante wamsanucaritam ca
yat.
Di samping kitab Wisnu Purana, banyak
lagi kitab-kitab Purana yang lain yang isinya tidakk hanya terbatas kepada lima
hal itu saja, melainkan memberikan keterangan berbagai hal termasuk berbagai
macam upacara yadnya denganpenggunaan mantranya, ilmu penyakit, pahala
melakukan Dana Punia, pahala melakukan Tirtha Yatra, peraturan tentang
bagaimana cara memilih dan membangun tempat persembahyangan, peraturan tentang
cara melakukan peresmian Candi, sejarah para Dewa, berbagai jenis permata dan
batuan mulya dan banyak hal lainnya yang sifatnya memberi keterangan kepada
kita tentang kehidupan di dunia ini. Secara ilmiah, pada dasarnya kitab Purana
bertujuan untuk memberikan keterangan tentang ajaran ketuhanan. Apabila kita
tidak membaca seluruh Purana dan tidak membatasi diri kita maka kita akan
secara tidak sadar terbawa pada satu pandangan yang mengelirukan. Dan ini bukan
maksudnya demikian adanya kitab Purana itu.
Menurut cerita yang dapat dikumpulkan,
pada mulanya kita (Umat Hindu) memiliki kurang lebih 18 Purana, yaitu masing
masing namnya adalah :
1. Brahmanda Purana 10. Garuda
Purana
2. Brahmawaiwarta Purana 11. Brahma Purana
atau Adhi Purana
3. Markandeya Purana 12. Waraha
Purana
4. Bhawisya Purana 13.
Matsya Purana
5. Wamana Purana 14.
Kurma Purana
6. Wisnu Purana 15.
Lingga Purana
7. Narada Purana 16.
Siwa Purana
8. Bhagawata Purana 17. Skanda
Purana
9. Padma Purana 18.
Agni Purana
7.2 Pembagian Jenis
Purana
Kitab
Purana secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar.
Pengelompokkan ini berdasarkan isi pada kitab Purana bersangkutan. Sebagaimana
kita ketahui kitab purana menonjolkan sifat kesekteannya. Adapun pembagian
kitab Purana menjadi tiga kelompok besar yaitu :
1.
Kelompok Purana Satwika, ialah kelompok Purana
yang mengagungkan Dewa Wisnu sebagai dewata tertinggi diantara dewa yang
lainnya. Purana yang termasuk kelompok Satwika Purana meliputi : Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata
Purana, Garuda Purana, Padma Purana dan Waraha Purana.
2.
Kelompok
Purana Rajasika, ialah kelompok Purana yang mengagungkan Dewa Brahma sebagai
dewata tertinggi diantara dewa yang lainnya. Purana yang termasuk kelompok Rajasika
Purana meliputi : Brahmanda Purana,
Brahmawaiwarta Purana, Markandeya Purana, Bhawisya Purana, Brahma Purana atau
Adhi Purana dan Wamana Purana.
3.
Kelompok Purana Tamasika, ialah kelompok Purana
yang mengagungkan Dewa Siwa sebagai dewata tertinggi diantara dewa yang
lainnya. Purana yang termasuk kelompok Tamasika Purana meliputi : Matsya
Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
7.3 Kitab Upa Purana
Di samping kedelapan belas
Purana pokok itu, kita banyak mencatat adanya jenis-jenis Purana yang lebih
kecil yang bersifat komplementer dan suplementer yang disebut dengan nama Upa
Purana. Umumnya Upa Purana banyak ditulis oleh Bhagawan Wyasa, isinya sangat
singkat dan pendek. Di samping itu pula mengenai isi dari Upa Purana sangatlah terbatas menyebabkan bentuknya
lebih kecil dari Purana pokok. Adapun kitab-kitab yang tercatat sebagai Upa
Purana diantanya : Sanatkumara Purana, Narasimha Purana, Brhannaradiya Purana,
Siswarahasya Purana, Durwasa Purana, Kapila Purana, Waruna Purana, Kalika
Purana, Samba Purana, Nandi Purana, Parasara Purana, Surya Purana, Dewi
Bhagawata Purana, Ganesa Purana, Hamsa Purana dan lain sebagainya. Inilah
beberapa jenis Upa Purana yang penting sebagai tambahan Purana pokok.
8. Kitab Agama
Disamping Kitab Weda, agama
Hindu berpengang pula pada Kitab Agama. Menurut Maha Nirwana Tantra dinyatakan,
pada zaman Krta Yuga yang menjadi kitab
pengangan utama adalah Kitab Weda, pada zaman Trta Yuga yang menjadi kitab
pengangan utama adalah Kitab Dharma Sastra, pada zaman Dwapara Yuga yang menjadi
kitab pengangan utama adalah Kitab Purana dan pada zaman Kali Yuga yang menjadi
kitab pengangan utama adalah Kitab Agama.
Kitab
Agama memuat aturan yang mencakup sitem atau cara pemujaan Tuhan, tentang
filsafat Agama dan tuntunan mengenai penggunaan mantra. Oleh karena dalam
persembahyangan terutama diutamakannya mengenai penggunaan mantra bagi umat
Hindu, maka Kitab Agama tergolong mengajarkan tentang Mantrayana. Kitab Agama
juga dikenal sebagai kitab-kitab Tantra.
Berdasarkan
Kitab Agama sistem pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dibedakan bentuknya ke
dalam empat cara yaitu : Sistem Jnana, Sistem Yoga Samadhi, Sistem Kriya
(pemujaan secara esoterisma) dan Sistem Charya (pemujaan secara eksoterisma).
Berdasarkan
madzab (sekte) umum yang ada dalam agama Hindu, maka Kitab Agama dipilah menjadi
tiga bagian meliputi :
1.
Kelompok Kitab Agama untuk Waisnawa (Hindu
Kawisnon), yaitu Kitab Agama yang isinya mengajarkan mengenai cara pemujaan
Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu, kitab ini menjadikan Dewa Wisnu
sebagai objek dan pusat pemujaan.
2.
Kelompok Kitab Agama untuk Siwaisme (Hindu Wiswa
atau Sogatha), yaitu Kitab Agama yang isinya mengajarkan mengenai cara pemujaan
Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Suwa, kitab ini menjadikan Dewa Siwa
sebagai objek dan pusat pemujaan.
3.
Kelompok Kitab Agama untuk Saktisme (Hindu
Sakta), yaitu yaitu Kitab Agama yang isinya mengajarkan mengenai cara pemujaan
Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi (Sakti) kitab ini menjadikan Dewi
(Sakti) sebagai objek dan pusat pemujaan. Pada dasarnya Kitab ini merupakan
bagian dari Siwaisme karena banyak memuat dialog antara dewa Siwa dengan
Sakti-Nya (Dewi Parwati).
9. Aturan dalam Mempelajari Weda
Mempelajari Weda kegiatan yang amat luas, untuk menyingkat maka
masalah akan dipilah menjadi dua pokok yaitu :
9.1 Cara belajar atau mengajar membaca Weda
Salah satu
faktor terpenting dalam belajar membaca dan mengajarkan Weda adalah pengenalan
huruf dengan suaranya. Di samping itu masalah intonasi atau tekanan suara yang
tepat akan menentukan. Karena itu hal awalyang perlu diketahui adalah
penguasaan huruf dengan baik sehingga seseorang yang mulai belajar Weda dapat memodulasi suara dengan tepat dan dapat
pula mendengar dengan jelas perbedaan suara yang dilafalkan orang lain.
Seorang
guru atau nabe akan diangggap berdosa apabila mengajarkan sisya atau muridnya
membaca dengan cara yang salah, demikian ketentuan dalam Weda. Jadi jelasnya,
mengenal suara, mengucapkan dengan tepat, memberikan tekanan suara secara tepat
adalah hal yang wajib diajarkan secara benar oleh seorang guru nabe kepada
sisya atau murid spiritualnya.
9.2 Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam bejar Weda
Seorang
yang ingin belajar Weda pada tahap awal harus melalui sakramen yang disebut
upanayana , setelah itu baru ia bisa membaca mantra. Mantra pertama yang dibaca
atau diperkenalkan adalah mantra Gayatri. Mengenai umur, menurut Manawa Dharma
Sastra seseorang yang baik belajar Weda adalah pada tahap awal (upanayana) di
mulai pada umur lima tahun dan paling lambat untuk belajar Weda adalah kisaran
dua puluh empat tahun (Mds. II. 38). Bila masa itu lewat, maka orang itu
dikenal sebagai Wratya dan tidak diakui sebagai Arya (Mds. II. 39). Demikian
pentingnya arti patokan umur dan keharusan melakukan sakramen sebelum
mempelajari mantra menyebabkan ketentuan ini sering menjafi pengikat yang
sangat menetukan.
Setiap
awal pengucapan mantra diwajibkan untuk dimulai dengan ucapan Omkara dan
ditutup dengan Omkara pula. Di Bali khususnya, sebelum memulai mengerjakan
sesuatu hendaknya mengucapkan "Om Awighnam Astu". Mantra ini pula
dapat diucapkan sebelum mulai membaca mantra karena arti dan tujuannya adalah
sebagai perlindungan agar tidak mendapatkan hal buruk atapun rintangan. Untuk
mengucapkan mantra dihapkan seluruh jasad lahir dan bathin kita hendaknya benar-benar
suci, karenanya kita harus membersihkan diri secara lahir maupun bathin melalui
Yama maupun Niyama Brata. Dari uraian inidapat kita katakan bahwa pembinaan
mental dan moral ikut pula menetukan berhasil tidaknya seseorang dalam
mempelajari Weda mantra. Dari
kebiasaan-kebiasaan Yama dan Niyama Brata akan menjadikan seseorang yang
belajar Weda secara otomatis menjadi orang yang berbudi bahasa baik, tahan uji,
ulet, serta tidak akan canggung-canggung lagi tampil memimpin masyarakat.
10. Penyebaran Ajaran Weda
Menurut Rg. Weda X. (71). (4)
menyebutkan adanya empat macam orang yang akan menyebarkan ajaran Weda menurut
profesi mereka masing-masing. Keempat tipe itu merupakan sistem penyebaran
ajaran yaitu :
10.1. Ahli Kawi Sastra, penyebaran
ajaran Weda oleh mereka misalnya melalui tulisan-tulisan Kawi atau puisi dan
melagukannya sehingga setiaporang dapat turut mendengar, menikmati keindahan
isi serta bentuk gubahan sastra.
10.2. Seniman, penyebaran ajaran
Weda oleh mereka misalnya melalui gubahan-gubahan yang mengagungkan Tuhan dalam bentuk nyanyian,
kekidungan dan lain sebagainya baik dalam bentuk macapat maupun dalam bentuk
Chanda seperti Gayatri, Usnik, Anustub, Tristub, Girisa, Sardula dan
sebagainya.
10.3. Ahli-ahli yang akan membahas,
menggubah, mengembangkan dan sebagainya, sehingga isi dapat dimengerti,
dirasakan dan dihayati sepenuhnya, baik secara populer maupun secara ilmiah.
Melalui kaca mata ahli inilah ajaran Weda itu disebarluaskan dan diyakini oleh
setiap pembacanya.
10.4. Pendeta-pendeta yang memimpin
upacara yadnya yang akan merumuskan, membudayakan dan mengembangkan melalui
cara doa-doa, improvisasi, penghayatan secara mistik sehingga keseluruhan
ajarannya dapat dinikmati serta dihayati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik
yang berpikir maju maupun yang masih berpikir ortodok.
Berdasarkan sistem yang telah
dikemukakan di atas yang diungkapkan berdasarkan Rg. Weda X, 73 (3-11) dapatlah
diharapkan ajaran weda dapat tersebar luas. Di samping itu menurut Yajur Weda
XVI 1-3 dan demikian pula Rg. Weda II (23) bahwa ajaran Weda harus dipopulerkan
dan diajarkan kepada semua golongan tanpa membeda-bedakan.
11. Petunjuk Penggunaan Weda
Menghayati Weda tidak hanya
cukup melihat aspek Sruti dan Smrti saja tetapi seluruh produk Smrti dan Wibandha
itupun perlu harus di hayati dan di kaji. Bhagawan Wararuci, pengawi kitab
Sarasamuccaya mengatakan seseorang perlu mempelajari pula Itihasa dan Purana
agar bisa menghayati Weda dengan baik. Kebijaksanaan dan kebahagiaan akan dapat
dicapai bila seseorang telah secara benar menghayati Weda sebagai kenyataan.
Dari Manusmrti II. 12, telah ditegaskan bahwa kebajikan yang merupakan hakekat
daripada Dharma diwujudkan di dalam dunia ini berdasarkan kaedah yang tertera
dan tersirat di dalam Sruti, Smrti, Sadacara, Sila dan Atmanastuti.
Sebagai
analogi, weda Sruti adalah UUD agama Hindu sedangkan Smrti adalah UUP agama
Hindu. sebagai undang-undang agama sudah barang tentu isinya sangat luas
melingkupi seluruh aspek perikehidupan manusia. Oleh karena itu ciri-ciri dari
tiap-tiap jenis buku dengan pokok permasalahan yang menjadi dasar isi daripada
kitab itu harus dihayati.
Di samping
itu pula, ada petunjuk yang menjadi dasar hukum penafsiran mantra bila tidak
jelas dan kemudian dapat pula dijadikan dasar bentuk hukum ubtuk bentukan
Parisada, sebagai lembaga agama Hindu.
1.
Manawa Dharma Sastra. XII.109.
Dharmenadhigatoyaistu wedah saparibrmhanah,
tesista brahmana jneyah sruti praptyaksahetawah.
Artinya
:
Para Brahmana
yang tergolong sista menurut Weda, adalah mereka yang mempelajari Weda lengkap
dengan bagian-bagiannya dan dapat membuktikan pandangannya dari segi Sruti.
2.
Manawa Dharma Sastra. XII.110.
Dasawara wa parisadyam dharma parikalpayet,
tryawara wa pi wrttastha tan dharma na wicalayet.
Artinya
:
Apapun bentuk
Parisada itu jumblah anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari sepuluh orang
atau tiga orang yang sesuai menurut fungsi jabatannya, keputusannya dinyatakan
sah dan mempunyai kekuatan sah yang tidak boleh dibantah.
3.
Manawa Dharma Sastra. XII.111.
Traiwidyohaitukastarkamairuktodharrmah patnakah
trayascasraminahpurwe parisat syad dasawara.
Artinya
:
Tiga orang ahli
di bidang Weda, seorang ahli di bidang Lokika, seorang ahli di bidang Wimamsa,
seorang ahli di bidang Nirukta, seorang ahli di bidang pengucapan mantra dan
tiga orang dari jenis golongan pertama merupakan anggota Parisada ahli yang
terdiri dari sepuluh anggota.
Dari
contoh petikan di atas maka jelas bahwa Parisada mempunyai peranan penting
sebagai lembaga yudikatif dalam menentukan rumusan yang diperlukan karena suatu
hal pasal-pasal yang diperlukan di bidang agama belum dijumpai atau masih
diragukan.
Dengan
berpedoman pada naskah-naskah ini maka tidaklah begitu sulit dalam
mempergunakan weda itu. Yang terpenting dalam penggunaan Weda seseorang harus
memahami permasalahannya dan mengetahui kira-kira tentang masalah yang dihadapi
serta letak dimana ketentuan hukum itu akan dijumpai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...