Senin, 16 Desember 2013

Udyoga Parwa


UDYOGA PARWA
Pada hari yang telah ditentukan,diadakan upacara pernikahan Dewi Uttari dengan Abimanyu. Hadir dalam pernikahan tersebut semua sanak famili dan handai tolan diantaranya : keluarga keturunan Yadawa,Raja Kasi, keluarga Pancala, dan lain-lainnya. Setelah upacara selesai diadakan perundingan untuk menyelesaikan sengketa antara Pandawa dan Korawa. Sidang dipimpin oleh krishna. Untuk sidang tersebut diputuskan mengirim duta ke Hastina dengan misi agar Duryodana mengembalikan wilayah Indraprasta kepada Pandawa sesuai dengan perjanjian. Adapun duta yang disepakati adalah pendeta negeri Wirata.
Dalam pertemuan antara duta yang dikirim oleh Pandawa dan pihak Korawa terjadi perdebatan yang sengit. Di satu pihak, seperti kakek Bhima dan Widura menyarankan agar Korawa berdamai dengan Pandawa dengan jalan menyerahkan kembali wilayah Indraprasta kepada Pandawa. Di lain pihak, seperti Karna dan Duryodana sendiri bersikukuh tidak akan menyerahkan sejengkal pun wilayah yang telah menjadi miliknya. Dengan demikian, perundingan pun tidak mencapai kesepakatan.
Akibat gagalnya perundingan tersebut, kedua belah pihak mempersiapkan diri untuk berperang. Kedua belah pihak berlomba menghubungi para raja tetangga agar berpihak kepadanya dalam perang besar yang akan terjadi.
Dalam persiapan perang tersebut raja Wirata memberi suatu wilayah yang bernama Upaplawya kepada pandawa. Di sanakah para pandawa mempersiapkan segala sesuatunya. Yudistira mengutus Arjuna untuk menghadap Krishna agar dalam perang besar nanti Krishna berada di pihak Pandawa. Berangkatlah Arjuna ke Dwarawati.
Pada waktu Arjuna berangkat ke Dwarawati, Duryodana juga berangkat ke sana dengan tujuan yang sama. Duryodana tiba lebih dahulu di Dwarawati. Karena Krishna masih tidur, oleh penjaga istana Duryodana dipersilahkan menunggu. Duryodana lalu duduk di dekat kursi kepaka Krishna. Setelah itu, Arjuna pun datang. Ia pun dipersilahkan untuk menunggu. Arjuna lalu duduk di kursi dekat kaki Krishna.
Ketika Krishna terbangun, yang dilihatnya pertama kali adalah Arjuna. Krishna pun memberi salam kepada Arjuna dan menanyakan apa keparluannya. Sebelum Arjuna menjawab, Duryodana menyela lebih dulu, “ aku datang lebih dulu kesini. Oleh karena itu, akulah yang seharusnya diberi kesempatan lebih dulu untuk penyampaikan permohonan. ” dengan tersenyuim Krishna menjawab, “ walaupun kamu datang lebih dulu, menurut tata karma yang berlaku kita harus memberikan kesempatan kepada yang muda terlebih dahulu. Aku tahu maksud kedatangan kalian. Supaya adil, aku akan memberikan pilihan. Pilihan pertama, aku akan membantu dengan tanganku sendiri tanpa membawa senjata. Pilihan kedua, aku akan membantu dengan satu pasukan prajurit. Hai Arjuna, mana yang kamu pilih?” tanpa ragu-ragu Arjuna langsung memilih pilihan pertama, yaitu bantuan tenaga Krishna tanpa senjata. Pilihan tersebut di sambut gembira oleh Duryodan. Ia berfikir, “Apa artinya Krisnha seorang tanpa senjata dibandingkan dengan sepasukan prajurit dengan senjata lengkap. Sungguh konyol pilihan si Arjuna.”
Dari Dwarawati Duryodana langsung ke Mantura menghadap Baladewa untuk mohon bantuan. Baladewa menjawab permohonan tersebut dengan berkata, “ Korawa dan Pandawa sama bagiku. Aku tidak mau memilih salah satunya. Kalau perang akan terjadi, aku akan pergi mengunjungi tempat-tempat suci (bertirthayatra) agar aku tidak terlibat perang antar saudara.” Setelah Duryodana pamit, Baladewa pergi ke upaplawiya, menyampaikan pendiriannya tersebut kepada Yudistira.
Salya, raja Madrapati adalah paman dari Nakula dan Sahadewa. Dia mendengar berita bahwa akan terjadi perang besar antara Pandawa dan Korawa. Dalam perang tersebut, Salya bermaksud akan berpihak kepada Pandawa. Diiringi oleh sepasukan besar prajurit Salya berangkat dari Madrapati menuju upaplawiya. Dalam perjalanan menuju upaplawiya tersebut Salya melewati kemah-kemah para prajurit. Oleh kepala prajurit dalam perkemahan tersebut Salya dan pasukannya dipersilahkan singgah untuk beristirahat di perkemahan tersebut. Dalam pikirannya para prajurit dalam perkemahan tersebut adalah prajurit dari pihak Pandawa. Oleh Karena itu, ia tidak menolak waktu ditawari untuk singgah. Setelah Salya dan semua prajurit turun, maka ia dan seluruh prajurit disuguhi makanan dan minuman yang serba sedap cita rasanya. Salya pun bersantap dengan nikmatnya. Setelah puas beristirahat, Salya pun mohon pamit untuk meneruskan perjalanan. Kepala prajurit di kemah itu Manahan kepergian Salya sambil katanya, “ mohon paduka bersabar, kerena raja kami mau menghadap.” Dalam pikiran salya, Yudistira yang akan menghadap. Oleh karena itu, dengan senang hati ia menunggu. Alangkah kegetnya Salya ketika yang datang Duryodana. Lebih kaget lagi ketika Duryodana menyampaikan maksudnya agar dalam perang besar nanti Salya berkenan berada di pihak Korawa. Barulah ia sadar. Rupanya Duryodana dengan akal liciknya memang sengaja memasang perangkap disini untuk menjebaknya. Salya pun menyesali dirinya kenapa tidak bertanya terlebih dahulu siapa yang memberi suguhan. Penyesalan sudah terlambat. Karena sudah terlanjur berhutang budi menyantap makanan orang, sebagai ksatria sudah merupakan kewajiban untuk membalas budi orang dengan memenuhi permintaannya. Walaupun dengan berat hati Salya terpaksa memenuhi permintaan Duryodana. Seluruh prajurit lalu ditinggalkan di perkemahan tersebut. Salya dengan diiringi beberapa orang pengawal datang ke upaplawiya menyampaikan permasalahan yang dihadapinya. Setelah mendengar penuturan Salya, para Pandawa terutama Nakula dan Sahadewa menjadi kecewa menyadari bahwa kondisi ini memang harus terjadi, maka Pandawa pun menerima keadaan tersebut secara ikhlas.
Dalam persiapan perang yang dilakukan oleh kedua belah pihak, Korawa berhasil menghimpun pasukan sebanyak 11 aksoini (divisi), sedangkan pihak Pandawa hanya berhasil menghimpun pasukan sebanyak 7 aksoini. Dalam kondisi siap perang, Yudistira masih mempunyai keinginan untuk berdamai dengan mengalah tidak menuntut semua wilayah Indraprasta, melainkan hanya minta lima desa saja. Untuk itu dikirimlah utusan untuk mengadakan perdamaian terakhir. Krishna diiringi oleh satiyaki dikirim sebagai utusan.
Krishna dan Satiyaki terlebih dahulu mengunjungi Drestarastra, lalu mengunjungi Widura. Dewi kunti menemui khrisna di tempat Widura, menanyakan tentang keadaan pandawa. Khrisna menceritakan pandawa apa adanya. Dari kediaman Widura, khrisna menuju tempat Duryodana. Duryodana menyambut kedatangan khrisna dan mengajaknya untuk bersantap tawaran tersebut di tolak oleh Krishna dengan alasan bahwa sebagai utusan ia harus menyelesaikan tugas terlebih dahulu. Dari tempat Duryodana, ia kembali ke tempat Widura dan menginap di sana.
Pada acara pertemuan yang di adakan keesokan harinya, Krishna menyampaikan maksud kedatangannya yaitu untuk perdamaian antara Pandawa dan Korawa. Krishna  berkata, “ Pandawa siap untuk bertempur tetapi mereka lebih memilih perdamaian. Untuk tercapainya perdamaian sudi mengalah tidak lagi menuntut seluruh wilayah Indraprasta yang engkau ambil, melainkan cukup diberikan lima desa saja.” Bhisma, Drona, dan Widura menasehati Duryodana agar memenuhi permintaan Pandawa, seperti ynag disampaikan oleh Krishna. Tetapi Duryodana berpendapat lain. Ia menduga bahwa Pandawa menjadi keder mengingat Pandawa hanya 7 aksoini sedangkan ia mempunyai 11 aksoini. Diapun yakin akan menang dalam pertempuran. Dengan lantang Duryodana berkata,“ aku tidak akan berikan Pandawa satu lubang jarumpun.”
 Krishna lalu menasehati Duryodana. “ apabila perang terjadi, Duryodana beserta seratus Korawa akan musnah.” Krishna juga mengingatkan, “ Pandawa selalu berada di bawah lindungan Hyang Widhi. Ini terbukti dari sejumlah kelicikan yang dilakukan pihak Korawa untuk mencelakai Pandawa. Ternyata Pandawa tetap hidup.” Mendengar nasehat Krishna seperti itu, Duryodana menjadi sangat marah. Ia yang memang tidak senang dengan Krishna sejak semula telah merencanakan untuk membunuh Krishna. Ia lalu memerintahkan Dusasana dan adik-adiknya untuk mengeroyok Krishna.
Krishna yang memang sudah sudah menduga kelicikan Duryodana menjadi sangat marah. Ia lalu berdiri meninggalkan ruang sidang menuju halaman. Di halaman Krishna merubah wujud menjadi Tri Wikrama yaitu wujud yang sangat hebat, bertangan empat berkepala tiga dan tiap kepala bermata tiga. Dengan wujud tersebut, dunia menjadi goncang. Para Korawa menjadi keder. Tatkala itu, Bhagawad Bhisma, Bhagawad Drona, datang menyembah. Juga turun Bhagawad Narada memohon, “ mohon paduka menghentikan kemarahan. Apabila sekarang paduka membunuh para korawa, maka kaul para Pandawa tidak bisa terlaksana. Oleh karena itu, mohon dihentikan wujud Tri Wikrama paduka.” Atas permohonan tersebut, maka Krishna kembali ke wujudnya semula dari wujud Tri Wikramanya.
Dari ruang sidang, Krishna kembali ketempat Widura menemui Dewi Kunti menyampaikan kegagalan usaha perdamaiannya sehingga perang tak terhindarkan lagi. Dewi Kunti meminta Krishna untuk menyampaikan doa restunya kepada putra-putranya. Krishna pun menyanggupinya lalu mohon pamit.
Setelah Krishna pergi, Dewi Kunti menjadi resah. Ia mencemaskan perang yang akan terjadi. Ia lalu teringat dengan anak pertama yang dilahirkannya. Iapun pergi ke tepi sungai Gangga dimana Karna biasa melakukan sembahyang pagi. Ketika sampai di tepi sungai Gangga Kunti melihat Karna sedang melakukan sembahyang pagi menghadap kearah matahari terbit. Dewi Kunti lalu menunggu, duduk dibelakang Karna yang sedang khusyuk. Ketika Karna telah selesai sembahyang, ia melihat Dewi Kunti berada dibelakangnya. Karna lalu menyapa, “ hormat hamba kepada ratu Dewi Kunti. Apakah yang dapat hamba lakukan untuk paduka?”
Dewi Kunti mengatakan bahwa sebenarnya Karna adalah anaknya dari hasil pertemuannya dengan Dewa Surya. Iapun menceritakan, bagaimana pertemuannya dengan Dewa Surya sampai ia menghanyutkan bayi yang lahir dari rahimnya. Ia juga menceritakan bahwa dia sudah mengenali Karna dari gundala dan baju sirah yang dipakainya pada waktu ia menantang Arjuna di gelanggang adu ketangkasan waktu yang lalu. Tetapi pada waktu itu, ia belum mempunyai keberanian untuk mengakuinya. Selanjutnya Dewi Kunti memohon agar Karna sudi bergabung dengan adik-adiknya menghedapi Korawa.
Mendengar cerita dan permohonan Dewi Kunti, Karna menjadi termenung, tidak bisa segera mengeluarkan kata-kata. Terbayang dalam benaknya bagaimana ia dipungut menjadi anak angkat oleh pasangan suami istri Adirata-Radha sampai diangkatnya dia menjadi Adipati Anga.
Setelah termenung beberapa lama, ia lalu berkata, “ Ibu, ampunilah aku. Aku tidak dapat memenuhi permintaanmu. Aku telah berhutang budi kepada Duryodana. Ia telah mengangkat derajatku dari anak seorang kusir kereta menjadi seorang Adipati. Kalau pada saat yang penting ini aku meninggalkan dia, dunia akan mengutukku sebagai penghianat.”
Mendengar kata-kata Karna yang demikian tegas, Dewi Kunti pun maklum. Lalu dipeluknya Karna dengan kasih sayang seorang ibu. Karna menjadi terharu lalu berkata, “ Ibu, agar kedatangan ibu kesini tak sia-sia aku berjanji, aku tidak akan membunuh putra-putramu yang lain, selain Arjuna. Salah satu dari kami, aku atau Arjuna akan tetap hidup setelah perang selesai. Dengan demikian, ibu akan mempunyai lima anak yang masih hidup.”
Dewa Indra meramalkan bahwa dalam perang besar Bhatara kelak, Arjuna akan berhadapan dengan Karna. Ia mengetahui bahwa Karna memiliki baju sirah yang tahan terhadap senjata atau panah. Dengan demikian Karna akan sulit dikalahkan. Oleh karena itu, ia bermaksud akan menyamar menjadi seorang rsi dan minta agar Karna mau memberikan baju sirahnya tersebut.
Rencana Dewa Indra diketehui oleh Dewa Surya. Untuk mencegah agar Karna tidak menerahkan baju sirahnya, Dewa Surya mendahului mendatangi Karna dalam wujud seorang rsi dan berpesan, “ kalau nanti ada seorang rsi yang mendatangi kamu untuk meminta baju sirahmu hendaknya jangan kau beriakan. Sebab, kalau baju sirah itu kamu berikan, kamu akan dikalahkan oleh musuh dalam pertempuran kelak.” Karna lalu menjawab, “ hamba mohon hampun, hamba pernah bersumpah bahwa apapun yang diminta oleh seorang rsi akan hamba berikan sepanjang hamba memilikinya.” Dewa Surya berkata lagi, “ kalau kamu menyerahkan baju sirahmu, sebaiknya kamu meminta senjata panah konta yang tidak akan pernah luput dari sasaran dan pasti akan membunuh musuh.” Setelah berpesan demikian, sang rsi lalu pergi.
Beberapa saat kemudian, datang Dewa Indra dalam wujud seorang rsi. Sang Rsi mohon agar Karna mau menyerahkan baju sirahnya. Teringat akan sumpahnya, iapun dengan rela menyerahkan baju sirahnya. Kerena teringat akan pesan rsi sebelumnya, iapun mohon agar dianugrahi senjata sakti yang akan dapat membunuh musuh utama tanpa meleset. Dewa Indra pun menganugrahi sebuah anak panah yang bernama “ konta” dengan pesan, “ senjata ini akan dapat membunuh musuh utamamu tanpa meleset. Tetapi, senjata ini hanya dapat digunakan sekali saja. Setelah itu, ia akan kembali kapadaku.” Setelah mendapat baju sirah dan memberi senjata konta kepada Karna, Dewa indra pun pergi.
   
           








“Nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita mahabarata bagian udiyoga parwa.”
-          Satya wacana :
Dimana disini saat karna berjanji bahwa dia akan memberikan apapun yang dia punya kepada maha rshi.
-          Balas budi :
+    Ketika raja salya di suruh oleh duryodana untuk nantinya membantu dia dalam perang besar yang akan terjdi, karena salya sudah memakan makanan orang sudah mestinya kita sebagai ksatria untuk membantunya meskipun itu bukan tujuan kita yang tumbuh dari dalam hati.
+    Dan juga ketika karna membalas budi duryodana karena diangkat menjadi adi pati angga yang dulunya hanya anak seorang kusir. 
-          Sikap adil dan luhur :
+    dimana disini saat baladewa di ajak oleh duryodana untuk membantu dia dalam perang nanti, namun baladewa tidak mau karena dia menganggap korawa dan pandawa adalah sama dan tidak mau memihak diantaranya dan lebih baik memilih melakukan tirtayatra(perjalanan suci).
-          Sikap hormat dan tingkah laku yang baik :
+    Dimana saat ini dilakukan arjuna ketika dia bertamu kerumah krisna, karena krisna masih tidur dia lebih baik duduk di kaki krisna.tidak seperti duryodana yang duduk di dekat kepala krisna.
Hendaknya kita bilamana bertamu harus kita hormat kepadanya itulah tingkah laku yang baik yang mestinya kita lakukan.
-             Sikap mengalah :
+    sikap ini dilakukan oleh yudistira yaitu ketika hak mereka diambil oleh duryodana namun yudistira masih mau mengalah untuk tidak menuntut semua haknya bahkan hanya meminta sedikit dan supaya menjaga perang antar saudara tidak terjadi, meskipun sikap ini tidak menghasilkan apa-apa namun kita sebagai manusia hendaknya harus mampu mempunyai rasa mengalah demi kebaikan bersama dan supaya menjaga hal-hal yang tidak kita inginkan.
                                             



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...