Minggu, 15 Desember 2013

Psikologi Kepribadian


BAB I
PENGERTIAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

       Psikologi Kepribadian dapat dibagi menjadi dua hal yaitu Psikologi dan Kepribadian. Dsini Psikologi berasal dari bahasa inggris pshycology dan bersumber dari bahasa yunani.Dari akar kata psyche yaitu jiwa, logos berarti ilmu. Jadi psikologi yaitu ilmu jiwa. Sedangkan Kepribadian yang berasal dari bahasa Inggris yaitu Personality yang berarti kedok atau topeng. Kedok atau topeng yang dimaksudkan ialah untuk menggambarkan perilaku atau watak seseorang.Jadi disini dapat disimpulkan bahwa Psikologi Kepribadian merupakan Ilmu yang mempelajari tentang kejiwaaan untuk menggambarkan suatu perilaku atau watak seseorang.
KEDUDUKAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN DALAM KESELURUHAN SISTEMATIKA PSIKOLOGI, BESERTA TUGASNYA YANG KHUSUS
Secara garis besar, pada umumnya  Psikologi dibedakan atas Psikologi Umum dan Psikologi Khusus. Psikologi Khusus dibedakan lagi menjadi Psikologi Murni  dan Psikologi Terpakai. Psikologi Murni dibedakan atas yang lama dan baru. Yang lama misalnya Psikolgoi Asosiasi, psikologi kemampuan.Sedangkan psikologi yang baru misalnya Psikologi analitas, Psikologi Totalitas. Psikologi Terpakai misalnya : Psikologi Perkembangan, Psikologi Pengobatan, Psikologi Perusahaan, Psikologi Abnormal, Psikologi Pendidikan, Psikologi Kepribadian dan sebagainya. Sesuai dengan kedudukannya maka Psikologi Kepribadian itu dapat dirumuskan kedalam Psikologi yang khusus membahas kepribadian yang utuh. Yang artinya yang dipelajari itu adalah seluruh pribadinya, bukan hanya pikirannya, perasaannya melainkan secara keseluruhannya, sebagai paduan antara kehidupan jasmani dan rohani.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRIBADI MANUSIA
A.  Faktor dari dalam atau faktor pembawaan
            Faktor dari dalam diri seseorang atau bisa disebut dengan faktor pembawaan yang merupakan faktor yang telah dibawa oleh seseorang dari sejak lahir baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan. Yang bersifat kejiwaan  yang berwujud pikiran, perasaan, kemauan, fantasi, ingatan dan lain sebagaianya yang dibawa dari sejak lahir serta ikut menentukan pribadi seseorang. Keadaan jasmanipun demikian pula baik dilihat dari panjang pendeknya leher, besar kecilnya tengkorak, susunan urat syaraf, otot-otot, susunan dan keadaan tulang-tulang juga mempengaruhi pribadi manusia.
B. Faktor dari luar atau lingkungan.
            Yang termasuk faktor dari luar atau lingkungan ialah segala sesuatu yang berada diluar manusia. Baik yang hidup maupun yang mati. Baik tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, maupun batu-batu, gunung-gunung, candi, lukisan, gambar, angin, musim, keadaan udara, curah hujan, jenis makanan pokok, pekerjaan orangtua. Semuanya itu ikut serta membentuk pribadi seseorang yang berada didalam lingkungan itu.
Dengan demikian maka si pribadi itu dengan lingkungannya menjadi saling berpengaruh. Si pribadi terpengaruh dengan lingkungan dan lingkungan dirubah oleh si pribadi.
MANFAAT PENGETAHUAN TENTANG PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
            Tentu saja yang paling dapat merasakan betapa manfaat mengetahui pribadi seseorang, pertama-tama dan terutama adalah orang atau pribadi itu sendiri. Caranya yaitu dengan berintrospeksi. Yaitu dengan cara melihat kepada diri sendiri. Dengan demikian ia akan dapat selau mengoreksi kekeliruan-kekeliruan yang telah diperbuatnya, sehingga ia sendiri segera dapat merubah sebelum orang lain merubahnya. Orang kedua yang seyogyanya mengenal pribadi seseorang adalah para pendidik. Baik itu orang tua, guru-guru atau para pemimpin masyarakat. Dengan mengenal diri seseorang, maka ia dapat bertindak dengan tepat, Misalnya bagaimana dia harus berbicara, bagaimana ia harus bersikap, bagaimana cara yang disenangi, dan sebagainya.
Manfaat psikologi kepribadian bagi guru dan calon guru yaitu :
1. Agar guru dapat mengenal sifat anak-anaknya masing-masing, sehingga pelayanannya dapat mudah diterima oleh sianak.
2. Guru mendapat kesempatan seluas-luasnya, untuk memberikan pembinaan lebih jauh dan mendalam terhadap bakat, hobi, dan kegemaran anak-anaknya, yang nantinya demi kehidupan anak dikemudian hari.
3. Dengan mengenal sifat anak itu, seorang guru akan dapat mencegah kemungkinan timbulnya frustasi bagi anak dan itu berarti suatu sukses besar didalam proses belajar mengajar.
4. Dengan mengetahui keadaan pribadi si anak, guru akan dapat dengan tepat memperlakukannya, menolongnya dan sebagainya sehingga dengan demikian, maka dapat diharapkan si anak segera dapat disertai tanggungjawab sendiri, yang berarti dapat dalam waktu singkat mencapai kedewasaannya.
5. Dengan mengenal anak-anaknya itu, guru akan terhindar dari kemungkinan timbul konflik dengan anak-anaknya sendiri, yang berarti bahwa guru telah kehilangan wibawa dimata murid-muridnya.
HAMBATAN-HAMBATAN
     Hambatan yang dimaksud yaitu hambatan yang bersumber dari pengetahuan tentang Kepribadian itu sendiri. Yang pertama yaitu Psikologi Kepribadian itu belum mampu memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya tentang gambaran pribadi seseorang, Sebenarnya yang paling mengerti tentang pribadi seseorang adalah orang itu sendiri. Salah satu alat untuk menembus itu adalah wawancara. Hambatan yang kedua yaitu tidak cukupnya perbendaharaan bahasa untuk menyampaikan apa yang sebenarnya berada didalam pribadi kita itu. Kemudian Hambatan yang ketiga ialah dengan observasi, yang ditangkap hanyalah perbuatan-perbuatan atau tingkah laku, yang dianggap sebagai pernyataan kehidupan jiwa.
     Dengan adanya bermacam hambatan itulah maka psikologi kepribadian hanya memberikan pengetahuan yang bersifat tipologi yaitu penggolongan atau sifat-sifat yang dianggap bersamaan, atau ciri-ciri yang hampir serupa, oleh karenanya dikelompokan kedalam satu golongan atau dicobakan untuk melukiskan keadaan seseorang.
PENDIDIKAN KELUARGA SEBAGAI PELETAK DASAR PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK.
     Keluarga merupakan orang yang menghadirkan anak ini kedunia secara kodrat yang bertugas sebagai mendidik anak itu. Dari kecil anak hidup, tumbuh dan berkembang didalam keluarga itu. Orang tua dengan tidak direncanakan dalam menanam kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi oleh nenek moyang dan pengaruh-pengaruh lain yang diterimanya dari masyarakat. Si anak telah menerima dengan daya penirunya, dengan segala senang hati, sekalipun dia tidak menyadari benar apa maksud dan tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan itu. Dengan demikian sianak akan membawa kemanapun juga pengaruh keluarga itu, sekalipun ia sudah mulai berfikir lebih jauh lagi. Pengaruh itu tidak dapat hilang begitu saja, sekalipun pada waktu besarnya sianak telah meninggalkan lingkungan itu dan hidup di lingkungan yang lain.
     Dalam hal ini, tentu saja peranan ayah dan ibu sangat menentukan. Justru mereka berdualah yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga. Merekalah yang menentukan kemana keluarga itu akan dibawa, warna apa yang harus diberikan kepada keluarga itu, isi apa yang akan diberikan ke dalam keluarga tersebut. Anak-anak, sebelum dapat bertanggung jawab sendiri, masih sangat menggantungkan diri, masih meminta isi, bekal, cara bertindak terhadap sesuatu, cara berfikir, dan sebagainya dari orang tuanya. Kebanyakan mereka meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Maka dari itu betapa mutlaknya kedua orang tua itu harus bertindak seia-sekata, setujuan seirama dan bersama-sama terhadap anaknya. Perbedaan yang sedikit saja akan menyebabkan anak itu selalu ragu-ragu, yang manakah mesti dianutnya dari kedua orangtua itu. Tetapi oleh karena si ayah yang menjadi penanggung jawab keluarga, jadi yang paling dekat dengan anak-anaknya adalah si ibu. Dimana si ibu ini yang telah mengandungnya, memberi ASI, mengasuh. Inilah sebabnya mengapa dikatakan Sorga anak berada ditelapak kaki ibu yang artinya sebagian dari perilaku si anak adalah ditentukan oleh contoh dan perilaku si ibu.
     Jadi dengan demikian dapat disadari betapa pentingnya peranan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak tersebut. Sedangkan lembaga-lembaga pendidikan yang lain, tinggalah memberikan isinya saja untuk selanjutnya akan ditentukan sendiri bentuk dan warnanya oleh anak itu sendiri, sesuai dengan perkembangannya, kekuatan dan kreasi si anak itu dalam pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lanjut.
FUNGSI BATIN TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
     Batin atau hati nurani manusia di dalam kehidupannya sebenarnya adalah berfungsi sebagai hakim yang adil, apabila di dalam kehidupan manusia itu mengalami konflik, pertentangan atau keragu-raguan di dalam akan bertindak tentang sesuatu. Batin bertindak sebagai suatu pengontrol yang kritis, sehingga mannusia sebenarnya sering diperingatkan untuk selalu bertindak menurut batas-batas tertentu, yang tidak boleh dilarangnya.  Juga batin inilah yang memungkinkan dapat atau tidaknya rasa tanggung jawab pada pribadi seseorang itu bertumbuh. Dengan batin inilah yang mendorong manusia untuk segera minta maaf apabila bertindak tidak benar, sambil menjanjikan kepada dirinya sendiri untuk tidak akan berbuat semacam itu lagi kepada siapapun, sekalipun hanya disaksikan hanya dia sendiri, dan akan menyebabkan timbulnya suatu keberanian. Jika terlalu sering melakukan perbuatan bertentangan dengan suara batin, didalam kehidupan yang sadar, hanya akan menyebabkan pecahnya pribadi seseorang, sehingga didalamnya akan selalu dirasakan konflik-konflik jiwa yang berkesusahan. Untuk dapat menghilangkannya hanya dengan menguatkan fungsi batin itu sebagai alat pengontrol yang harus dipatuhi.
     Disamping itu batin juga berfungsi sebagai alat pembimbing untuk membawa pribadi dari keadaan yang biasa kearah pribadi yang akan mudah sekali dikenal masyarakat. Misalnya pribadi yang bertanggung jawab, berdisiplin, konsekuen,adil dan lainnya.




BAB II
RIWAYAT SINGKAT SEBELUM PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
            Sejak beratus-ratus tahun sebelum Masehi orang mencoba-coba memberikan ciri-ciri khusus kepada segala sesuatu baik berwujud benda, pemandangan, musim, lukisan dan sebagainya, dengan cara mencari sesuatunya yang menyebabkan segala sesuatu itu mempunyai daya tarik yang kuat. Demikian juga didalam kehidupan manusia. Seseorang berusaha mencari ciri-ciri khusus, yang terdapat pada manusia yang lain. Empedocles berpendapat bahwa segala yang ada didunia ini terdiri atas empat unsur yaitu tanah, air, api, dan udara, mencoba membedakan ciri-ciri khusus bagaimana bila seseorang terlalu banyak salah satu unsur tersebut. Bila didalam tubuh seseorang terlalu banyak unsur tanah, misalnya maka orang itu akan memiliki sifat dingin, acuh tak acuh, tidak mudah terpengaruh. Sedangkan bila kebanyakan unsur api , maka orang itu akan kelihatan lincah, mudah bergerak dan lain-lain.
Ada juga yang mencoba menghubungkan tata bintang dalam hubungannya dengan musim, bernama astronomi, dalam hubungannya dengan watak orang yang dilahirkan pada musim itu. Selain tata bintang ilmu tulisan juga dikenalkan kepada orang-orang lain, bahwa ada hubungan antara tulisan tangan dengan watak penulisnya. Kemudian Bentuk tengkorak, dipandang pula ada hubungannya dengan otak yang ada didalamnya. Tengkorak yang besar tentu berisi otak yang banyak, otak yang banyak tentu berat. Otak yang berat, tentu dapat menyelesaikan hal-hal yang berat juga. Orang yang dapat menyelesaikan hal-hal yang berat adalah orang yang pandai, begitu pula sebaliknya.
Ilmu wajah juga menerangkan bahwa wajah yang bulat menandakan orangnya sabar, lembut dan tenang. Sedangkan bentuk wajah tak bulat panjang orangnya tentu lincah, banyak cakap, periang dan lainnya. Kemudian Ilmu gurat tangan mengajarkan bahwa gurat tangan setiap orang ada hubungannya dengan nasib seseorang. Demikianlah pengetahuan-pengetahuan yang mendahului Psikologi Kepribadian, sekalipun belum disertai dengan penelitian lebih dahulu namun sudah dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari didalam masyarakat.
HUBUNGAN ANTARA KARAKTER DAN BAKAT
            Bakat seseorang itu dipengaruhi konstitusi karakternya, bahkan ada kalanya bakat itu dibangun oleh karakternya. Bakat itu sendiri sifatnya herediter yang berarti dibawa sejak lahir dan merupakan kecakapan yang sangat khusus yang sedikit sekali dipengaruhi oleh pengalaman. Dalam pengertian yang luas karakter itu dapat memberikan bentuk yang nyata pada potensi-potensi bakat ini dan memberikan ruang gerak yang lebih luas pula. Sebab bakat-bakat itupun berkembangnya memerlukan perangsang-perangsang. Dengan demikian karakter dan kepribadian mmanusia itu mempengaruhi keaktifan tumbuhnya bakat tadi. Tetapi ada kalanya bakat ini menyebabkan timbulnya keakuan dan sifat-sifat yang naïf. Sebab dengan memiliki bakat-bakat tersebut sering timbul sikap sombong dan egosentris yang tebal sehingga menyukarkan tergugahnya potensi-potensi lain. Oleh karena itu pribadi harus dapat mengadakan distansi pada diri sendiri dan harus dapat keluar dari egosentrisnya, agar dapat memperoleh kebenaran.
HUBUNGAN ANTARA TEMPERAMENT, KARAKTER DAN BENTUK JASMANI
Manusia merupakan kesatuan psikhophisis yang berarti ada unsur jasmaninya dan ada pula unsur rohaniahnya. Kedua aspek itu saling mempengaruhi. Maka terdapatlah selalu dimensi ketegangan dan dinamika antar kedua unsur tersebut. Sehingga dengan demikian jasmaniah menentukan karakter dan karakter mengekspresikan diri dalam bentuk tingkah laku jasmaniah.
BEBERAPA JENIS TIPOLOGI
            Tipologi berarti suatu cara menggolong-golongkan sejumlah orang yang dipandang memiliki tipe yang hampir bersamaan. Beberapa jenis tipologi yang dibedakan berdasar pangkal peninjauannya, Antara lain ialah : Tipologi konstitusi, Tipologi temperament, Tipologi ketidaksadaran,  Tipologi masyarakat dan Tipologi kebudayaan.

BAB III
TIPOLOGI TEMPERAMEN/PSIKHIS
            Aspek kedua yang merupakan dasar penyusunan tipologi adalah temperamen. Ini dinyatakan pula sebagai konstitusi psikhis. Yang dimaksud dengan ini adalah sifat-sifat dasar tertentu dari kelakuan. Prinsip-prinsip elementer yang dapat ditemui kembali dalam semua perbuatan kita dan mentipe kelangsungan jalannya kelakuan kita.
            Dalam bab ini nanti akan diketengahkan pendapat dari beberapa tokoh antara lain ialah :
A.    Tipologi Heymans.
B.     Tipologi Eward.
C.     Tipologi George Kerschensteiner
D.    Tipologi Plato
E.     Tipologi Queyrat.
A.  Tipologi Heymans.
            Heymans bekas guru Psikhologi di Groningen, terkenal sampai di negeri kita. Tipologinya, sebenarnya sudah jarang diperhatikan orang. Tetapi karena ia membuktikan bahwa di sekelompok mahasiswa ternyata bahwa kedelapan tipe itu terdapat pada mereka, maka mulai lagi tipologinya menarik perhatian, terutama Perancis.
            Heymans menyusun teorinya atas tiga prinsip dasar, yaitu :
1.      Emosionalitas, artinya banyak sedikitnya seseorang dipengaruhi oleh kehidupan perasaannya.
2.      Aktifitas, yaitu banyak sedikitnya seseorang menyatakan isi jiwanya dalam bentuk perbuatan.
3.      Fungsi sekunder, artinya kuat atau tidaknya seseorang menyimpan kesan-kesan di dalam jiwanya.
Sebagai lawan funsi sekunder, ialah fungsi primer, yaitu bila seseorang hanya sebentar saja menyimpan kesan itu di dalam jiwanya.
Ketiga fungsi tersebut dibedakan atas yang kuat dengan notasi (+) dan yang lemah diberi notasi (-). Dengan demikian, Heymans menggunakan enam prinsip pokok. Dalam penyelidikan yang diadakan, maka didapatkan tanda tertentu sebagai berikut :
Ø  Orang yang mempunyai Emosionalitas kuat, berciri :
  - Lekas memihak
        - Fantasinya kuat
        - Tulisan dan bicaranya aneh
        - Kurang mencintai kebenaran
        - Mudah marah
        - Senang sensasi, dsb.
Ø  Orang yang Aktivitasnya kuat, berciri :
  - Suka bekerja
        - Mudah bertindak
        - Berhobi banyak
        - Mudah mengatasi kesulitan
        - Tidak mudah putus asa.
Ø  Orang yang fungsi sekundernya kuat, berciri :
  - Betah di rumah
        - Taat kepada adat
        - Setia dalam persahabatan
        - Besar rasa terima kasihnya
        - Sukar menyesuaikan diri
        - Konsekuen.
         Dengan enam unsur dasar itu Heymans menemukan delapan tipe yang bisa dilihat dari kolom di bawah ini :
Emosi
Aktifitas
Fungsi Sekunder
Nama Tipe
+
_
_
Nerves
+
+
_
Choleris
+
+
+
Gepasionir
+
_
+
Sentimentil
_
_
_
Amorph
_
+
_
Sanguinis
_
+
+
Flegmatis
_
_
+
Apatis

Dengan demikian mudah diketahui bahwa orang yang bertipe :
1.      Nerves, mempunyai ciri :
Emosionalitasnya kuat,
Berfungsi Primer (mudah melupakan kesan)
Tidak aktif
2.      Choleris, mempunyai ciri :
Emosionalitasnya kuat,
Berfungsi Primer (mudah melupakan kesan)
Aktif
3.      Gepasionir (orang hebat), mempunyai ciri :
Emosionalitasnya kuat,
Berfungsi Sekunder (tidak mudah melupakan kesan)
Aktif
4.      Sentimentil, mempunyai ciri :
Emosionalitasnya kuat,
Berfungsi Sekunder (tidak mudah melupakan kesan)
Tidak aktif
5.      Amorph, mempunyai ciri :
Emosionalitasnya lemah,
Berfungsi Primer (mudah melupakan kesan)
Tidak aktif
6.      Sanguinis, mempunyai ciri :
Emosionalitasnya lemah,
Berfungsi Primer (mudah melupakan kesan)
Aktif
7.      Flegmatis, mempunyai ciri :
Emosionalitasnya lemah,
Berfungsi Sekunder (tidak mudah melupakan kesan)
Aktif
8.      Apatis, mempunyai ciri :
Emosionalitasnya lemah,
Berfungsi Sekunder (tidak mudah melupakan kesan)
Tidak aktif
            Memperhatikan bagaiman Heymans memberikan nama-nama itu, nampak bahwa Heymans terpengaruh oleh tipologi Hypocrates-Galenus. Sebaliknya, tipologi Hypocrates-Galenus sebenarnya berada di dalam tapal batas tipologi phisis dan tipologi Psikhis
B.  Tipologi Ewald.
            Ia menyusun teorinya sangat sederhana. Teorinya mengatakan bahwa "Bila kita menerima rangsangan dari luar, maka rangsangan tersebut di dalam diri kita lalu diolah dan kemudian direaksikan keluar dalam bentuk perbuatan atau kelakuan".
            Tiap stadia itu dapat dipergunakan sebagai dasar pembagian tipologi :
            A. Penerimaan rangsang
            Banyak sedikitnya orang mempunyai kepekaan menerima rangsang dari luar. Dalam hal ini Ewald masih membedakan antara kepekaan bagi gejala jiwa yang rendah (instink, reflek, nafsu, dsb.) dan kepekaan bagi gejala jiwa yang tinggi (pikiran, kemauan, perasaan, dsb).
            B. Penyimpanan kesan
            Adanya bekas-bekas yang ditinggalkan oleh kesan. Bekas itu berpengaruh kepada perbuatan orang di waktu kemudian. Orang yang satu lebih lama daripada orang lain.


            C. Pengolahan rangsang
            Dalam hal ini Ewald membedakan pengolahan rangsang oleh kesadaran dan pengolahan rangsang oleh pengaruh. Ini masih dibedakan lagi atas cepat lambatnya rangsang itu hilang kembali.
            D. Reaksi balik dari pada rangsang
            Kemampuan mengadakan reaksi balik terhadap rangsang ini, akan nampak dalam perbuatan atau kelakuan seseorang. Tipe seseorang bukan ditentukan oleh kuat atau tidaknya sesuatu unsur melainkan oleh ada atau tidaknya sesuatu unsur.
            Jadi teori dari ewald mentipe manusia atas 16 golongan. 
C.  Tipologi George Kerschensteiner.
            Ia menyusun tipologinya berdasarkan empat prinsip, yaitu :
            1. Kekuatan kemauan.
            2. Ketajaman pendapat.
            3. Kepekaan yang halus dalam perasaan.
            4. Aufwulbarkait (lama dan mendalamnya getaran jiwa)


 


3
 
2
 
           
4
 
                                                                                                                       
 






Nafsu
 

Gairah
 
 



Keterangan gambar :
Setengah lingkaran bagian bawah, mengambarkan watak biologis yang berisi kekuatan nafsu dan gairah.
Setengah lingkaran bagian atas, menggambarkan watak psikhis yang tinggi. Aufwulbarkait, adalah unsur tambahan dari George Kerschensteiner sendiri, sedangkan tiga unsur yang pertama adalah pengaruh dari John Dewey.
Kalau kita perhatikan benar-benar nyatalah pula adanya pengaruh dari Heymans. Unsur yang manakah di antara kelima tersebut yang paling kuat itulah gambaran pribadi orang tersebut. 

D.  Tipologi Plato.
            Plato membedakan tiga fungsi jiwa yaitu : pikiran, kemamuan dan perasaan. Beliau menyatakan kedudukan tiga fungsi jiwa tersebut sebagai berikut : pikiran berkedudukan di dalam kepala, kemauan berkedudukan di dalam dada dan perasaan berkedududkan dalam bagian tubuh bawah. Dari uraian ini bisa disimpulkan bahwa pikiran itu merupakan sumber kebijaksanaan, kemauaan sumber keberanian dan perasaan sumber kekuatan menahan hawa nafsu.
            Ketiga kebaikan itu mewujudkan keadilan menuru uraian itu dapat disimpulkan bahwa tentu ada tipe manusia tertentu, sebab dari ketiganya tentu tidaksama kuatnya, sehingga ada orang yang paling kuat kebijaksaannya, atau keberanianya atau bisa juga kuat menahan hawa nafsunya.

E. Tipologi Queyrat.
Tipologi manusia menurut Queyrat disusun oleh tiga fungsi jiwa yang meliputi :
- Kognisi (mengenal)
- Emosi (merasa)
- Conasi (menghendaki)
Berdasarkan tiga fungsi itu ia membedakan tiga golongan manusia yaitu :
- Ahli pikir, manusia yang pengaruh terbesar dalam perbuatannya adalah pikiran
- Ahli rasa, manusia yang pengaruh terbesar dalam perbuatannya adalah perasaan
- Ahli bertindak, manusia yang pengaruh terbesar dalam perbuatannya adalah kemauan
Kemudian beliau mengoreksi teorinya, bahwa penggolongan seperti di atas adalah kurang teliti. Yang ada dalah campuran daripada ketiga-tiganya. Karena itu dengan demikian ia mendapatkan dua belas golongan manusia yaitu :  
- Tiga golongan yang kuat :
   Pikiran dan perasaan, Pikiran dan kemauan, Pikiran dan perasaan
- Tiga golongan yang ketiga fungsinya sama-sama kuat
- Tiga golongan yang ketiga fungsinya sama-sama tidak kuat
- Tiga golongan yang ketiga fungsinya tidak tentu kelakuannya




























BAB IV
TIPOLOGI BERDASAR KEBUDAYAAN

            Bahwa kehidupan manusia dipengaruhi pula oleh kebudayaannya telah dijelaskan pada halaman-halaman terdahulu dan mudah sekali untuk dimaklumi, oleh karena kebudayaan itu selalu berada disekitar kita, di lingkungan hidup kita sehari-hari.
             Kebudayaan, menurut K.H Dewantara adalah hasil budi daya manusia yang dapat di pergunakan manusia untuk memudahkan kehidupannya.
            Ada beberapa tokoh yang dalam teorinya menggunakan kebudayaan, yaitu :
            A. Riesman
            B. E. Spranger
            C. W. dan E. Yaensch
A. Tipologi Reisman
             Reisman menggolongkan manusia ini atas tiga golongan, yaitu :
a)      Orang-orang yang pribadinya ditentukan oleh tradisinya
b)      Orang-orang yang membiarkan dirinya dipimpin oleh rohaninya.
c)      Orang-orang yang mendasarkan dirinya pada norma-norma yang dikemukakan oleh orang lain kepadanya.
Reisman menganggap dapat memperlihatkan bahwa periode kebudayaan yang lama saling menyusul satu sama lain dimana pada pokoknya terdapat orang-orang yang selalu termasuk satu diantara ketiganya.
B. Tipologi E. Spranger
            Menurut Spanger, kehidupan manusia ini dipengaruhi oleh dua macam kehidupan jiwanya, yaitu jiwa subyektif dan jiwa obyektif.
            Jiwa subyektif ialah jiwa-jiwa tiap orang.
            Jiwa obyektif ialah nilai-nilai kebudayaan yang besar sekali pengaruh pada jiwa subyektif.
            Menurut Spranger, manusia ini dapat dibedakan atas enam nilai kebudayaan, yaitu :  Ekonomi,  Politik,  Sosial, Ilmu Pengetahuan, Kesenian dan Agama. Diantara keenam itu, nilai kebudayaan yang manakah yang paling besar pengaruhnya terhadap jiwa subyektif. Dan inilah yang menentukan tipe manusia itu. Jadi kalau demikian ada enam tipe manusia sesuai dengan nilai kebudayaan itu sendiri. Tipe-tipe itu yaitu :
Ø  Manusia Ekonomi, bersifat :
- Senang bekerja
- Senag mengumpulkan harta
- Agak kikir
- Bangga dengan hartanya
Ø  Manusia Politik, bersifat :
- Ingin berkuasa
- Tidak ingin kaya
- Berusaha menguasai orang lain
- Kurang mencintai kebenaran
Ø  Manusia Sosial, bersifat :
- Senang berkorban
- Senang mengabdi kepada Tuhan
- Mencintai masyarakat
- Pandai bergaul
Ø  Manusia Pengetahuan, bersifat :
- Senang membaca
- Gemar berpikir dan belajar
- Tidak ingin kaya
- Ingin serba tahu
Ø  Manusia Seni, bersifat :
- Hidup bersahaja
- Senang menikmati keindahan
- Gemar mencipta karya seni
- Mudah bergaul denga siapa saja.
Ø  Manusia Agama, bersifat :
- Hidupnya hanya untuk Tuhan dan akhirat
- Senang memuja
- Kurang senang harta
- Senang menolong orang lain.

C. Tipologi W. dan E. Yaensch
            Tipologi W. dan E. Yaensch ini agak lain dasar penggolongannya, karena didasarkan pada unsur geologi dan unsur tubuh
1)      Unsur Geologis :
Keadaan tanah tentu mempengaruhi pula kehidupan seseorang, lewat air tanah, yang menghidupi penghuni-penghuninya.
2)      Unsur tubuh :
Juga kehidupan seseorang tentu dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar tubuhnya, misal kelenjar gondok, kelenjar hipopysis, kelenjar ludah dan kelenjar lainnya.
            Dengan hanya mendasarkan kedua faktor tersebut W. dan E. Yaensch juga hanya menggolongkan manusia atas dua tipe pula yaitu : Tipe T dan Tipe B. T adalah singkatan dari Tetanoide sedangkan B adalah singkatan dari Basedowide.
            Tipe Tetanoide, dengan ciri-cirinya :
            - Muka pucat
            - Selalu bersuasana sedih
            - Mata kecil dan dalam
            - Tanggapannya tak bergerak
            - Pendiam 
            - Selalu curiga kepada orang lain
            - Segala sesuatunya dipandang berat
            Tipe Basedowide, dengan ciri-cirinya :
            - Muka terbuka
            - Wajahnya mudah berubah
            - Matanya hidup dan melotot keluar
            - Tanggapannya bergerak
            - Banyak berpendapat dan Mudah bergaul dengan orang lain



BAB V
TIPOLOGI
BERDASAR KEDUDUKAN ANAK DALAM KELUARGA

A.                Anak Tiri
Secara asosiatif, apabila kita mendengar kata anak tiri, kita akan selalu membayangkan adanya kekejaman. Sekalipun asosiasi itu tidak selalu benar. Seorang ibu yang tidak pernah melahirkan anak, kemudian dipercaya oleh seorang ayah yang telah mempunyai anak dan ditinggalkan istrinya, mendambakan kehidupan yang bahagia bersama anak-anak tirinya. Tetapi si anak tiri tidak semua akan merasa percaya terhadap ibu tirinya karena mempunyai kepercayaan bahwa ibu tirinya akan memperlakukannya seperti ibu kandungnya. Ia tidak mau kedudukan ibu kandungnya digantikan oleh kehadiran ibu tirinya. Ia beranggapan ibu tirinya telah merenggut kasih sayang ayahnya untuknya.
Namun bagaimanapun kalau yang menduduki tempat tiri itu adalah anak, lebih-lebih apabila anak itu pernah hidup dengan orang tuanya sendiri, maka kehadiran si tiri akan selalu dicurigai, tidak dipercaya dan selalu dijauhi olehnya. Kecurigaan selalu mengikuti perlakuan ayah atau ibu tirinya. Apalagi apabila ia hidup bersama dengan saudara-saudara tirinya.
Hal ini terjadi karena anak yang telah terbiasa dengan sesuatu cara hidup tertentu, dan si anak mendapatkan kasih sayang secara wajar dari kedua orang tuanya, betapa pun keadaannya. Dengan kehadiran orang baru di dalam keluarganya, akan membawa pengaruh perubahan tatanan baru dalam keluarganya, dan perubahan yang ada itu dirasakan anak sebagai sesuatu yang sulit, yang kadang-kadang memerlukan penyesuaian diri yang lama sekali bagi anak.
Tetapi dari pihak orang yang baru, yang dalam kedudukan lebih berhak memiliki kekuasaan untuk mengatur menghendaki agar aturan itu segera diterima sehingga hidupnya segera menemukan ketenangan. Kedua hal inilah yang menyebabkan terjadinya jurang pemisah antara anak dan orang tua tiri itu. Dan dalam hal ini, si anak lah yang akan tersisihkan.
Hal yang kedua dengan datangnya orang baru itu, dari pihak anak yang sebenarnya tidak menghendaki kasih sayang dari kedua orang tuanya itu tidak terbagi, tetapi kemudian terbagi karena datangnya orang baru dalam keluarganya, dan dalam jiwa anak itu akan tergambar bahwa orang baru itu adalah sebagai pemutus kasih sayang antara ia dan orang tuanya. Perebutan kasih sayang inilah merupalan siksaan sangat besar bagi si anak, sebab dialah yang merugi dan dia pula yang harus menerima kekalahan secara terpaksa.
Dalam permasalahan ini, dapat dilihat 2 kemungkinan sikap anak yang dilakukannya. Anak itu melawan atau menarik diri dari tali pecintaan orang tuanya. Yang bersikap melawan seakan-akan membela ayah/ibunya yang lama, dan yang menarik diri seakan-akan berlindung kepada ayah atau ibunya yang sebenarnya.
Keduanya itu dilakukan dalam angan-angannya maupun dalam perbuatan-perbuatan sehari-hari dan inilah gangguan yang dialami anak sehingga nampak di dalam prestasi kerjanya baik dalam keluarga maupun dalam sekolah.
Guru yang mengetahui permasalahan itu dan memang seorang guru haruslah tahu akan permasalahan yang dihadapi oleh anak diddiknya. Guru perlu memberitahukan hal itu kepada orang tuanya, dengan mengharap adanya perbaikan. Sebab pada diri anak masih banyak harapan dari pada orang-orang yang sudah tua. Karena itu orang tua harus berani berkorban demi anak-anaknya.
Disamping itu guru perlu memberikan saran-saran antara lain, misalnya sebagai berikut:
a.         Hendaknya suasana rumah tangga tetap tenang dengan tidak banyak perubahan.
b.        Kepada anak jangan terlalu ditekan baik dngan ucapan, perlakuan maupun kewajiban, kecuali belajar.
c.         Kepada anak perlu mendapat tempat tersendiri untuk belajar.
d.        Keperluan belajarnya supaya diperhatikan.
e.         Berikan kesempatan seluas-luasnya apabila anak ingin mendaptakna fasilitas guna keperluan belajarnya.
f.         Berikan dorongan seperlunya dengan cara orang tua (yang bukan tiri) bersikap biasa seperti sebelum kedatangan orang baru.
Dengan jalan dan saran semacam itu mungkin anak akan segera bangkit dari kejatuhannya kemudian berkopetensi ataupun dengan cara yang lain untuk menebus kesalahannya yang lalu.
A.      Anak Tunggal
Anak tunggal biasanya sebagai tumpuan harapan dalam keluarga. Harapan akan kehidupan yang lebih baik, harapan yang akan meneruskan keturunan, harapan akan tercapainya cita-citanya dan harapan tentang segala-galanya.
Kedua orang tuanya tidak ada temapt yang lain, kecuali kepadanya. Karena itu kedua orang tuanya sangat khawatir kehilangan anaknya. Mereka berusaha melindungi dengan seaman-amannya, memenuhi segala keinginannya, membiarkan dilakukan semua kehendaknya, menuruti semua keinginannya tetapi melarang anaknya melakukan sesuatu yang berat, yang membahayakan dan bahkan semua perbuatan dipandang sebagai membahayakan jiwa anaknya.
Si anak akan banyak mendapat hambatan dari orang tuanya yang menyebakan  di dalam pergaulan dengan teman-temannya ia tidak memiliki perbuatan-perbuatan seperti yang dimiliki oleh teman-temannya. Ia merasakan adanya perbedaan atau ada yang kurang dalam dirinya sehingga ia menarik diri dari teman-temannya, ia makin tidak berkembang.
Di rumah terkadang  ia diperlakukan sebagai raja, tetapi kadang-kadang ia harus menjadi budak menuruti semua perkataan dan perintah orang tuanya. Dari dua kutub perlakuan ini si anak menjadi kebingungan. Sikap kebingungan ini bila dibawa dalam pergaulan dengan teman-temannya, akan dianggap perbuatan yang aneh dan lucu sehingga akan menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Dan hal ini akan semakin memperparah keadaan anak tersebut.
Dalam keadaan semacam ini, apabila orang tuanya tidak menyadari keadaan anaknya bahkan tetap memperlakukan anaknya semacam itu, si anak akan jatuh dalam bencana karena ia selalu berada dalam dua dunia yang tidak berkeseimbangan satu sama lain.
Apabila si anak berpembawaan kuat, ketika baru merasakan ada kekurangan pada dirinya dari teman-temannya, ia mungkin segera berkompensasi sehingga ia tetap berada dalam keseimbangan sekalipun tidak sewajarnya.
B.     Anak Sulung
Anggapan umum yang kurang bebar ialah bhwa anak sulung tentu membawa beban terberat diantara saudara-saudaranya. Anggapan ini timbul karena secara logika, anak sulung ini nanti akan mengganti kedudukan orang tuanya apabila mereka telah tiada nanti. Kepadanyalah orang tua menyerahkan tanggung jawab untuk kehidupan, keselamatan dan kebahagiaan saudara-saudaranya. Penyerahan tanggung jawab itu sudah dimulai dilatih dari kecil yaitu ia harus mengasuh adik-adiknya, menjaganya, mengajaknya bermain, dan sebagainya. Tiap kekeliruan perbuatan adik-adiknya, anak sulunglah yang ditegur bahkan harus menerima hukumannya.
Kekurang benaran anggapan ini terletak di dalam penyerahan tanggung jawab orang tua yang terlalu cepat kepada anak sulung ini, karena pada waktu si adik lahir, ia masih dalam usia anak-anak. Ia belum memiliki sifat kedewasaan bahkan oleh karena kelahiran adiknya itu ia merasa terampas kasih sayang orang tua padanya, yang mengakibatka ia harus bersaing dengan adiknya untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Tetapi dalam perbuatan ini, anak sulung sering diminta agar lebih banyak mengalah terhadap adik-adiknya, kadang-kadang dengan alasan yang sengaja dicari-cari dan lebih merugikan anak sulung.
Dalam hal ini kesangggupan orang tua untuk dapat bertindak bijaksana sangat diharapkan misalnya dengan mengusahakan jangan sampai nampak adanya perbedaan cara bertindak terhadap anak-anaknya, perlakuan tugas yang adil, dan sebagainya. Kalaupun orang tua menginginkan si kakak menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya, maka terlebih dahulu orang tualah yang patut memberikan contoh yang baik sehingga si anak dapat mengetahui bahwa sesuatu peraturan, suatu keharusan, memang berlaku sama untuk semua orang.
Kalau si anak sulung menghayati sendiri orang tua bersedia berkorban untuk anak-anaknya, orang tua lebih berani mengalah, lebih berani bekerja giat, si anak sulung kan lebih mudah untuk dapat berkorban, mengalah atau pun bertindak bijaksana terhadap adik-adiknya.
Hal-hal inilah yang sering terjadi pada anak sulung dan apabila ini dilakukan sebagaimana mestinya dan tanpa mempercepat waktu dan memperberat beban, melainkan berlaku dalam serba kewajaran, tentu tidak akan menimbulkan anggapan-anggapan yang kurang benar di dalam masyarakat.
C.     Anak Bungsu
Dari orang tua terkadang nampak seakan-akan ada hak istimewa kepada anak bungsu yaitu apabila orang tua itu memiliki banyak anak sehingga nampak status ekonomi sosialnya menurun. Dengan menurunnya status ekonomi sosial ini, si anak bungsu dirasakan sebagai anak yang hidup dalam keadaan yang tidak sama dengan waktu kakak-kakaknya masih kecil. Dan orang tua yang menghayati hal semacam ini dengan mencurahkan perasaan dengan perbuatan-perbuatan yang menampakkan lebih menyayangi anaknya.
Begitu pula dengan kakak-kakaknya yang selalu ingin menjaga dan melindungi adiknya yang paling kecil karena merasa dialah yang paling lemah, selalu beruaha menjaga, memanjakan dan memenuhi keinginan adiknya.
Karena terlalu disayang oleh orang tua dan kakak-kakaknya, terlalu banyak mendapatkan perhatian, perawatan, pertolongan, hiburan dan sebagainya, si anak bungsu akan merasa hidup dalam berkecukupan, serba menyenangkan dan serba mengenakkan. Semuanya ini memberikan kesempatan kepada sia anak bungsu untuk bersikap manja.
Sikap manja akan selalu merugikan diri sendiri. Karena ia tak punya pengalaman untuk melakukan sesuatu. Padahal dapat melakukan sesuatu, berarti memiliki pengertian tentang sesuatu itu. Karena tidak dapat melakukan sesuatu, ia merasa malu terhadap teman-temannya. Untuk menutupi rasa malu itu, ia mengasingkan diri dari teman-temannya. Ia kehilangan kesempatan untuk dapat berbuat yang lain, dan karena itu ia makin jauh dan tidak dapat berbuat apa-apa. Apabila hal ini terjadi berlarut-larut, akhirnya anak itu akan jatuh ke keputus asaan.
D.    Anak Pungut
Artinya ia menjadi seorang anak dari suatu keluarga karena dipungut. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan. Apakah anak itu dipungut sejak masih kecil atau kah sudah besar. Hal ini dapat memberikan pengaruh adalam hal bersosialisasi dengan lingkungan barunya. Anak yang dipungut sejak masih kecil (bayi) tidak banyak masalah yang dijumpai oleh si pemungut anak. Ia masih memiliki kemerdekaan  penuh dalam mengarahkan anaknya itu sesuai dengan keinginannya. Ia masih dengan mudah menanamkan kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga kepada anak terseut tanpa banyak menjumpai kesulitan yang berarti. Lain halnya apabila anak itu dipungut ketika ia sudah besar, misalnya dari yayasan atau panti asuhan. Dalam hal ini anak sudah ditanami kebiasaan-kebiasaan dari yayasan itu, sehingga si pemungut anak menjumpai kesukaran-kesukaran dalam menananmkan kebiasaan-kebiasaan yang ia inginkan.
Si pemungut anak haruslah bisa memahami kondisi anak yang mereka pungut, dengan memberikan kebebasan sedikit seperti yang si anak inginkan. Namun secara perlahan lahan menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam lingkungannnya yang baru (di rumah si pengadopsi anak tersebut). Hal ini biasanya akan lebih berasil daripada merubah kebiasaan anak itu secara revolusioner. Sebab dengan dengan jalan yang terakhir ini, anak cenderung memberikan reaksi dan inilah yang menjadi sumber ketegangan hubungan sosial antara si pemungut anak dengan anak yang dipungut tersebut.  Kesukaran akan lebih besar lagi apabila setelah anak itu meningkat dewasa, orang tua anak itu ikut campur dalam mendidik anak tersebut.
Dalam hal ini diperlukan adanya ketentuan sikap baik dari pihak anak maupun dari pihak orang tua, dengan pengertian dan keinsyafaan bahwa segala sesuatu itu adalah demi kepentingan hari depan anak tersebut. Apabila selama dalam perkembangan itu ia tidak mendapatkan pedoman hidup (betapa pun bentuknya) melainkan hanya terombang ambing antara dua pedoman hidup, yang tentu saja akan mengalami kesukaran-kesukaran.









BAB VI
STRUKTUR KEPRIBADIAN BERDASAR PSIKOLOGI DALAM
Sasaran penyelidikan tentang khidupan jiwa manusia, sampai abad XIX adalah kesadaran manusia, yang nampak gejalanya didalam perbuatan, baik yang sengaja diperbuat guna keperluan penyelidikan itu sendiri atau yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Sigmud Freud adalah tokoh pertama yang di dalam penyelidikan tentang kehidupan jiwa manusia bersasaran pada ketidak sadaran. Oleh karena letak ketidaksadaran ini lebih dalam pada letak kesadaran, maka Psikologi yang disusun atas dasar penyelidikan Freud ini disebut Psikologi dalam.
A.        STRUKTUR KEPRIBADIAN FREUD
Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga system atau aspek, yaitu:
·                     Das Es (the id) yaitu aspek biologis
·                     Das Ich (the ego) yaitu aspek psychologis
·                     Das Ueber Ich (the super ego) yaitu aspek sosiologis
Kendati pun ketiga aspek itu masing-masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja dan dinamikan sendiri-sendiri, namun ketiganya berhubungan dengan rapatnya sehingga sulit untuk memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia, tingkah laku selalu merupakan hasil kerja sama ketiga aspek itu.
1.         Das Es
Das Es atau dalam bahasa inggrisnya disebut dengan Id disebut juga oleh Freud System der Unbewussten. Aspek ini adalah apek biologis dan merupakan system yang orisinal di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh.
Das Es atau Id merupakan realita psykis yang sebenar-benarnya dan berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir. Enersi psykis di dalam Das Es itu dapat meningkat oleh karena perangsang, baik dari dalam maupun dari luar. Yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Das Es ialah menghindarkan diri dari ketidak enakan dan mengejar keenakan. Pedoman ini ibi disebut  Freud “prinsip kenikmatan” atau “prinsip keenakan”.
Untuk menghilangkan ketidak enakan dan mencapai kenikmatan Das Es mempunyai dua cara (alat proses) yaitu:
Ø  Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip, dan sebagainya.
Ø   Proses primer seperti misalnya orang lapar membayangkan makanan.
Akan tetapi jelas bahwa cara “ada” yang demikian itu tidak itu tidak memenuhi kebutuhan; orang yang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Karena itulah maka perlulah (merupakan keharusan kodrati) adanya system lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia obyektif. System yang demikian itu ialah Das Ich.
2.        Das Ich
Das ich atau dalam bahasa inggris the Ego disebut juga system der Bewussten Verbewussten. Aspek ini adalah aspek psychologis dari pada kepribadian dan timbul karena organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realitas).
            Orang yang lapar perlu makan untuk menghilangkan rasa laparnya, ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan yang pokok antara Das Es dan Das Ich, yaitu kalau Das Es hanya mengenal dunia subyektif (dunia bathin) maka Das Ich dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dunia bathin dan sesuatu yang ada di dunia luar bathin (dunia obyektif, dunia realita).
            Di dalam berfungsinya, Das Ich berpegang pada “prinsip kenyataan” atau prinsip realita dan bereaksi dengn proses sekunder. Tujuan realitas prinsip itu ialah mencari obyek yang tepat, untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme. Proses sekunder itu adalah proses berpikir realistis dengan mempergunakan proses sekunder Das Ich merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya atau mentestnya (biasanya dengan suatu tindakan) untuk mengeahui apakah rencana itu berhasil atau tidak. Misalnya: orang lapar merencanakan di mana dia dapat makan, lau pergi ke tempat tersebut untuk mengetahui apakah rencana tersebut berhasil atau tidak.
            Das Ich dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif dari pada kepribadian, oleh karena Das Ich ini mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih obyek-obyek yang dapat memenuhi  kebutuhan. Di dalam menjalankan fungsi ini seringkali das Ich harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Das Es dan Das Ueber Ich dan dunia luar. Namun haruslah selalu diingat, bahwa Das Ich adalah derivate dari Das Es dan timbul untuk kepentingan kemajuan Das Es dan bukan untuk merintanginya. Peran utamanya ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instinktif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya organisme.
3. Aspek Das ueber Ich
            Das Ueber Ich adalah aspek sosiologis dari pada kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan larangan. Das Ueber Ich lebih merupakan sempurnaan daripada kesenangan, karena itu das Ueber Ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral dari pada kepribadian.
            Mekanisme yang menyatukan system tersebut kepada pribadi disebut introveksi. Jadi Das Ueber Ich itu berisikan dua hal, ialah “conscientia” dan Ich-ideal. Conscientia menghukum orang dengan memberikan rasa dosa, sedangkan Ich-ideal menghadiahi orang dengan rasa bangga akan dirinya. Dengan terbentuknya Das Ueber Ich ini maka control terhadap tingkah laku yang dulunya dilakukan oleh orang tuanya menjadi dilakukan oleh pribadi sendiri, moral yang dulunya heteronom lalu menjadi otonom.
Adapun fungsi pokok daripada das Ueber Ich itu dapat kita lihat dalam hubungan dengan ketiga aspek kepribadian itu yaitu :
a.         Merintangi impuls-impuls dan Es, terutama impuls-impuls sexuill dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat.
b.         Mendorong Das Ich untuk lebih mengejar hal-hal yang irealistis dari pada yang realistis.
c.         Mengejar kesempurnaan.
Jadi Das Ueber Ich itu cenderung untuk menentang baik Das Ich maupun das Es dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal.
Demikianlah Struktur kepribadian menurut Freud, terdiri atas tiga aspek. Dalam pada itu harus selalu diingat, bahwa aspek tersebut hanya nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang berlangsung dengan prinsip-prinsip yang berbeda satu sama lain. Dalam keadaan biasa, ketiga system itu bekerjasama dengan diatur oleh Das Ich; kepribadian berfungsi sebagai kesatuan.
FASE-FASE PERKEMBANGAN
            FREUD membagi tiap fase dalam kehidupan manusia dan itu ditentukan atas dasar cara-cara reaksi bagian tubuh tertentu. Adapun fase-fase tersebut ialah :
a.                   Fase Oral
b.                   Fase anal
c.                   Fase phallis
d.                  Fase latent
e.                   Fase pubertas
f.                    Fase genetal

a.                   Fase Oral : 0,0 sampai kira-kira 1,0
Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok daripada aktivita dynamis. Sumber kenikmatan pokok yang diasalkan dari mulut adalah makan. Pemindahan obyek dari menyuapkan atau memasukkan makanan ke mulut itu misalnya: kesenangan untuk memperoleh pengetahuan atau hak milik. Pemindahan obyek dari menggigit atau agresi oral misalnya: berdebat, bersifat sarcatis.
Selanjutnya karena pada masa oral ini anak sama sekali tergantung pada ibu dalam segala hal maka timbullah “rasa tergantung” pada masa ini. Rasa tergantung ini cenderung untuk tetap ada selama hidup dan menonjol kalau orang dalam ketakutan atau merasa tidak aman.
b.                   Fase Anal : kira-kira 1,0 sampai kira-kira 3,0 tahun
Pengeluaran faeces  menghilangkan sumber-sumber ketidaksenangan dan menghasilkan rasa lega. Ketika pembiasaan akan kebersihan (toilet training) dimulai-pada tahun kedua- anak mendapat pengalaman pertama tentang pengaturan impuls-impulsnya dari luar. Dia harus belajar menunda kenikmatan yang timbul dari defekasi (bebaskan diri). Pengaruh yang diterima oleh anak dalam pembiasaan akan kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang jauh pada sifat-sifat kepribadian kemudian.
Apabila ibu bersikap keras dan menekan, anak mungkin akan menahan faecesnya. Apabila reaksi yang demikian ini meluas kelain-lain hal, maka anak dapat mempunyai sifat kurang bebas, kurang berani, tertekan, kurang terbuka.
Apabila ibu bersikap membimbing dengan kasih sayang dan memuji apabila apabila anak defekasi, maka anak mungkin memperoleh pengertian bahwa memproduksikan faeces adalah aktivitas yang penting. Pengertian inilah yang mungkin menjadi dasar daripada kreatifitas dan produktiva.
c.         Fase Falis : kira-kira 3,0 sampai 5,0
Pada fase ini yang menjadi pusat adalah perkembangan sexual dan rasa agresi fungsi alat-alat kelamin. Kenikmatan masturbasi serta khayalan yang mnyertai aktivita oto-erotik sangat penting. Pada masa inilah adanya kompleks Oedipus. Freud beranggapan bahwa pendapatnya tentang kompleks Oedipus itu adalah salah satu penemuannya yang terpenting.
Kompleks Oedipus pada laki-laki dan pada perempuan itu tidak sama. Mula-mula kedua jenis anak itu cinta kepada ibu, karena ibu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan menentang ayah karena ayah dianggap saingan dalam memperebutkan kasih itu. Perasaan yang demikian itu pada anak laki-laki tetap, tetapi pada anak perempuan berubah.
- Perkembangan kompleks Oedipus pada anak laki-laki : dorongan incest dengan ibu serta sikap menentang terhadap ayah menyebabkan anak laki-laki konflik dengan orang tuanya, terutama ayah.
- Perkembangan kompleks Oedipus pada anak perempuan : anak perempuan mengganti obyek cintanya yaitu ibu diganti dengan ayah. Hal ini sebagai reaksi terhadap pengalaman traumatisnya, dia beranggapan bahwa ibulah yang bertanggungjawab terhadap keadaan yang demikian itu yang melemahkan cathexisnya terhadap ibu. Dia mentranfer cintanya kepada ayah karena ayah memiliki orang yang dia inginkan.
d.                  Fase Latent : 5,0 sampai kira-kira 12,0 atau 13,0
Pada fase ini impuls-impuls cenderung untuk ada dalam keadaan tertekan. Pada fase dorongan dinamis itu seakan-akan latent, sehingga anak-anak pada masa ini secara relative lebih mudah dididik daripada fase-fase sebelumnya dan sesudahnya.

e.                   Fase Pubertas : kira-kira 12,0 atau 13,0 sampai 20,0
Pada masa ini impuls-impuls menonjol kembali. Dan ini membawa aktivita-aktivita dynamis lagi.
f.                    Fase genetal
Chathexis pada fase genetal mula (fase falis) mempunyai sifat narcistis artinya individu mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri dan orang-orang lain diinginkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah itu. Pada masa pubertas narcisme ini diarahkan ke obyek di luar: si puber mulai belajar mencintai orang lain karena alasan-alasan narcistis. Pada akhir fase pubertas dorongan-dorongan yang altruistis dan telah disosialisasikan ini telah menjadi tetap dalam bentuk-bentuk pemindahan obyek, sublimasi dan identifikasi. Jadi orang yang telah berubah dari pengejar kenikmatan-anak yang barcitis-menjadi orang dewasa yang telah disosialisasikan dan realistis.  Fungsi biologis yang pokok daripada fase genital ini ialah reproduksi.
Dalam pada itu perlu sekali diingat bahwa walaupun Freud menggambarkan perkembangan itu di dalam fase-fase, namun dia tidak berpendapat bahwa antara fase-fase tersebut satu sama lain terdapat batas yang tajam.

A.      STRUKTUR PSYCHE ATAU KEPRIBADIAN DARI JUNG
Jung berbicara mengenai psikhe, adapun yang dimaksud dengan psikhe adalah totalitas segala peristiwa psikhis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu :
1.                   Alam sadar (kesadaran)
2.                   Alam tak sadar (ketidak-sadaran)
Kedua alam itu tidak hanya saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris. Adapun fungsinya kedua-duanya adalah penyesuaian, yaitu:
1.                   Alam sadar : penyesuaian terhadap dunia luar
2.                   Alam tak sadar : penyesuaian terhadap dunia luar
Batas antara kedua alam itu tidak tetap, melainkan dapat berubah-ubah, artinya luas daerah kesadaran atau ketidaksadaran itu dapat bertambah atau berkurang.
STRUKTUR KESADARAN
            Kesadaran mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya.
1.                   Fungsi jiwa
Fungsi jiwa menurut Jung adalah suatu bentuk aktivita kejiwaan yang secara teoritis tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi pokok, yang dua rasional, yaitu pikiran dan perasaan, sedangkan yang duanya lagi irrasional yaitu pendirian dan intuisi. Dalam fungsinya, fungsi-fungsi rasional bekerja dengan penilaian: pikiran menilai atas dasar benar dan salah, sedangkan perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tidak menyenangkan. Kedua fungsi yang irrasional dalam berfungsinya tidak memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata mendapat pengamatan : pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar indriah, sedangkan intuisi mendapatkan pengamatan secara tak sadar naluriah.
Dari keempat fungi tersebut, terlihat bahwa mereka saling berpasang-pasangan. Kalau sesuatu fungsi menjadi fungsi superior, yaitu menguasai kehidupan alam sadar, maka fungsi pasangannya menjadi fungsi inferior, yaitu ada dalam ketidaksadaran, sedangkan kedua fungsi yang lain menjadi fungsi bantu; sebagian terletak dalam alam sadar dan sebagian lagi dalam alam tak sadar. Selanjutnya fungsi-fungsi yang berpasangan itu berhubungan secara kompensatoris, artinya makin berkembang fungsi superior  maka makin besarlah kebutuhan fungsi inferior, akan kompensasi dan makin besarlah gangguan terhadap keseimbangan jiwa, makin besar tanggungan dalam jiwa yang dapat menjelma dalam tindakan-tindakan yang tak terkendalikan.
Karena itu tujuan yang ideal daripada perkembangan kepribadian ialah membawa keempat fungsi pokok itu dalam sinar kesadaran sehingga tercapailah manusia bulat yaitu manusia “sempurna”.
2.             Sikap jiwa
Yang dimaksud dengan sikap jiwa adalah arah dari pada enersi psikhis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivita enersi psikhis itu dapat keluar atau pun ke dalam, dan demikian pula arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat keluar atau kedalam.
Tiap orang mengadakan orientasi terhadap orientasi terhadap dunia di sekitarnnya, namun dalam caranya mengadakan orientasi itu orang yang satu berbeda dari yang lainnya. Misalnya ada orang yang lekas menutup dirinya atau menutup jendela kalau dirasakan hawa dingin, tetapi ada yang acuh tak acuh saja. Ada yang lekas mengagumi orang yang sedang naik daun dan sebagainya.
Jadi berdasakan atas sikap jiwanya manusia dapat digolongkan menjadi dua type, yaitu ; manusia yang bertipe ekstravert dan manusia yang bertipe introvert. Orang yang ekstravert terutama dipengaruhi oleh dunia obyektif, yaitu dunia di luar dirinya. orientasinya terutama tertuju keluar : pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik sosial maupun non sosial. Dia bersikap positif terhadap masyarakat.
Orang yang introvert terutama dipengaruhi oleh dunia subyektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju kedalam pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang baik, jiwanya tertutup, sukar bergaul dan sebagainya. Antara ekstravert dan introvert itu terdapat hubungan yang kompensatoris.
B.            POKOK-POKOK TEORI ADLER
THEORI Adler dapat dipahami lewat pengertian-pengertian pokok yang dipergunakan untuk membahas kepribadian. Adapun pengertian pokok dalam teori Adler itu adalah :
1.             Individualita sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unit) daripada kepribadian,yaitu individualita, kebulatan serta sifat-sifat khas pribadi manusia. Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfirmasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang membawakan corak khas gaya hidupnya yang bersifat individual.
2.             Pandangan teologis : Finalisme semu
Sehabis memisahkan diri dari Freud, Adler lalu sangat dipengaruhi oleh filsafat “se-akan-akan “yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam bukunya yang berjudul Die Philosophie des Als-Ob (1911).
Vaihinger mengemukakan, bahwa manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau pikiran yang bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau pasangannya dalam realita. Adler mengambil ajaran filsafat positivisme idealis yang bersifat pragmatis itu dan disesuaikannya dengan pendapatnya sendiri.
Di dalam filsafat Vahinger itu Adler menemukan pengganti determinisme historis Freud yang menekankan factor konstitusional serta pengalaman masa kanak-kanak. Adler menemukan gagasan bahwa manusia lebih didorong oleh harapan-harapannya terhadap masa depan daripada pengalaman-pengalaman masa lampaunya. Tujuan itu tidak ada di masa depan sebagai bagian daripada suatu rancangan teleologis, melainkan ada secara subyektif (dalam diri si subyek) pada waktu kini sebagai keinginan atau cita-cita yang mempengaruhi tingkah laku dewasa ini.
Tiap orang mempunyai Leitlenie, yaitu rancangan hidup rahasia yang tidak disadari, yang diperjuangkannya terhadap segala rintangan. Tujuan yang ingin dikejar manusia itu mungkin hanya suatu fiksi, yaitu suatu cita-cita yangtak mungkin direalisasikan, namun kendati pun demikian merupakan precut yang nyata bagi usaha manusia, dan karenanya juga merupakan sumber keterangannya bagi tingkah lakunya.
Menurut Adler orang yang normal dapat membebaskan diri dari fiksi ini, sedangkan orang yang neurotis tidak.
3.             Dua dorongan pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu :
a.              Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada masyarakat.
b.             Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak yang mengabdi kepada diri sendiri.
Mengenai dorongan keakuan ini pendapat Adler mengalami perkembangan sejak tahun 1908 dia telah sampai pada kesimpulan bahwa dorongan agresif lebih penting daripada dorongan seksuil. Kemudian nafsu agresif itu diganti dengan keinginan berkuasa dan lebih kemudian lagi ini digantinya dengan dorongan untuk superior, dorongan untuk berharga, untuk lebih sempurna.
4.             Rasa rendah diri dan kompensasi
Sejak mula-mula menjadi dokter, Adler telah menaruh perhatian terhadap fungsi-fungsi jasmani yang kurang sempurna, hal ini dirumuskannya dalam Organ minderwertigheit und ihre psychische kompensationen (1912). Ia pun menyelidiki tentang penyebab orang sakit menderita di daerah-daerah tertentu. Menurutnya hal itu disebabkan daerah-daerah tersebut kekurangan kesempurnaan. Kemudian Adler menerbitkan monograf tentang minder wertigkeit von organen Adler memperluas pendapatnya tentang rasa rendah diri; pengertian ini mencakup segala rasa kurang berharga yang timbul karena tidak mampuan psychologis atau social yang dirasa secara subyektif, atau pun karena keadaan jasmaniah yang kurang sempurna.
Adler berpendapat bahwa rasa rendah itu bukanlah suatu pertanda ketidaknormalan, melainkan justru merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia. Tentu saja dapat juga rendah diri itu berlebih-lebihan sehingga manifestasinya jug tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah diri atau kompleks untuk superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri itu merupakan pendorong kearah kemajuan atau kesempurnaan.
Dalam pada itu perlu dicatat bahwa Adler bukanlah seorang hedonist; kendatipun rasa rendah diri itu membawa penderitaan, namun hilangnya rasa rendah diri tidak mesti berarti datangnya kenikmatan. Bagi Adler tujuan manusia bukanlah mendapatkan kenikmatan, akan tetapi mencari kesempurnaan.
5.        Dorongan kemasyarakatan
Secara teori, dalam arti yang luas, dorongan kemasyarakatan merupakan dorongan untuk membantu masyarakat untuk mencapai tujuan masyarakat yang sempurna. Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak lahir. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Namun sebagaimana lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada masyarakat itu tidak nampak secara spontan, melainkan harus dibimbing dan dilatih.

Perkembangan teori Adler dapat digambarkan sebagai berikut:
Ø  mula-mulai manusia dianggap didorong oleh dorongan untuk mengejar keakuan dan kekuasaan sebagai  lantaran untuk mencapai kompensasi bagi rasa rendah dirinya
Ø  selanjutnya manusia dianggapnya didorong oleh dorongan kemasyarakatan yang dibawa sejak lahir yang menyebabkan dia menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Namun perlu digarisbawahi, antara dorongan keakuan dan dorongan kemasyarakatan adalah sama-sama penting. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Adler sendiri “Dorongan kemasyarakatan, disamping dorongan untuk berkuasa, memainkan peranan terpenting dalam perkembangan kepribadian”.
6.        Gaya hidup, Leitline
Gaya hidup adalah prinsip yang dapat dipakai landasan untuk memahami tingkah laku seseorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang. Tiap orang memiliki gaya hidup yang berbeda-beda.
Gaya hidup seseorang itu telah terbentuk antara umur tiga sampai lima tahun, dan selanjutnya segala pengalaman dihadapi serta diasimilasikan sesuai dengan gaya hidup yang khas itu. Setelah gaya hidupnya ini terbentuk praktis tak dapat diubah lagi. Orang mungkin dapat merubah cara-cara untuk melahirkan atau menampakkan gaya hidupnya tetapi gaya hidup itu sendiri akan tetap tidak berubah. Menurut Adler gaya hidup itu ditentukan oleh inferiorita yang khusus, jadi gaya hidup itu adalah suatu bentuk kompensasi terhadap kekurangan sempurnaan tertentu
7.    Diri yang kreatif.
Diri yang kreatif adalah penggerak utama, pegangan filsafat, sebab pertama bagi semua tingkah laku. Susahnya menjelaskan persoalan ini ialah karena kita kita tak dapat menyaksikannya secara langsung akan tetapi hanya dapat menyaksikan lewat manifestasinya. Inilah yang mengantarai antara perangsang yang dihadapi individu dengan respon yang dilakukannya. Diri yang kreatif inilah yang memberi arti kepada hidup, yang menetapkan tujuan serta membuat alat untuk mencapainya.













BAB VII
THEORI KEPRIBADIAN KURT LEWIN.
Theori Lewin ini dapat dimengerti dalam rangka struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian.
I.                   Struktur Kepribadian.
Kenyataan psikologis yang selalu dipegang ialah bahwa pribadi itu selalu ada dalam lingkungannya, pribadi tak dapat dipikirkan lepas dari lingkungannya.
  1.  Pribadi.
Selaras dengan prinsip ilmu jiwa Gestalt, cara menggambarkan pribadi itu secara struktural ialah dengan cara melukiskan pribadi itu sebagai kesatuan yang terpisah dari hal-hal lainnya di dunia ini. Penggambaran ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Misalnya dapat dengan kata-kata, dan secara seperti yang terdapat pada ruang (topologic). Lewin memilih cara yang kedua itu karena :
(1)        Penggambaran secara ruang itu memungkinkan pendekatan secara mathematic, sedangkan penggambaran dengan kata-kata tidak.
(2)        Penggambaran dengan kata-kata banyak mengandung keragu-raguan dan karenanya banyak menimbulkan salah mengerti sedangkan penggambaran secara ruang tidak.
Bagaimanakah Lewin menggambarkan pemisahan antara pribadi itu dengan yang lain-lainnya di dunia ini? Yaitu dengan membuat gambaran tertutup (lihat gambar 1).
Gambar 1. Pribadi (P).
Oval: P

           
Non P.                                     Non P.

Batas gambar itu menggambarkan batas daripada kesatuan yang disebut pribadi. Semua yang terdapat di dalamnya adalah P (pribadi person) sedangkan yang diluarnya adalah non P (bukan pribadi).
B.  Lingkungan Psychologis.
Kalau kita hanya mempersoalkan sifat-sifat pribadi maka kita cukup menggambarkan P sebagai kesatuan yang tertutup itu. Tetapi apa bila kita berbuat demikian, maka kita melupakan betapa penting hubungan pribadi itu dengan sekitarnya, kita melepaskan pribadi dari dunianya. Maka langkah selanjutnya untuk menggambarkan kenyataan psychologis itu ialah dengan cara melukiskan gambaran tertutup lagi yang lebih besar dari dan melingkupi gambaran P tadi (lihat gambar2).
Juga disini bentuk dan ukuran tidak penting. (Disini dipakai bentuk elips).


Oval: P
Oval: LP		LP


Non psychologis non psychologis

Rh = (P +Lp).
Gambar -. 2 : Pribadi dalam lingkungan psychologis.
Dimana tempat P itu didalam elips tidak penting, boleh dimana saja asal tidak bersinggung dengan elips itu.
Daerah didalam elips diluar P itu disebut lingkungan psychologis (psychological environment), dan diberi tanpa Lp. Daerah didalam elips termasuk juga lingkungan ( P ) disebut ruang hidup (life space, Lebensraum) dan diberi tanda Rh. Daerah di luar elips menggambarkan segi nonpsychologis dari pada dunia ini. Daerah ini dapat disebut dunia fisik, walaupun istilah ini tidak tepat, sebab daerah ini tidak hanya menggambarkan fakta-fakta fisik melulu.
Gambaran yang telah dikemukakan diatas itu merupakan representasi dari pada masalah inti dalam pemikiran psychologis Lewin,yaitu pribadi-lingkungan psychologis dan ruang hidup.
C. Ruang hidup.
Ruang hidup (atau yang disebut juga "medan psychologis" atau "keseluruhan situasi"), adalah totalita realita psychologis, yang berisikan semua fakta yang dapat mempengaruhi tingkah laku individu pada sesaat. Dengan kata lain, tingkah laku adalah fungsi daripada ruang hidup : T1 = f (Rh). Dan ruang hidup itu adalah hasil interaksi antara Pribadi (P) dan lingkungan psychologis (Lp); karena itu pernyataan diatas dapat di gambarkan T1= f (Rh) = f (P, Lp).
Lingkungan psychologis adalah lingkungan sebagaimana adanya bagi seseorang. Lingkungan psychologis adalah bagian dari ruang hidup, karenanya sifat-sifatnya tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat lingkungan obyektif, tetapi juga oleh sifat-sifat pribadi.
Morton Deutsch, seorang ahli dalam theori medan, dalam penyelidikannya menemukan, bahwa Lewin menggunakan istilah pribadi (person) itu dalam tiga hal :
(1) Untuk menunjukkan sifat-sifat individu (kebutuhan-kebutuliannya, keyakinan-keyakinannya, persepsinya dan sebagainya), yang dalam interaksi antara sesamanya dan dengan lingkungan obyektif menimbulkan ruang hidup.
(2).   Untuk menunjukkan gejala yang sama dengan ruang hidup.
(3)   Untuk menunjukkan pribadi didalam ruang hidupnya, atau seperti yang dikatakan orang "the behaving-self'. Lingkungan psychologis dan the behaving self itu tergantung satu sama lain, berhubungan timbal balik fungsional.
Tingkah laku. Istilah "tingkah laku" (behaviour) dipakai untuk menunjukkan tiap perubahan didalam ruang hidup yaitu perubahan dalam arti psychologis. Jadi, tidak semua gerakan pribadi serta perubahan dalam lingkungan sebagai akibat gerakan pribadi itu.
Misalnya, apabila seorang anak bergerak dari mobil ke rumahnya sementara dia tidur, itu bukan tingkah laku.
Contoh lain : Seorang anak memukul bola kasti, bola mengenai kaca jendela dan pecah, maka "pecahannya" kaca jendela itu bukan tingkah laku si anak itu. Jadi tingkah laku itu adalah terutama perubahan dalam ruang hidup, tidak dalam ruang obyektif. Nyatalah, bahwa yang dimaksud dengan tingkah laku ini tidak dapat langsung diamati, tetapi hanya dapat disimpulkan dari apa yang dapat diamati.
Disamping arti tersebut diatas, Lewin juga memakai kata tingkah laku dalam arti yang umum, yaitu dalam interaksi yang nampak antara, individu dan lingkungan obyektifnya.
D.  Differensiasi Ruang Hidup
Penggambaran ruang hidup (pribadi, dalam lingkungan psychologis) seperti yang telah diberikan dimuka itu tidak cukup menggambarkan kenyataan yang sebenarnya, sebab dalam kenyataannya baik pribadi maupun lingkungan psychologisnya itu tidak pernah merupakan unitas yang mutlak, tetapi mempunyai differensiasi. Struktur ruang hidup tidak homogen, tetapi heterogen, terdiri atas bagian-bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan saling bergantung.
E.  Banyaknya daerah.
Banyaknya daerah itu ditentukan oleh banyaknya fakta-fakta psychologis yang ada pada sesuatu siasat. Apabila hanya ada dua fakta dalam ruang hidup, pribadi dan lingkungan psychologisnya, maka hanya ada dua daerah didalam ruang hidup (lihat gambar 2). Apabila lingkungan psychologis terdiri dari dua fakta, misalnya kerja dan permainan, maka Lp harus dibagi dua dan Apabila ada bermacam-macam permainan, misalnya kasti, volley, sepakbola dan sebagainya, maka daerah permainan itu harus dibagi menjadi sebanyak macam permainan itu.
Demikian pula apabila ada beberapa macam pekerjaan.
Daerah didalam pribadi digambarkan dengan cara seperti itu pula. Apabila kenyataan yang ada dalam pribadi itu hanya satu macam, misalnya lapar, maka daerah D.P. itu hanya satu saja. Tetapi apabila misalnya lapar itu juga disertai oleh kebutuhan untuk menyelesaikan pekerjaan, maka ada dua daerah. Dermikian seterusnya.
Catatan : Fakta dalam Lp biasa disebut valensi, sedangkan fakta dalam P biasa disebut kebutuhan.
F. Dimensi-dimensi ruang hidup.
Ruang hidup itu mempunyai dimensi waktu dan dimensi realita-realita.
  1. Dimensi waktu.
Kurd Lewin berpegang pada prinsip kekinian. Walaupun menurut prinsip kekinian masa lampau dan/atau masa depan tidak mempengaruhi tingkah laku kini, tetapi sikap perasaan, pikiran dan sebagainya mengenai masa lampau dan/atau masa depan (yang ada atau terjadi kini) mempengaruhi tingkah laku kini. Karena itu masa kini harus juga memuat sangkut pautnya dengan masa lampau dan masa depan (dalam arti psychologis) Lewin menunjukkan, bahwa ruang hidup neonatus dapat digambarkan sebagai medan yang daerah-daerahnya relatif sedikit dan kurang jelas bedanya satu soma lain. Anak tak punya pengertian tentang masa lampaunya, harapan-harapan mengenai masa depan juga belum ada, anak hanya dipengaruhi oleh situasi yang ada pada sesuatu saat. Dengan kata lain ruang hidupnya tidak mempunyai dimensi waktu. Perubahan pokok dalam perkembangan anak adalah makin meningkatnya differensiasi, termasuk juga differensiasi dalam dimensi waktu.
Makin dewasa anak maka pengertian mengenai masa lampau makin ada, dan perencanaan makin menjangkau kedepan, toleransi terhadap ditangguhkannya sesuatu makin meningkat dan aktivitas-akttivitas yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama makin diorganisasikan sebagai suatu kesatuan. Makin dewasa seseorang, maka gambaran mengenai masa depan itu ma-kin memainkan peranan penting dalam hidup kejiwaannya.
  1. Dimensi realita-realita.
Differensiasi dalam ruang hidup itu membawa differensiasi pula, dalam dimensi realita-realita, realita berisikan fakta khayal. Diantara kedua bentuk ekstrim itu terdapat berbagai taraf, seperti perbuatan itu lebih mempunyai realita daripada berbicara tentang perbuatan itu, tujuan yang ideal kurang sifat realitanya dari pada tujuan yang dan sebagainya.
II.                 Dinamika Kepribadian.
Dalam membahas dinamika Kepribadian, Lewin mengemukakan konsep-konsep yang istilah-istilahnya mengambil dari istilah-istilah Ilmu Pengetahuan alam. Pengertian-pengertian pokok yang dipergunakan oleh Lewin, di dalam hal ini ialah : energi, tension, need, valence dan force atau vektor.
Ø  Energi,
Lewin berpendapat bahwa tiap gerak mesti menggunakan energi Pribadi dipandangnya sebagai sistem energi. energi yang menyebabkan kerja psikologis, disebut energi psikhis.
Ø  Tension (tegangan).
Tension, adalah keadaan pribadi. Keadaan relatif daerah dalam pribadi yang satu terhadap daerah yang lain.
Ada dua sifat daripada tension itu. Yaitu
I.     Keadaan tegang pada sesuatu sistem, cenderung untuk menyamakan diri dengan system yang ada disekitamya. Sistem yang mempunyai tegangan yang tinggi mengalirkan energinya ke sistem yang ada disekitarnya, yang mempunyai tegangan yang rendah, sehingga tegangannya sama. Kejadian psikhologis yang menyebabkan tension itu menjadi samarata disebut proses psikhologis. Misalnya : berfikir, mengamati, merasakan, mengingat, dsb.
Jadi, misalnya pribadi dihadapkan kepada sesuatu masalah, maka energi psikhisnya akan. dikumpulkan kepada daerah fikir, sehingga dia akan mengalami tegangan pada salah satu sistemnya. Untuk menyelesaikan masalah itu, dan karenanya akan menghilangkan atau mengurangi tegangan, dia melakukan proses berfikir. Apabila telah didapat pemecahan, energi dan tegangan akan merata, dan pribadi akan kembali didalam keadaan seimbang.
II. Bagaimana tension itu merata, tergantung kepada kuat atau lemahnya batas antara sistem-sistem itu.
Ø  Need (kebutuhan).
Keadaan atau sifat pribadi yang menyebabkan meningkatnya tension, dapat bempa :
-           Keadaan fisiologis, misaInya haus atau lapar.
-           Keinginan akan sesuatu, misainya; mobil, makan, minuet, dsb.
-           Keinginan mengerjakan sesuatu, misdnya : menulis, menyapu, menjahit, dsb.
Dengan demildan nyata bahwa kebutuhan itu merupakan motif, keinginan atau dorongan.
Ø  Valence (nilai).
Valence, adalah pengertian yang dipakai oleh Lewin, untuk menggambarkan sifat daripada lingkungan psikhologis. Yaitu nilai lingkungan psikologis itu bagi pribadi. Ada dua macam nilai, yaitu positif atau negatif.
Sesuatu mempunyai nilai positif, bila menyebabkan berkurang atau hilangnya tegangan jika pribadi memasuki daerah itu, serta menyebabkan meningkatnya tegangan kalau pribadi tercegah untuk mendapatkannya. Misalnya : makan bagi orang yang lapar.
Sesuatu akan mempunyai nilai negatif, bila menyebabkan meningkatnya tegangan jika pribadi menghampirinya, dan menyebabkan menurunnya tegangan, bila pribadi meninggalkannya. Misalnya:
Anjing, bagi orang yang takut anjing.
Jadi Valensi positif bersifat menarik dan valensi negatif bersifat menolak.
Ø  Force atau Vector.
Valence, bukan Sesuatu yang mendorong pribadi untuk bergerak dalam lingkungan psikologis, tetapi hanya memberikan arah gerakan itu. Yang mendorong adalah force atau vektor. Sesuatu gerakan terjadi bila ada kekuatan yang cukup besar, yang mendorong pribadi. Kekuatan itu berkoordinasi dengan kebutuhan, tetapi bukan tegangan. Kekuatan itu mempunyai tiga sifat, yaitu arah, besar dan titik tangkap. Ketiga sifat itu digambarkan dengan vektor. Arah kekuatan digambarkan dengan arah vektor. Besar kecilnya kekuatan digambarkan dengan panjang pendeknya vektor. Titik tangkap digambarkan dengan tempat anak panah vektor. Jadi : P. Apabila hanya ada satu vektor yang beraksi terhadap P, maka akan terjadi gerakan atau kecenderungan bergerak dalam arah yang diberikan oleh vektor itu. Kalau ada dua vektor atau lebih, maka gerakan atau kecenderungan bergerak itu, adalah dalam arah seperti resultan vektor-vektor tersebut.
Ø  Locomotion (gerakan).
Bagaimanakah cara menggambarkan gerakan itu? Untuk menjelaskan soal ini akan diberikan contoh konkrit sebagai ilustrasi.
Misalnya: seorang anak melewati sebuah toko, dan melihat dietalage di toko itu sebuah boneka yang sangat bagus, dan ingin memilikinya. Jadi melihat boneka menimbulkan kebutuhan akan boneka. Misalnya anak itu harus masuk ke toko itu untuk membeli boneka itu, maka dapat digambar kan sebagai berikut ---à (P) --- à +boneka  Tetapi apabila anak itu tidak mempunyai uang, maka situasi akan menjadi lain. Batas antara anak itu dan boneka lalu merupakan rintangan yang tak tertembus. Anak itu hanya mendekati kaca etalage dan memandang boneka itu dengan penuh keinginan. Situasi semacam itu dapat digambarkan sebagai berikut: ---à(P)-----à+boneka.
Ø  Perubahan struktur.
Dinamika kepribadian itu juga nampak pada perubahan struktur lingkungan psikologis. Perubahan itu dapat berlangsung dalam berbagai cara:
1. Nilai daerah-daerah berubah. Hal ini dapat secara :
a. kuantitatif, yaitu dari positif sedikit kepositif banyak, atau dari negatif banyak kenegatif sedikit.
b. kualitatif, dari negatif kepositif atau sebaliknya.
2. Vektor berubah. Yaitu berubah dalam arahnya, dalam kekuatannya dan dalam arti kekuatannnya.
Menurut Lewin, inti belajar dan pemecahan sesuatu masalah itu, terletak dalam perubahan struktur itu.
Ø  Tujuan Proses Psikologis.
Dalam hal ini Lewin berpendapat bahwa tujuan semua proses psikologis itu adalah kembali kekeseimbangan jiwa. Yaitu keadaan tanpa tegangan.
III.             Perkembangan Kepribadian.
Walaupun Lewin tidak menentang pendapat bahwa keturunan dan kematangan penting peranannya dalam perkembangan individu, namun dia sama sekali tidak membahas masalah tersebut. Karena menurut pendapatnya masalah tersebut, tidak termasuk bidang ilmu jiwa, melainkan termasuk bidang biologi.
Hakekat perkernbangan itu menurut Lewin adalah perubahan tingkah laku. Pokok-pokok pikirannya adalah :
ü  Perkembangan, berarti perubahan didalam variasi tingkahlaku. Makin bertambah umur seseorang, variasi kegiatannya makin bertambah puIa.
ü  Perkembangan, bemrti perubahan dalam organisui dan struktur tingkah laku.
Makin bertambah umur anak, tidak hanya variasi tingkah lakunya yang bertambah, struktur dan organisasi tingkah lakunya bertambah. Makin lama makin kompleks. Antara lain, yang bertambah :
1).        Struktur relasi bertambah.
Anak kecil yang mula-mula baru dapat mengadakan relasi dengan ibunya, makin lama dapat berelasi dengan orang lain dan makin lama makin banyak.
2).        Hierarki bertambah kompleks.
Anak kecil yang mula-mula hanya dapat menggunakan sesuatu alat permainan, maka makin bertambah umurnya, ia akan makin banyak menggunakan alat permainan itu untuk kebutuhan-kebutuhan yang makin banyak pula.
3).        Struktur tingkah laku menjadi lebih kompleks.
Anak kecil yang semula hanya dapat melakukan sesuatu perbuatan, makin bertambah umurnya makin banyak pula untuk dapat melakukan perbuatan.
c).        Perkembangan, berarti bertambah luasnya arena aktivitas.
Makin bertambah dewasa seseorang, maka arena aktivitasnya makin bertambah luas. Kecuali arena dalam arti yang biasa, juga terjadi perluasan dalam dimensi waktu. Misalnya, anak kecil terikat pada masa kininya, makin bertambah umurnya, ia makin luas pula pandangan waktunya, dan pada masa dewasanya ia dapat melihat kemasa lampau untuk merencanakan masa kininya agar dapat menyongsong masa yang akan datang.
d).        Perkembangan, berarti perubahan dalam taraf realita.
Makin bertambah umur seseorang, maka taraf realitasnya juga makin meningkat, artinya makin dapat membedakan antara yang abstrak, khayal dengan yang realis, yang nyata. Hal ini bersangkutan dengan perkembangan fantasi.
e).        Perkembangan, berarti makin terdifferensiasinya tingkah laku.
Anak kecil yang semula hanya dapat memegang sesuatu dengan kedua tangannya, makin lama dapat memegang dengan satu tangan kemudian dengan kelima jarinya, akhirnya cukup hanya dengan dua jarinya saja.
f).        Perkembangan, berarti stratifikasi.
Makin bertambah umur, seseorang akan makin pandai menyembunyikan isi hatinya. Jika anak kecil dapat berdusta semu, maka orang dewasa dapat berdusta dengan sengaja. Ia dapat menyembunyikan perbuatannya, hatinya, pikirannya.






BAB VIII
TEORI KEPRIBADIAN ALLPORT
STRUKTUR DAN DINAMIKA KEPRIBADIAN

Dalam teori-teori yang lain dipergunakan rangka pembicaraan struktur, dinamis, dan perkembangan kepribadian. Rangka ini tidak dapat kita pakai dalam teori Allport, karena bagi Allport struktur kepribadian itu terutama dinyatakan dalam sifat-sifat (traits). Jadi struktur dan dinamika pada umumnya satu dan sama.
            Allport berpendapat bahwa masing-masing pengertian seperti refleksi bersyarat, kebiasaan, sikap, sifat, diri, dan kepribadian, itu semua bermanfaat. tetapi walaupun semua pengertian diatas diterima dan dianggap penting, namun tekanan utama diletakkannya pada sifat-sifat(traits), sedangkan disamping itu sikap (attitudes) dan intensi (intentions) diberinya kedudukan yang kira-kira sama sehingga ada yang menanamkan psychologi Allport itu adalah “ trait psychologi)”. Definisi Allport tentang kepribadian.
A.   KEPRIBADIAN, WATAK DAN TEMPERAMENT
a.       Kepribadian
Bagi Allport definisi bukanlah suatu yang dapat dianggap enteng. Sebelum mengarah kepada definisinya, Allport mengemukkan dan membahas definisi yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang tersebut. Definisi-definisi tersebut digolongkannya menjadi :
1.      Yang menunjukkakn etymologi atau sejarah pengertian itu
2.      Yang mempunyai arti etymologi
3.      Yang mempunyai arti Filosofis
4.      Yang mempunyai arti Sosiologis
5.      Yang berhubungan dengan segi lahiriah
6.      Yang mempunyai arti psychologis
Allport mengkombinasikan unsur-unsur yang telah ada dalam definisi-definisi yang lebih dahulu itu dengan menghindari kekurangan-kekurangan yang pokok. Definisi kepribadian itu sebagai “ what a man really is”. Namun definisi ini dianggap terlalu singkat kemudian dikembangkan dan lebih memadai.
Kepribadiaan adalah organisasi dinamis dalamindividu sebagai sistem psychophysis. yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap sekitar.
Penjelasan :
1.      “Dinamic organisation” menyatakan bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah, walaupun dalam organisasi atau sistem yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dari pada kepribadian.
2.      ‘psychopysical” menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah eksklusif (semata-mata) mental dan bukan neural. Organisasi kepribadian melingkupi kerja tubuh dan jiwa ( tak terpisah) dalam kesatuan kepribadian.
3.      “determine” menunjukkan bahwa kepribadian mengandung tendens-tendens determinasi yang memainkan peran aktif didalam tingkah laku individu.
Bagi Allport kepribadian bukanlah susunan si pengamat, bukan pula sesuatu yang ada selama ada yang lain yang beraksi terhadapnya. Jauh dari kepribadian mempunyai eksistensi riil, termasuk juga segi-segi neural dan psychologis. “ Unigue” yang menunjukakan tekanan utama yang diberikan oleh Allport pada individualitas. Tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam caranya menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, jadi dengan demikian tidak ada dua orang yang memiliki kepribadian yang sama.
4.        Dengan menyatakan “ adjustmenst to bhis everironment” Allport menunjukkan keyakinannya, bahwa kepribadianlah yang mengantarai individu dengan lingkunagan fisis dan lingkungan psychologinya, kadang-kadang mendukungnya dan kadang-kadang menguasainya. Jadi kepribadiaan adalah sesuatu yang mempunyai fungsi atau arti adaptasi yang menentukan.
b.      Watak (character).
Walaupun istilah kepribadian dan watak sering digunakan secara bertukar-tukar, namun Allport menunjukkan, bahwa biasanya kata watak menunjukkan arti normatif, serta menyatakan bahwa watak adalah pengertian ethis dan menyatatakan, bahwa character is personality evaluated and pesonality is character devaluated”. (Watak adalah kepribadian dinilai, dan kepribadian adalah watak tak dinilai). 
c.       Temperament
Temperament adalah diposisikan yang sangat erat hubungannya dengan faktor-faktor biologis atau fisologis dan karenanya sedikit sekali mengalami modifikasi didalam perkembangan. Bagi Allport temperament adalah bagian khusus dari kepribadianyang didefinikan sebagai berikut :
Temperament adalah gejala karakteristik dari pada sifat emosi individu, termasuk juga mudah tidaknya kena rangsangan emosi, kekuatan dan kecepatannya bereaksi, kwalitet kekuatan suasana hatinya, dan segala cara dari pada fluktuasi dan intensitet suasana hati, gejala ini tergantung kepada faktor konstitusional, dan karena faktor keturunan.
B.     SIFAT (TRAIT)
a.       Sifat
Adalah tendens determinasi atau predisposis, dan didefinisikan oleh Allport bahwa: Sifat adalah sistem neurophysis yang digenerasikan dan diarahkan, dengan kemampuan untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, dan memulai serta membimbing tingkahlaku adaptif dan ekspresi secara sama. Yang terpenting dari definisi diatas adalah tekanan terhadap individu dan kesimpulan bahwa kecendrungan itu tidak hanya terikat kepada sejumlah kecil reaksi, melainkan dengan seluruh pribadi manusia. Pernyataan “ neurophychic system” menunjukkana jawaban affirmatif yang diberikan oleh allport terhadap pernyataan apakah “sikap” itu benar-benar ada pada individu. Dengan mempertahankan pendirian biosocial(yang menganggap bahwa trait itu hanyalah ada dalam pengamatan yang dibuat oleh orang lain) dengan pendirian biophysic (yang menganggap) bahwa trait itu tidak tergantung kepada pengamatan tetapi benar-benar mempunyai exisistensi didalam pribadi.
b.      Sikap (attitutdes)
Perbedaan antara pengertian sifat dan sikaf sulit diberikan. Bagi Allport kedua-duanya adalah predisposisi untuk berespond, kedua-duanya khas dan memulai serta mendorong dan membimbing tingkahlaku. Keduanya merupakan faktor genetis dan belajar. Namun adapun perbedaan dari keduanya:
1.      Sikap (attitudes) itu berhubungan dengan suatu obyek atau sekelompok obyek sedangkan sifat tidak. Jadi sifat umum dari trait hampir selalu lebih luas dari pada sikap, dalam kenyataannya makin banyak jumlah obyek yang dikenai sikap itu.
2.      Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek yang dihadapi sedangkan sifat tidak.
c.       Type
Allport membedakan antara sifat dan type.
Menurut Allport orang dapat memiliki sesuatu sifat tetapi tidak suatu type. Type adalah kontruksi ideal si pengamata dan seseorang  dapat disesuaikan dengan type itu tetapi dengan konsekwensi diabaikan sifat-sifat khas individualnya. Sifat dapat mencerminkan sifat khas pribadi sedangkan type malah menyembunyikannya. Jadi bagi Allport, type menunjukkan perbedaan-perbedaan buatan yang tak begitu sama dengan kenyataan, sedangkan sifat adalah refleksi sebenarnya daripada yang benar-benar ada.
Sifat-sifat umum dan sifat-sifat individual
Suatu hal yang amat penting, dalam mempelajari teori Allport ini ialah berusaha mengerti mengenai mengenai perbedaan antara sifat-sifat umum dan sifat-sifat individual. Dia menyatakan, bahwa didalam kenyataan tidak pernah ada dua individu mempunyai sifat yang benar-benar sama. Walaupun mungkin ada kemiripan dalam struktur sifat dari individu-individu yang berbeda-beda, namun selalu yang ada corak yang khas mengenai cara bekerjanya sifat itu pada tiap individu yang menyebabkan adanya perbedaan dengan sifat yang sama yang ada pada orang lain.
Jadi sebenarnya semua sifat itu adalah sifat individual, artinya khas dan hanya dapat dikenakan ada satu individu.
Walaupun tidak ada sesuatu sifat yang dapat diamati pada lebih dari satu individu, namun Allport mengakui bahwa pengaruh-pengaruh dari masyarakat dan kesamaan-kesamaan biologis yang mempengaruhi perkembangan individu, ada sejumlah kecil cara-cara penyesuaian diri secara kasar dapat dibandingkan.
Kalau diartikan secara teliti definisi sifat itu, hanya sifat individualah sifat yang sebenarnya, karena :
Ø  Sifat-sifat selalu ada pada individu dan tidak dalam masyarakat
Ø  Sifat-sifat itu berkembang dan mengumum menjadi disposisi-disposisi dinamis dalam cara-cara yang khas sesuai dengan pengalaman masing-masing individu. Sifat umum sama sekali bukanlah sifat yang sebenarnya, melainkan hanyalah aspek-aspek yang dapat diukur dari pada sifat individu yang kompleks.
d.        Allport membedakan antara sifat pokok, sifat sentral dan sifat sekunder antara lain :
  1. Sifat pokok
Sifat pokok ini demikian menonjol sehingga hanya sedikit saja kegiatan-kegiatan yang tak dapat dicari baik secara langung maupun tidak langsung bahwa kegiatan itu berlangsung karena pengaruhnya. Tidak ada sifat semacam itu yang lama tersembunyi, individu dikenal dengan sifat itu, dan bahkan mungkin menjadi terkenal dalam sifat itu. Kualitas yang demikian dominan pada individu itu sering disebut the insinent trait, the euling passion, atau the radix of live. Macam sifat ini relatif kurang biasa dan kurang menampak pada tiap orang.
  1. Sifat sentral ( central trait)
Sifat central tait lebih khas, dan yang merupakan kecendrungan-kecendrungan individu yang sangat khas/karakteristik, sering berfungsi dan mudah ditandai.
  1. Sifat sekunder ( secundary trait)
Sifat sekunder ini nampaknya berfungsi lebih terbatas, kurang menentukan didalam deskripsi kepribadian, dan lebih terpusat (khusus) pada respon-respon didasarinya,  serta perangsang-perangsang yang dicocokinya.
  1. Sifat ekspressif
Merupakan disposisi yang mempengaruhi bentuk tingkah laku, tapi yang ada kebanyakan orang tidak mempunyai sifat mendorong. Sifat tidak merupakan reflektor dari perangsang-persang luar. Dalam kenyataannya individu aktif mencari perangsang yang tepat untuk membuat sifat berfungsi. Seseorang yang mempunyai sifat jelas suka bergaul tidak akan menanti situasi untuk mengekpresikan sifat itu, tetapi dia akan menciptakan situasi dimana dia dapat bergaul dengan orang-orang lain.
f.       Ketetapan
Ketetapan digunakan untuk menandai sifat, sifat dapat dikenal hanya karena keteraturan atau ketetapannya di dalam cara individu bertingkah laku. Kenyataan, bahwa ada banyak sifat-sifat yang saling menutupi satu sama lain yang serempak aktif menunjukkan ketidak tetapan yang jelas didalam tingkah laku individu relatif akan sering ditemukan. Selanjutnya, bahwa sifat-sifat itu terorganisasi secara khas dan individu memberi kesimpulan bahwa sifat-sifat itu meliputi unsur-unsur yang nampaknya tidak tetap apabila dipandang dari segi normatif atau dari luar. Jadi kita  mungkin menyaksikan ketidak tetapan tingkah laku yang sebenarnya mencerminkan batin yang tetap yang terorganisasi secara khas. Hal ini tidak berarti bahwa setiap kepribadian itu mempunyai intelegensi sempurna. Dissosiasi dan pendesakan mungkin ada dalam kehidupan. Tetapi ketetapan itu adanya lebih dari pada yang dapat dicari oleh metode-metode psychologis.
C.       INTENSI
Lebih penting dari penyelidikan mengenai masa lampau ialah penyelidikan mengenai intensi atau keinginan individu mengenai masa depannya. Istilah itensi ini digunakan dalam arti yang meliputi pengertian : harapa, keinginan, ambisi, cita-cita, rencana-rencana seseorang. Teori Allport menunjukkan, bahwa apa yang akan dicoba oleh seseorang merupakan kunci dan hal yang terpenting bagi apa yang dikerjakan sekarang. Jadi kalau dewasa ini banyak para ahli mengutamakan masa lampau, maka Allport itu mirip sekali dengan pendapat Adler dan Jung, walaupun tidak ada alasan untuk mengatakan adanya pengaruh langsung dari mereka.
D.      PROPRIUM
Allport mengemukakan hendaknya semua fungsi self atau ego itu disebut fungsi proprium dari pada kepribadian. Fungsi-fungsi ini termasuk kesadaran jasmani, self-identity, self-esteem, rasional, thaking, self-image, propriatostriving dan fungsi mengenal. Sumua merupakan bagian-bagian  yang vital dari pada kepribadian. Dalam bidang inilah kita dapatkan akar dari pada ketetapan yang menandai sikap, intensi dan evaluasi. Proprium tidak dibawa sejak lahir, tetapi berkembang didalam perkembangan individu.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Melihat teori autonomi fungsional itu bahwa individu dari lahir sampai  dewasa mengalami perubahan-perubahan yang penting.
Kanak-kanak (infant)
Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk yang dilengkapi dengan dorongan-dorongan dan releks-refleks. Jadi belum memiliki bermacam-macam sifat yang dimilikinya.dengan kata lain belum memiliki kepribadian. Pada waktu kecil anak telah mempunyai potensi baik pisik maupun temperament, yang aktualnya tergantung pada perkembangan dan kematangan. Allport berpendapat bahwa ada semacam aktivitas umum yang menjadi sumber dari tingkah laku yang bermotifasi perkembangan tersebut. Pada jaman sekarang anak merupakan makhluk yang mempunyai perasaan enak tak enak. Pada masa ini keterangan yang biologistis yang bersandar pada pentingnya hadiah, atau hukuman efek, atau prinsip kesenangan adalah sangat cocok. Jadi dengan didorong oleh kebutuhan mengurangi ketidak enakan sampai minimal dan mencari keenakan sampai maksimal anak itu berkembang.
Pertumbuhan itu merupakan proses differensiasi dan intgrasi yang berlangsung secara berangsur-angsur. Pada tahun pertama ini anak telah menunjukkan perbedaan-perbedaan kwalitet, misalnya perbedaan ekspresi emosional, yang cenderung untuk tetap dan terbentuk menjadi cara penyesuaian diri pada masa selanjutnya.jadi beberapa tingkah laku anak itu merupakan perintis bagi pola-pola kepribadian selanjutnya. Allport menyimpulkan bahwa anak menunjukkan dengan pasti sifat-sifat yang khas.
TRANFORMASI KANAK-KANAK
Perkembangan ini melewati garis yang berganda. Bermacam-macam mekanisme atau prinsip dipakai untuk membuat deskripsi mengenai perubahan sejak kanak-kanak sampai dewasa itu.
Dia mempersoalkan differensiasi, integrasi, pematangan, imitasi, belajar, autonomi fungsional, dan ekstansi self. Menurut Allport manusia itu adalah organisme yang pada waktu lahirnya adalah makhlukbiologis, lalu berkembangmenjadi individu yang egonya selalu berkembang, struktur sifat-sifatnya semakin luas, dan aspirasi masa depan. Didalam perkembangan ini peranan yang paling menentukan ada autonomi fungsional. Prinsip ini menjelaskan bahwa apa yang mula-mula alat untuk tujuan boliogis dapat menjadi motif atau autonom yang mendorong dan memberi arah tingkah laku.












BAB IX
TEORI KEPRIBADIAN PACASILA
A.          Dasar-dasar Kepribadian Pancasila
         Para ahli teori kepribadian menyusun teorinya berdasar unsur-unsur, sehingga menggambarkan kepribadian manusia secara atomius sintesis.Munculnya teori, rupanya segera memanggil para pengikutnya, oleh karena didalamnya terdapat banyak  titik-titik yang hampir senyatanya ada didalam diri individu dengan proses perkembangan dan segala variabilitasnya.
Menurut teori ini, kepribadian adalah merupaka suatu keseluruhan. Keseluruhanlah yang muncul lebih dahulu, baru kemudian secara samar-samar dan merata nampak bagian-bagian dalam keseluruhan itu. Tiap bagian telah menempati tempatnya tersendiri dengan fungsinya sendiri yang tertentu, yang ditentukan oleh fungsinya seluruh keseluruhan itu, sebaliknya keseluruhan juga akan dapat berfungsi bila tiap bagian telah ada dalam keseluruhan itu. Tapi bukannya keseluruhan itu sama  dengan jumlah bagian-bagian.
            Dalam membicarakan dasar-dasar kepribadian Pancasila ini, kita juga tidak akan berpendapat bahwa sila-sila dalam Pancasila itu masing-masing berdiri sendiri-sendiri terpisah yang satu dengan yang lain melainkan merupakan suatu keseluruhan. Kelimanya mempunyai fungsi yang sama, sekalipun strukturnya nampak adanya hirarchi tertentu.
Kesatuan kelima yang bulat itu, yang merupakan dasar kepribadian Pancasila ialah :
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
5.      Keadialn Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


B.              Struktur  Kepribadian Pancasila
            Untuk dapat menggambarkan betapa struktur kepribadian Pancasila itu pada tiap individu, perlu kita adakan perjanjian dahulu. Yaitu, apabila tiap-tiap sila dalam Pancasila itu kita dapat gambarkan dengan sebuah garis maka berdasar teori W. Stern, maka garis itu akan merupakan hasil perkembangan yang makin tambah panjang, dan sebagai hasil paduan antara potensi yang dibawa sejak lahir dengan pengaruh dari luar tadi. Keadaan panjang garis itu pada tiap-tiap individu tidak aka nada yang sama, demikian pula tiap-tiap sila yang terdapat pada individu itu masing-masing. Dan oleh karenanya maka bila kelima garis tersebut segilima pada tiap individu, maka bentuk segilima itupun akan bertambah besar dengan keadaan yang berlain-lainan pula, baik antara individu yang satu dengan yang lain, maupun pada satu masa kemasa yang lain pada seseorang individu itu. Namun kelima garis tersebut selalu dalam kesatuan bulat berbentuk segilima.
Penggambaran strukurKepribadian Pancasila hanya dibataskan dalam empat masa, dengan alasan bahwa :
  1. Pada sampai dengan umur 4 tahun, proses pembentukan itu hanya ditangani oleh keluarga, yang caranya hanyalah secara tradisional, menurut warisan dari orang tuanya masing-masing, yang jarang sekali ada keseragaman didalamnya. Dalam hal ini titik berat pembentukan, diletakkan kepada penanaman kebiasaan-kebiasaan yang baik agar sianak mendapat kesempatan berkembang didalam masyarat. Dalam hal ini peraturan tata tertib dalam keluarga, peraturan-peratuaran yang dituntut masyarakat setempat sempai dengan kebiasan-kebiasaan adat mendapat kesempatan penanaman sedalam-dalamnya, sehingga oleh karenanya, sifat anak disuatu tempat akan selalu Nampak sampai ia dewasa, dan dimana pun ia berada pada masa dewasanya nanti. Inilah yang diungkap dengan desa mawa cara Negara mawa tata. Didalam bahasa Inggris : You can take the boy out of the country, but you can’t take a country out of the boy. Pengaruh keluarga dan lingkungannya itu demikian dalam tertanamnya, sehingga kepada pulanya nanti akan merupakan dasar penggambaran bentuk kepribadian individu  itu untuk selanjutnya.
  2. Sesudah masa dewasa, terbawa oleh perkembangan sendiri pula, secara kodrat jasmani sianak sudah tidak banyak mengalami pertumbuhan lagi. Dalam hal ini yang paling banyak memberi bantuan perkembangan pembentukan itu adalah masyarakat, sedangkan yang bertanggung jawab atas hasil pembentukan itu adalah individu itu sendiri. Lembaga-lembaga yang lain tidak besar lagi pengaruhnya. Keluarga (ayah-ibunya) hampir tidak berpengaruh lagi. Bahhkan mungkin individu itu telah menjadi pemimpin keluarga baru. Sekalipun ia misalnya masih mengikuti kuliah disuatu Perguruan Tinggi, ia telah berhak menentukan sendiri, apa yang dibutuhkannya, bilamana ia merasa membutuhkan, bagaimana cara dan apa tujuannyapun ditentukannya sendiri.
  3. Sejak masa Kanak-Kanak sampai Dewasa, pembentukan itu mendapat bantuan penuh dari ketiga lembaga, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kehadiran sekolah sebagai lembaga yang membantu pembentuka kepribadian itu, memegang peranan yang sangat penting, oleh karena sekolahlah satu-satunya lembaga, yang didalam melaksanakan tugasnya, menggunakan rencana, cara-cara, tujuan daan sarana serta prasarana yang dengan sengaja diatur dan direncanakan (secara sengaja teratur dan berencan). Oleh kareana itulah maka cara ini nanti yang akan mendapatkan kesempatan yang agak luas untuk meninjaunya.
C.                Perkembangan Pribadi Pancasila
            Sekolah sebagai lembaga satu-satunya yang melaksanakan tugasnya sebagai secara teratur dan berencana, adalah pada tempatnya untuk diperhitungkan secara mendasar. Dengan kata lain, sekolah memberi bantuan terbentuknya kepribadian itu secara formal. Pembagiannya dilakukan sebagai berikut :
a.       s/d, umur 6 th. Individu berada dimasa Kanak-kanak. Dibentuk di Taman Kanak-Kanak.
b.      s/d, umur 12 th. Individu berada dimasa Anak. Dibentuk  di SD.
c.       s/d, umur 18 th. Individu berada dimasa Pubertas, dibentuk di SL.
d.      s/d, umur 24 th. Individu berada dimasa dewasa, dibentuk di Perguruan Tinggi.
            Pendidikan Moral Pancasila, demikian nama mata pelajaran disekolah dari SD s/d. Perguruan Tinggiyang hampir sama saja, isi dan caranya, bagaimanapun harus segera kita ganti dengan cara-cara yang lebih benar dan baik. Bila kita menghendaki agar Pribadi Pancasila itu benar-benar di hayati oleh tiap individu bangsa Indonesia, sehingga dapat diamalkan dalam tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
            Untuk itu diperlukan adanya peninjauan secara psikophisis pada tiap masa sekolah, untuk dapat dirumuskan apa bahan yang patutb disuguhkan dan bagaimana cara yang tepat yang harus dilakukan oleh guru. Dengan cara semacam itu dapat dimutlakannya kerjasama antar keluarga, sekolah dan masyarakat, kiranya tujuan akhir daripada PMP itu akan benar-benar tercapai sebagaimanadiharapkan oleh bangsa kita.
a).        Pada masa Kanak-Kanak., anak didik ditaman Kanak-Kanak. Secara Psikophikis, mereka berada didalam masa realisme naïf. Untuk dapat mengerti apa yang diajarkan guru, segala sesuatunya masih harus diberikan secara nyata berperaga. Pengetahuan tentang Pancasila cukuplah mereka dapat menjawab apakah Pancasila itu. Materinya adalah sila-sila dalam pancasila yang harus diucapkan secara benar, baik urutannya maupun susunan kalimatnya. Untuk itu diperlukan cara-cara tertentu. Misalnya dalam bentuk lagu, untuk dinyanyikan, ataupun dibawakan sebagai suatu syair yang harus dideklamasikan, dsb. Sehingga tidak akan pernah keliru lagi mereka mengucapkan Pancasila seperti yang masih banyak terjadi seseorang yang sudah duduk di SD bahkan di Perguruan Tinggi.
            Karena anak masih ada dialam nyata, guru-guru Taman Kanak-Kanak perlu dipilih dari mereka yang benar-benar mampu memberi contoh berbuat secara Pancasilais, sejauh yang diperlukan anak-anaknya. Perlu perbuatan-perbuatan yang anak-anaknya yang sekecil itu mengetahui bahwa pebuatan gurunya itu tidak baik/benar. Sianak yang sedang pandai-pandainya meniru, apapun yang dilakukan oleh gurunya akan ditirunya, lebih daripada apa yang dianjurkan oleh orang tuanya sekalipun.
            Ajakan untuk menghayati, siapakah yang mengatur siang dan malam, tumbu dan bertambahnya tumbuh-tumbuhan yang ada disekitarnya, mengatur kemana air itu mengalir, mengapa harus ada matahari, dsb. Adalah cara yang lebih kena daripada sekedar mengatakan Tuhan. Tuhan, sekalipun seribu kali sehari. Adalah sama sekali tidak dibenarkan oleh seorang yang mengatakan : Jika kamu ingin sesuatu, mohonlah kepada Tuhan, sebab Tuhan itu Maha Kaya, Maha Murah, Maha Kasih. Yang boleh dimohon kepada Tuhan hanyalah sesuatu yang abstak, misalnya : Keselamatan, ketentraman, kesejahtraan, dsb. Mohon sesuatu yang bersifat material, harus kepada orang tuanya, dengan cara yang baik-baik, yang sopan, dan yang sangat penting saja. Hal yang semacam ini sangat perlu diarifi untuk jangan sampai usaha penanaman keyakinan ber ke Tuhanan Yang Maha Esajustru menumbuhkan Atheisme, karena cara-cara yang keliru, yang hanya dengan melancarkan ancaman dan hukuman bila tidak takut kepada Tuhan.
b).        s/d. umur 12 th. Anak duduk di SD. Kehidupan anak sudah memasyarakat. Pengetahuan Pancasila sudah harus lebih dikembangkan sampai anak dapat menjawab mengapa kita harus ber Pancasila. Justru alam kehidupan jiwa anak yang semula bersifat realisme naïf itu sudah mulai berkembang karena mulai tumbuhnya daya fantasi anak. Anak sudah dapat menerima bahan-bahan pemikiran yang abstrak sekalipun kadang-kadang memerlukan bantuan dengan benda-benda nyata, untuk sementara.
            Perlu ditanamkannya Pancasila sebagai alat pemersatu, justru Negara kita terdiri atas lebih dari 3000 pulau, dengan bermacam-macam bahasa, suku bangsa kebiasaan, adat, tatacara, bahan makanan, lingkungan, dsb. Kecakapan guru untuk menghubungkan suatu mata pelajaran dengan sila-sila dalam Pancasila, sangat dibutuhkan. Bahkan harus di jadikan tujuan pendidikan, disamping tujuan pengajaran. Usaha-usaha semacam ini adalah merupakan tugas utama dari semua Lembaga pendidikan Guru, yang dengan demikian tidak akan terjadi pekerjaan guru diserahkan kepada orang yang tidak mempunyai penghasilan. Profesi guru baru akan mendapat pengakuan bila kemampuan pancasilanya murid-muridnya Nampak didalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan dan kecakapan guru untuk menuntun anak-ankanya mencapai sila yang manapun lewatbahan pengajarannya, harus benar-benar terlatih.
c).        s/d. umur 18 th. Anak duduk di SL. Mereka secara psikophisis, berada didalam masa Pubertas. Dimasa inipara remaja berada didalam keadaan serba tidak menentu. Bimbang ragu, pemenung tetapi petualang, pemikir tetapi juga pelamun, pemberani tetapi juga petakut, kadang-kadang optimis tetapi juga pesimis. Secara phisis, mereka memaqng sedang berada dalam pertumbuhan jasmani yang optimal. Pertumbuhan tumbuhnya menemukan formnyayang sebenar-benarnya dan hampir tidak akan mengalami pertumbuhan dan pertambahan lagi. Urat-uratnya, pembuluh-pembulunya, kelenjar-kelenjarnya seluruhnya telah tumbuh, lengkap dan mencapai fungsinya sebagaimana mestinya.
            Kegoncangan jiwanya benar-benar merupakan batu ujian, untuk menentukan masa depannya. Kehancuran dimasa remaja ini, berarti kehancuran diseluruh dan sepanjang hidupnya, sekalipun keselamatan dimasa remaja ini belumlah berarti akan tercapainya kebahagiaan dimasa yang akan datang. Dalam hal ini betapa arti pentingnya kehadiran para pendidiknya. Salah-salah, para pendidik sendiri mungkin malah menjadi sumber kehancuran mereka dimasa mendatang, apabila mereka para pendididik itu tidak memahami mereka, apabila mereka para pendidik tidak mampu menempatkan diri didalam posisinya yang setepat-tepatnya.
            Pada masa ini, para remaja harus harus sudah sampai kepada taraf menjawabtantangan bagaimana kita harus ber Pancasila. Apa Pancasila dan mengapa harus ber Pancasila harus benar-benar sudah dikuasai, suapaya dapat ditingkatkan kepada bagaimana. Ini berarti mereka bukan saja hafal, tahu atau mengerti, melainkan harus sudah menghayati apa Pancasila itu, sebagai bahan untuk menjawab bagaimana ber Pancasila itu, yang berarti bagaiman mereka harus berbuat dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu yang berkepribadian Pancasila. Disinilah baru tepat-tepatnya pengetahuan tentang Pancasila seperti yang ditulis didalam bahan PMP itu ada gunanya. Yaitu sebagai pedoman, bukan kitab sucinya, melainkan sekedar sebagai pedomannya.
d).        s/d. umur 24 th. Individu ini sudah berada dalam tingkat dewasa. Ia sudah dapat bertanggung jawab sendiri dalam segala tindakan dan perbuatannya. Kepribadian Pancasila harus  sudah terpancar dalam sikapnya, tindakannya, dan dalam cara berpikirnya. Mereka para mahasiswa tidak ada lain lagi tantangannya terkecuali kesanggupan untuk mengamalkan kepribadian Pancasilanya dalam kehisupan sehari-hari. Bahkan akan tumbuh menjadi seorang pemimpin atau tidakkah mereka itu, bukan harus diuji dengan kemahirannya  untuk ber verbal-verbalan dengan kata Pancasila, melainkan dilihat dari bagaimana tata kehidupannya dalam keluarga, bagaiman kehidupannya ditengah masyarakat, bagaimana sikapnya terhadap orang manpun, dimanpun dalam keadaan apapun. Kekayaan pengetahuan dalam suatu bidang bukanlah syarat menjadi seorang pemimpin.
            Penelaahan secara filosofis secara lebih luas dan mendalam serta cara yang praktis dalam pengamalan dan penanamannya kepada adik-adik dan anak-anaknya mulai pula dapat diserahkan kepada mereka para mahasiswa ini justru dalam keduudukannya sebagai generasi penerus.
            Selama 18 tahun mereka para mahasiswa itu digodog dalam kepribadin Pancasila, sehingga tidak ada alasan lagiuntuk tidak dapat melaksanakan dalm bentuk amalan. Amal ilmiah dan ilmu amaliyah adalah semboyannya sehari-hari didalam melaksanakan tridarma perguruan tingginya. Sekedar menumpuk ilmu yang berlebihan sementara ia tidak mampu mengorganisir pengetahuannya untuk dapat diamalkan, seperti keadaan nyata sekarang ini, yaitu pengangguran intelektual, hanya akan menambah beban masyarakat, yang seharusnya dipimpinnya. Tegasnya mereka harus berani berswakarya, berwiraswasta, mandireng pribadi, membantu melancarkan jalannya pembangunan, secara prefesional.















BAB X
BAGAIMANA MEMBINA PRIBADI DIRI
            Sebenarnya diantar manusia yang satu dengan yang lain, ada pula persamaannya, misalnya tentang masa-masa yang dialami disepanjang hidupnya, sejauh manusia berada didalam kehidupan yang normal. Tegasnya, tiap manusia akan slalu bersama melewati masa bayi, masa Kanak-kanak, masa sekolah, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua. Tiap masa mempunyai tugas yang hampir bersamaan pula. Masa Kanak-kanak, bertugas mengembangkan diri dengan bermain. Masa anak, bertugas mengembangkan diri dengan belajar, masa remaja, para remaja, bertugas membekali diri untuk kehidupan yang bahagia, dan masa dewasa  bertugas membina keluarga dengan pekerjaan-pekerjaan yang mendatangkan hasil, guna mempertahankan hidup dan kehidupan selanjutnya.
            Tugas utama agar didalam pergaulan dengan manusia yang l;ain, mereka dapat hidup dengan tenang, adalah bahwa ia harus memiliki pribadi yang baik, yang berarti tidak ada alasan lagi yang lain untuk datangnya ketidak  tenangan. Hal ini merupakan konsekwensi lanjut dari pada kesanggupannya untuk hidup. Cepat atau lambat, masa untuk itu harus dimilikinya, dengan mengusahakan sendiri. Dalam hal inilah arti kehadiran pendidikan ditengah kehidupan masyarakat. Yaitu membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan social manusia, tanpa kehilangan kepribadiannya masing-masing. Usaha seperti itu masih harus dilanjutkan oleh individu itu sendiri, bila tidak ada lagi waktu untuk mendapatkannya disuatu perguruan. Sebab secara kodrat ia akan dibebani untuk membina pribadi anak-anaknya.
            Apapun yang dilakukan oleh orang-orang yang ada disekitarnya, akan ditiru oleh anak-anak. Dengan demikian, betapa harus berhati-hatinya orang tua membawa diri didepan anak-anak mereka, sebab tiap geraknya, tiap ucapannya akan diisikan kedalam kandung kepribadiannya didalam perkembangannya.
Menurut pendapatnya Dr. Franz Dahler, tanda-tanda kepribadian sehat adalah
  1. Kepercayaan yang mendalam kepada diri sendiri dan orang lain
  2. Tidak merasa malu-malu dan ragu-ragu, tetapi berani
  3. Inisiatifnya berkembang dan tidak selalu merasa dirinya bersalah atau berdosa
  4. Tidak menderita rasa harga diri kurang, tapi ia mempunyai semangat kerja
  5. Bersikap jujur terhadap diri sendiri
  6. Mampu berdedikasi
  7. Senang mengadakan kontak dengan sesama
  8. Generatifitas
  9. Integritas

Dalam buku Peter Lauster ada beberapa aspek psikis yang dapat digunakan untuk membantu pembentukan pribadi, ataupun meningkatkan kepribadian. Aspek-aspek tersebut adalah : Kepercayaan kepada diri sendiri, Sikap optimis, Sikap hati-hati, Sikap tergantung dengan orang lain, Sikap mementingkan diri sendiri, Ketahanan menghdapi cobaan, Toleransi, Ambisi, Kepekaan sosial
           

1 komentar:

Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...