Minggu, 15 Desember 2013

Resume Veda

WEDA
1.  Pengertian Weda
Ada beberapa pengertian Weda,adapun pengertianya meliputi:
1.1 Weda sebagai kitab suci Hindu
Weda sebagai kitab suci agama hindu artinya bahwa manuskrip (kitab) ini diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan mereka sehari-hari ataupun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dan karena sifat isinya dan yang menurunkannya pun adalah Tuhan yang dianggap Maha Suci.
1.2    Weda sebagai ilmu pengetahuan
Weda berasal dari urat kata wid, yang artinya mengetahui, jadi secara etimologi weda bisa diartikan sebagai pengetahuan. Dalam arti luas weda mencakup dimensi sebagai pengetahuan rohani maupun pengetahuan jasmani (duniawi).  
1.3 Weda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa
Pengertian Weda sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa adalah merupakan pengertian yang amat sangat penting didalam memahami weda itu sendiri. Sruti dan Smrti kedua-duanya adalah sama dan yang dimaksudkannya ialah bahwa baik Sruti dan Smrti kedua-duanya diterima sebagai Weda.
1.4Weda adalah Mantra
Weda disebut sebagai mantra karena sebagian isi yang terkandung di dalamnya berisikan mantra-mantra suci. Pengertian ini dapat kita angkat dari satu konsep penjelasan yang menguraikan bahwa Sruti itu terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1.4.1 Mantra, yaitu untuk menamakan semua Kitab Suci yang Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rgweda, Yajurweda, Samaweda, dan Atharwaweda.
1.4.2 Brahma  atau Karmakanda, yaitu untuk menamakan semua jenis buku yang merupakan suplemen kitab Mantra, yaitu isinya khusus membahas aspek karma atau yajna.
1.4.3 Upanisad, yaitu penamaan semua macam buku Sruti yang terdiri atas 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad. Isinya khusus membahas aspek pengetahuan yang bersifat filsafat.
Dengan demikian Weda adalah satu perwujudan yang amat disucikan dan dihormati oleh umat Hindu. Weda adalah merupakan sang Hyang Weda yang harus dipedomani untuk mendapatkan kebenaran dan membimbing manusia menuju pada upaya peningkatan kesejahteraan.
A.  Bahasa Dalam Weda
Bahasa yang dipakai dalam Weda adalah bahasa Sanskerta, karena yang menerima wahyu dalam hal ini para Maha Rsi berasal dari India yang mempergunakan bahasa Sanskerta sehingga dalam menulis Weda mempergunakan bahasa Sanskerta. Namun, Istilah bahasa Sanskerta adalah istilah baru yang diperkenalkan oleh Panini. Panini mengemukakan bahwa bahasa Weda adalah bahasa para dewa-dewa. Bahasa Dewa dikenal dengan sebagai Daiwi Wak. Daiwi Wak sesungguhnya artinya “sabda dewata”. Dengan demikian walaupun Weda dilihat dari bahasa yang dipakai adalah  Daiwi Wak sedangkan bahasa yang dipakai dalam sastra, Seperti Dharmasatra, Itihasa, Purana dan lain-lain dikenal denagn nama bahasa Sanskerta
B.  Cara Weda Diwahyukan
Salah satu cara untuk dapat memberi penjelasan dan ulasan tentang turunnya  wahyu itu dapat kita ungkapkan dari berbagai teori dan keterangan tentang turunnya Weda itu.
B.1 Teori pertama menyatakan bahwa wahyu itu diturunkan dengan cara wahyu tersebut masuk ke dalam pikiran para Rsi sebagai penerima wahyu dan dari dalam pikiran itu masuk ke dalam hatinya sehingga tersusun pengertian atau kesan.
B.2 Teori kedua menyatakan bahwa Weda diwahyukan dengan cara para Maha Rsi seolah-olah mampu melihat kejadian tertentu yag kemudian diulas menjadi Weda.
B.3 Teori ketiga mengemukakan turunnya wahyu yang sifatnya lebih abstrak, misalnya dimulai dari suara-suara gema biasa yang lebid di ibaratkan sebagai suara pada AUM atau gemanya lonceng. Istilahnya sering dipergunakan laksana ONGKARA atau Swara Nada. Dari gema itulah akhirnya sebagai pertanda yang kemudian membentuk semacam pengertian pada seorang Rsi yang mempunyai kemampuan untuk menerimanya.
Untuk menegaskan ketiga teori di atas, sastra hindu memberikan sistem penuntunannya tentang cara pembuktian sebagai cara untuk mencari kebenaran ilmiah. Secara teoritis ilmiah dikemukakan tentang teori “Tri Premana” yaitu tiga cara untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan yang benar, yang meliputi:
1.    Pratyaksa premana
2.    Anumana Pramana
3.    Sabda (Agama) Pramana
C.    Maha Rsi
Nabi-Nabi di dalam bahasa Sanskerta dikenal dengan nama “Rsi”. Sekedar untuk membedakan istilah Rsi sebagai gelar yang dipergunakan untuk golongan Brahmana Waisnawa, maka untuk Rsi pada jaman dahulu sering dipakai istilah “Maha Rsi” untuk tokoh-tokoh agama Hindu yang tergolong jenis “Nabi”.
      Di dalam kitab Matsya Purana maupun di dalam Brahmanda Purana kemudian dikutip pula di dalam Puranic Encyclopedia, terdapat pengelompokan  Maha Rsi menjadi lima macam, yaitu :

C.1 Kelompok Brahma Rsi,
C.2 Kelompok Satya Rsi,
C.3 Kelompok Dewa Rsi,
C.4Kelompok Sruta Rsi, dan
C.5 Kelompok Raja Rsi.
            Selain itu terdapat pula keterangan lain yang menyebutkan kelompok “Sapta Rsi”. Sapta Rsi adalah tujuh nama-nama Rsi, yang dianggap sangat menonjol diantara Rsi yang ada tertentu. Sapta Maha Rsi ini merupakan penggembala utama umat manusia dan sekali gus juga dikenal sebagai penerima wahyu. Adapun Sapta Rsi dari keluarga Maha Rsi yang paling banyak disebut, sebut antara lain : Rsi Grtsamada, Rsi Wiswamitra, Rsi Wamadewa, Rsi Atri, Rsi Bharadwaja, Rsi Wasistha, Rsi Kanwa
D.  Weda dan Kebangkitannya Kembali
Di sekitar tahun 1950, penulisan tentang Weda dan berbagai ilmu yang bersumber dari Weda, tidaklah banyak kita jumpai. Kita masi mewarisi hasil-hasil peninggalan penulis-penulis Barat berdasarkan teori pemikiran mereka. Tetapi sekarang, dipenghujung tahun 1980an, jumlah tulisan mengenai penelitian Weda boleh dikatakan sangat luar biasa perkembangannya. Dengan penulisan baru ini bersepsi agama Hindu akan jauh berubah dan ini sangat diperlukan terutama dalam menghadapi kemajuan teknologi canggih.
2. KODIFIKASI WEDA dan PERKEMBANGANNYA
2.1  Dasar Pengkodifikasian Weda
Pengkodifikasian Weda merupakan suatu usaha untuk pengumpulan berbagai mantra menjadi himpunan (samhita) yang disusun dalam bentuk buku. Dasar pertimbangan mengapa pengkodifikasian diperlukan adalah agar supaya Weda  tidak hilang dan dapat dipelihara secara utuh karena Weda diturunkan dalam waktu yang berbeda serta diterima oleh banyak Maha Rsi. Di dalam kitab Brahmanda Purana, di dapat suatu keterangan mengenai cara pengkodifikasian Weda. Teori yang dikemukakan didalammya sangat masuk akal. Secara umum menurut teori relativitas, dikemukakan bahwa Weda untuk pertama diturunkan pada zaman Krta-yuga. Kemudian selama masa Treta-yuga weda dipelajari dan pada jaman Dwapara Weda mulai mendapat pehatian untuk dikodifikasi. Adapun yang memprakarsai dalam hal pengkodifikasian Weda adalah Bhagawan Byasa yang dibantu oleh empat orang muridnya yaitu:
1.     Bhagawan Pulaha yang menghimpun mantra-mantra menjadi Rg Weda Samhita
2.    Bhagawan Jaimini menghimpun Samaweda Samhita
3.    Bhagawan Waisampayana menghimpun Yajur Weda Samhita
4.    Bhagawan Sumantu menghimpun Atharwa weda Samhita

2.1.1 Penghimpunan Berdasarkan Umur Mantra
      Berdasarkan umur mantra-mantra itu dapat dibedakan mana yang paling tua dan mana yang mantra-matra yang turun kemudian. Walaupun hasilnya masih bersifat teoritis, namun apa yang dapat kita buktikan adalah cukup masuk akal. Dari keempat Weda, Rg, Yajur, Sama, dan Atharwa Weda, para ahli berpendapat bahwa Rg. Weda adalah merupakan Wda yang tertua. Artinya yang pertam-tama diturunkan Rg Weda merupakan data tertua tentang agama Hindu.
2.1.2 Penghimpunan didasarkan atas pengelompokkan isi dan keperuntukkannya.
            Berdasarkan perbedaan isi,keterangan yang pertama-tama kita jumpai dari dalam kitab Manusmrti atau Manawadharmasastra. Berdasarkan kitab ini, Weda dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu : kelompok Sruti dan kelompok Smrti
2.1.2.1 Sruti
A. Pengertian Sruti
Menurut arti kata “Srti” itu sendiri, kata ini berarti wahyu. Jadi yang dimaksud dengan Sruti tidak lain adalah kitab wahyu Tuhan Y.M.E. Sruti itu sesungguhnya tidak lain adalah Weda.
B. Kelompok Mantra (Sruti)
            Mantra adalah himpunan mantra-mantra atau syair-syair yang ditulis dalam berbagai macam chanda (lagu pujian). Adapun kitab mantra ini dlam penghimpunannya dikelompokkan kedalam empat bagian yang disebut sebgai Catur weda Samhita, yang terdiri dari :
B.1 Rg Weda Samhita
            Kitab ini berisikan mantra-mantra yang syair-syair pujian. Kitab Rg Weda Samhita ini terdiri atas sepuluh mandala dengan jumlah stansa atau manta sampai 1017-1028.
B. 2 Sama Weda Samhita
            Sama Weda Samhita merupakan kelompok himpunan mantra-mantra yang banyak dikutip dari kitab Rg weda Samhita. Kitab ini berisikan lagu-lagu pujian.
B. 3 Yajur Weda Samhita
            Yajur Weda Samhita merupakan himpunan yang ditulis dalam bentuk prosa dan umumnya memuat keterangan-keterangan yang sangat bermanfaat dalam memberi penjelasan inti ajaran Weda pada umumnya denagn menitikberatkan pada ilmu yajna. Kitab ini dibagi menjadi dua bagian, berdasarkan atas dawatanya yaitu:
B.3.1 Yajur Weda Putih atau Sukla Yajur Weda yang dikenal juga dengan nama Wajasaneyi samhita
B.3.2 Yajur Weda Hitam atau Kresna Yajur Weda yang dikenal juga dengan nama Matrayani Samhita
B.4 AtharwaWeda Samhita
            Atharwa Weda Samhita merupakan himpunan mantra-mantra yang isinya banyak mengandung sifat magis.

2.1.2.2 Smerti
Smrti merupakan kelompok kitab kedua sesudah kelompok Sruti (kitab wahyu) dan dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat tentang sariat Hindu yang disebut Dharma. Smrti sebagai hokum Hindu berarti Smerti dinyatakan sebagai Dharmasatra yang merupakan satu rangkuman hokum Hindu  yang tentunya menjadi dasar dan pedoman yang yang diikuti dengan patut dan kepatuhan oleh masyarakat Hindu dalam usaha mereka untuk mencapai tujuan hidup kemanusiaan (purusartha).
Kitab Dharmasastra dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
a.       Kitab Manawadharmasastra yang dianggap cocok untuk zaman Satya yuga dan dapat berlaku umum.
b.      Kitab Yajnawalkya smrti dianggap cocok untuk zaman Treta yuga.
c.       Kitab Sankha-likhita smrti dianggap cocok untuk zaman Dwapara yuga.
d.      Kitab Parasarasmrti dianggap cocok untuk zaman Kali yuga
.
3. WEDANGGA
Kata angga berarti “badan” atau “batang tubuh”. Jadi untuk mempelajari Weda itu harus dirumuskan sedemikian rupa, ibarat mempelajari tubuh manusia. Di dalam mempelajari Weda, kitapun memerlukan sikap prilaku yang sama. Kita tidak cukup menghafalkan kata-kata yang jutaan banyaknya. Kita perlu mengetahui dari aspek akar kata , gaya bahasanya, persamaan kata-kata. Kitab Wedangga sangat penting dan diperlakukan karena kitab ini secara tidak langsung berperan sebagai rambu-rambu lalu lintas. Sebagai pelita dan sebagai tongkat penuntun dalam menterjemahkan Weda itu.
Wedangga dapat dikelompokkan kedalam enam kelompok yang disebut Sad Wedangga. Adapun ke enam kelompok Angga itu masing-masing adalah :
1.    Siksa             : Siksa adalah ilmu phonetika, yaitu ilmu tentang cara membaca
2.    Wyakarana    : ilmu tata bahasa adalah merupakan bagian yang kedua pentingnya dalam Weda
3.    Chanda         : lkitab yang berisikan aturan-aturan tentang lagu dan guru laghu yang sangat dipentingkan dalam membaca mantra
4.    Nirukta          : buku khusus yang memuat keterangan tentang berbagai penafsiran otentik kata-kata yang terdapat didalam Weda
5.    Jyotisa           : kitab yang memuat keterangan tentang tata surya dan letak rasi bintang (ilmu perbintangan/astronomi)
6.    Kalpa                        : disebut pula Kalpasutra adalah kitab yang mempelajari tentang upacara agama. Dilihat dari materi isi yang menjadi pokok bahsan, maka Kitab Kalpa Sutra ini dikelompokkan menjadi 4 bidang yaitu:
6.1     Srauta atau Srautasutra, membahas tentang berbagai cara pemujaan, pemeliharaan atau melakukan penghormatan kepada Triagni, yaitu Daksiagni, Ahawaniyagni, dan Grhapatyagni.
6.2     Grhya atau Grhyasutra, memuat tentang keterangan dan petunjuk-petunjuk penting tentang berbagai upacara Sammskara atau Sangaskara, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan sebagainya.
6.3     Dharma atau Dharmasutra, memuat tentang aturan dasar yang mencakup bidang hokum, agama, kebiasaan atau Acara dan Sistacara, dan sebagainya.
6.4     Sulwa atau Sulwasutra, memuat tentang peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan (Pura, Candi), bangunan-bangunan lain dan sebagainya.

4. GARIS – GARIS BESAR ISI WEDA
4.1 Secara garis besar, Weda dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu
1. Kelompok yang membahas aspek Wijnana, yaitu kelompok pengetahuan yang membahas segala aspek pengetahuan, baik itu pengetahuan alam maupun berbagai sislsilah penting.
2. Kelompok yang membahas aspek karma yaitu kelompok pengetahuan yang membahas berbagai jenis karma atau yajna sebagai cara dalam mencapai tuuan hidup manusia.
3. Kelompok yang membahas aspek upasana, yaitu kelompok yang membahas segala aspek petunjuk dan cara melakukan hubungan dengan Tuhan.
4. Kelompok yang membahas aspek jnana, yaitu kelompok yang membahas segala aspek pengetahuan secara umum sebagai ilmu murni.
4.2 Dalam kitab Bhagawadgita jenis isi weda dengan mempergunakan dasar – dasar pemikiran, pembagian menurut sistematikanya ini, Weda dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu :
            1. Yang mengandung ajaran Bhaktiyoga
            Kata Bhakti dalam Bhakti yoga berarti penghormatan yang dilakukan dengan penuh kesujudan, taat, patuh dan iman kepada Tuhan Y.M.E sebagai Pencipta dan Penguasa. Dalam ajaran Bhakti bentuk sikapdan perasaan ini tercermin dalm berbagai sikap.
             2. Yang mengandung ajaran Jnanayoga
            Jnana artinya pengetahuan, atau ilmu. Dengan demikian Jnanayoga artinya kita mengabdiakan hidup dan diri kita melalui pengamalan ilmu . Dengan pengamalan ilmu kita telah mengenal berbagai macam sifat ilmu dan untuk itu supaya diperhatikan keterangan yang telah diberikan, baik mengenai pengertian Wijnana dan Jnana.
            3. Yang mengandung Ajaran Rajayoga
            Istilah Raja yoga adalah merupakan singkatan untuk istilah Rajaguhyayoga, yaitu jalan pengungkapan Rahasia yang paling utama (Raja). Adapun inti ajaran Rajayoga adalah untuk mengetahui inti hakekat Tuhan Y. M. E. Istilah Rajayoga inilah yang asal mulanya diterjemahkan kedalam arti ilmu mistik dank arena itu kata mistik tidak termasuk arti jelek karena bertujuan untuk mengetahui dan mengenal Tuhan. Semua bentuk dari yoga berakar dari Rajayoga dan bertujuan untuk membimbing manusia dari kegelapan menuju penerangan sempurna, dari alam fana menuju alam yang kekal abadi.
             4. Yang mengandung ajaran Wibhutiyoga
            Makna utama dalam ajaran Wibhuti – yoga berdasarkan Bhagawangita adalah sebagai jawaban atau yang memberi jawaban atas pertanyaan yang mempersoalkan sifat – sifat Tuhan itu. Kata Wibhuti itu sendiri berarti kebesaran dan kemuliaan Tuhan Y. M. E.
            5. Yang mengandung ajaran Karmayoga
            Karmayoga berdasarkan ajarannya pada masalah – masalah keduniaan. Kalau Jnanayoga, bhaktiyoga, Rajayoga, dan Wibhuti yoga berdasarkan ajarannya pada hal – hal kejiwaan dan kerokhanian, maka karmayoga ini hampir semuanya merupakan dasar ilmu – ilmu keduniaan.
5. UPAWEDA

Istilah Upaweda diartikan sebagai Weda yang lebih kecil dan merupakan kelompok yang kedua dari Wedangga. Upa berarti dekat atau sekitar dan Weda artinya pengetahuan. Dengan demikian upaweda berarti sekitar hal-hal yang bersumber dari Weda. Tujuan penulisan upaweda karena adanya menyangkut aspek pengkhususan untuk bidang tertentu. Jadi sama dengan Wedangga namun pembahasannya lebih mengkhusus, upaweda menjelaskan aspek pengetahuan atau hal-hal yang terdapat di dalam Weda dan memfokuskan pada bidang itu saja sehingga dengan demikian kita memiliki pengetahuan dan pengarahan mengenai pengrtahuan dan peruntukan ilmu pengetahuan yang dimaksud.

5.1    Pembagian Jenis Upaweda
Terdapat empat bidang dalam kitab Upaweda antara lain:
5.1.1Ayurweda
Istilah Ayurweda berarti ilmu yang menyangkut bagaimana seseorang itu dapat mencapai panjang umur.. Pada umumnya kitab Ayurweda erta kaitannya dengan kitab Dharmasastra dan Purana, terutama Agni Purana. Pengetahuan yang dibahas tenteng cara menjaga kesehatan, ilmu pengobatan, macam penyakit.
Ayurweda berisi tentang ilmu pengetahuan kesehatan jiwa dan jasmani, pengetahuan tentang biologi, anatomi dan berbagai macam jenis tumbuh-tumbhan yang dapat bermanfaat sebagai obat. Menurut materi kajian yang dibahas di dalam berbagai macam jenis Ayurweda, terbagai atas 8 bidang yaitu:
A.      Salya yaitu ilmu tentang bedah dan cara-cara penyembuhannya.
B.       Salakya yaitu ilmu tentang berbagai macam penyakit pada waktu itu.
C.       Kayacikitsa  yaitu ilmu tentan jenis dan macam obat.
D.      Bhutawidya yaitu ilmu tentang ilmu psiko terapi.
E.       Kaumarabhrtya yaitu ilmu tentang pemeliharaan dan pengobatan penyakit anak-anak serta cara perawatannya.
F.        Agadatantra yaitu ilmu tentang pengobatan.
G.      Rasayamatantra yaitu ilmu tentang pengetahuan kemujijatan dan cara pengobatan non medis.
H.      Wajikaranatantra yaitu ilmu tentang pengetahuan jiwa remaja dan permasalahannya.

            Asal mula Ayurweda dirintis oleh Atreya Punarwasu sekitar abad ke VI SM. Beliau menghimpun ajaran Caraka dalam bentuk buku yang nama Carakasamhita. Ada 8 kelompok dalam buku ini yaitu:

a.          Sutrasthana yaitu ilmu pengobatan
b.        Nidanasthana yaitu ilmu yang menbicarakan macam jenis penyakit yang paling pokok.
c.         Wimanasthana yaitu ilmu yang mempelajari tentang pathologi, tentang ilmu pengobatan dan kewajiaban seorang doter.
d.        Indriyasthana yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara diangnosa dan prognosa.
e.         Sarirasthana yaitu bidang ilmu yang mempelajari tentang anatomi dan embriologi.
f.         Cikitsasthana yaitu bidang ilmu yang khuisus mempelajari ilmu terapi.
g.        Kalpasthana dan siddhi.

5.1.2   Dhanurweda
            Sering diterjemhkan sebagai ilmu kemiliteran atau ilmu penahan. Dhanurweda ini diajarkan kepada calon pemimpin. Dalan Agni Purana dikemukakan bahwa seorang yang akan menjadi pemimpin harus mempelajari ilmu seperti : dharmasastra, arthasastra, kamasastra, dhanurweda, catur widya (Anwiksaki, Trayi, wartta, Dandaniti) dan  itihasa. Dhanurweda memuat keterangan tentang training, mengenai acara penerimaan senjata, latihan penggunaan senjata. Tokoh penulis Wiswamitra dan Wiracintamani yang terdapat di kitab Shanurweda.

5.1.3   Gandharwaweda
Gandharwaweda ada hubunganya dengan Sama Weda. Dan dalam kitab purana terdapat Gandharwaweda. Gandharwaweda mengajarkan tentang tari dan seni suara atau musik. Nama-nama buku yang tergolong Gandharwaweda dengan nama lain yaitu Natyasastra, diman Natya artinya tari-tarian, dijelaskan bahwa ilmu yang mengajarkan tentang seni tari dan musik.



5.1.4   Arthasastra
Arthasastra adalah ilmu tentang politik atau ilmu tentang pemerintihan dasar-dasar ajaran Arthasastra terdapat pada kitab sastra dan Weda. Di dalam Rgweda dan Yajurweda terdapat ajaran Artasastra. Dan dijumpai pada Purana dan itihasa. Dalam kitab Mahabhrata dan Ramayana. Relevansi isi Arthasastra yang masih relevan dengan alam pikiran politik modern di Barat, terdapat dalam kitab Srthasastra itu. Untuk mendalami ilmu Politik Hindu dianjurkan disamping membaca Itihasa dan Purana, supaya membaca Dharmasatra dan Arthasastra karya Canakya itu.
Banyak istilah yang terdapat dalam sastra Weda tidak hanya dikenal dengan istilah  Arthasasrta, namun dikenal juga dengan istilah Rajadharma, Dandaniti, Rajaniti, Nitisastra. Dari berbagai penulisan itu dapat disimpilkkan tentang adanya empat aliran pokok dibidang Arthasastra. Perbedaan itu tampak darisistem penerapan ilmu politik berdasarkan bidang ilmu yang diterima sebagai sistem untuk mencapai tujuan hidup manusia ( Purusartha). Tujuan yang diterima oleh semua pemikiran adalah Catur widya yang meliputi empat ilmu yaitu: Anwiksaki, Weda trayi, Wartta dan Dandaniti.

6. ITIHASA
            Di dalam kitab Mahabharata bagian Adiparwa (62-22), terdapat tulisan yang berbunyi, jayo nametihaso’yamsrotawyo wujigisuna. Dari ungkapan itu menunjukkan bahwa jaya itu yang kemudian dinamakan Itihasa. Jaya adalah nama episode karangan Bhagawan Wyasa yang menceriterakan sejarahnya Pandawa dengan Kurawa. Episode itulah yang dinamakan Jaya dan kemudian oleh penulisnya sendiri menamakannya dengan Itihasa.
            Itihasa adalah nama sejenis karya sastra sejarah agama Hindu yang menceriterakan sejarah perkembangan raja-raja dan kerajaan Hindu di masa silam. Ceriteranya penuh fantasi, roman, kewiraan dan disana-sini dibumbui dengan mitologi sehinga memberi sifat kekhasan sebagai sastra spiritual. Di dalamnya terdapat berbagai dialog tentang sosial politik, tentang filsafat atau ideologi dan teori kepemimpinan yang diikuti sebagai pola oleh raja-raja Hindu. Kata Itihasa terdiri atas tiga kata yaitu, iti-ha-sa, yang artinya sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya.

6.1 Jenis-jenis Kitab Itihasa
Menurut sifatnya, maka seluruh itihasa dapat kita kelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu :
6.1.1 Ramayana
6.1.2 Mahabharata
6.1.3 Purana
       Secara tradisional, jenis yang tergolong Itihasa hanya dua macam saja, yaitu: Ramayana dan Mahabharata. Kitab purana tidak dimasukkan ke dalam itihasa walaupun menurut sifat isinya tergolong itihasa karena di dalamnya banyak hal-hal yang dapat kita nilai mempunyai arti sejarah sebagaimana halnya yang terdapat di dalam kedua epos tersebut di atas. Bahkan kadang kala, di dalam kitab purana kiya jumpai pula adanya keterangan mengenai riwayat pandawa dan kurawa walaupun tidak sebagai mana lengkapnya yang terdapat di dalam kedua epos itu.

6.1.1 Ramayana
            Ramayana adalah sebuah epos yang menceriterakan riwayat perjalanan Bhatara Rama atau yang sering kita kenal dengan gelar Ramadewa. Rama sebagai tokoh utama dalam epos itu adalah penjelmaan Dewa Wisnu yang dalam kitab purana merupakan sebagai salah satu dari Wisnu Awatara atau inkarnasi Dewa wisnu dalam rangka untuk menegakkan Dharma.
Kitab Ramayana ini merupakan hasil karya terbesar dari Maha Rsi Walmiki. Menurut hasil penelitian yang teleh dilakukan mencatat bahwa Ramayana tersusun atas 24000 stanza yang di bagi-bagi atas tujuh bagian yang di sebut Kanda. Sairnya oleh penulisnya sendiri kadang kala dinamakan sair, kadang kala Akhyana, Gita atau Samhita, sebagai mana dapat kita baca dari Bhalakanda, Yudhakanda, dan terakhir dalam Ayodhyakanda.
Adapun ketujuh kanda yang di maksud di atas, yaitu :
1.        Balakanda, menceriterakan masa anak-anak
2.        Ayodhyakanda, menggambarkan kehidupan kerajaan di Ayodhya
3.        Aranyakanda, menceriterakan kisah kehidupan di hutan
4.        Kiskindhakanda
5.        Sundarakanda
6.        Yuddhakanda
7.        Uttarakanda
          Keahlian Walmiki adalah kemampuannya memahami perasaan manusia secara mendalam walaupun dalam penggambarannya beliau lebih banyak menggunakan ragam bahasa yang disebut Lengkara. Di Indonesia misalnya gubahan yang kita jumpai adalah Kakawin Ramayana, ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Gubahan lainnya yang kita jumpai pula, antara lain: Ramayanatatwapadika ditulis oleh Maheswaratirthha, amrtakataka digubah oleh Sri Rama. Dipika ditulis oleh Waidhyanathadiksita. Walmikihrdaya ditulis oleh Ahobala. Rama Charita Manas ditulis oleh Tulsidas dan Kamba Ramayana ditulis oleh Kamban.

6.1.2 Mahabharata
          Mahabarata adalah sebuah itihasa karya Bhagawan Wyasa (Abiyasa). Nama Itihasa ini sebagai nama hasil karya Wyasa ini dinyatakannya sendiri di dalam tulisan beliau sendiri yang beliau namakan Jaya. Jaya adalah nama pertama yang diberikan atas karyanya yang menceritakan sejarah keluarga Pandawa dan Kaurawa yang merupakan keluarga Bharata. Kitab ini merupakan kitab terbesar yang pernah dimiliki oleh Hindu baik isi maupun ukurannya.
          Menurut Prof Dr. Pargiter, Mahabharata usianya lebih muda dibandingkan dengan Ramayana. Menurut beliau diperkirakan apa yang dinamakan Bharatayudha diperkirakan pernah terjadi sekitar tahun 950 SM. Tetapi menurut tradisi di India menyatakan bahwa Mahabharata itu terjadi pada permulaan jaman Kaliyuga dan permulaan itu diperkirakan dimulai pada tahun 3101 SM.
Pada garis besarnya kitab Mahabharata isinya adalah menceritakan sejarah pertentangan keluarga Bharata, yaitu Pandawa dan Kaurawa yang sama-sama Bangsa Arya. Dalam penggubahan Mahabharata, Bhagawan Wyasa juga memasukkan dalam gubahan itu cerita Hariwangsa. Keseluruhan kitab Mahabharata terbagi atas 18 parwa, yaitu: diparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, salyaparwa, Sawuktikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprasthanikaparwa dan Suargarohanaparwa. Adapun Bhagawan Wyasa, penggubah terkenal Mahabharata itu dikenal pula dengan nama lainnya, yaitu: Krsnadwipayana. Inti isi cerita dalam Mahabharata tidak hanya menceritakan keluarga Bharata tetapi yang lebih penting adalah menyebar luaskan yang terdapat di dalam Weda. Dalam penyebar luasan isi Mahabharata, kita menjumpai banyak tulisan baik yang berdifat kritik maupun yang merupakan penggubahan baru.

7. Purana
Secara harfiah kata Purana berarti tua atau kuno. Kata ini dimaksudkan sebagai nama jenis buku yang berisikan cerita-cerita dan keterangan-keterangan mengenai tradisi-tradisi yang berlaku pada zaman dahulu kala. Jika ditilik dari bentuk dan sifatnya purana sejatinya adalah itihasa yang memuat catatan tantang kejadian-kejadian lampau yang bersifat sejarah. Sedangkan berdasarkan kedudukannya, Purana adalah merupakan Upaweda yang berdiri sendiri,  sejajar pula dengan Itihasa.
7.1 Pokok-Pokok Isi Purana
            Secara garis besar Purana memuat cerita-cerita yang secara tradisional dapat dikelompokkan ke dalam 5 'hal pokok yang disebut Panca Laksana, yaitu :
7.1.1 Sarga,  yaitu proses penciptaan alam semesta
7.1.2 Pratisarga, yaitu proses periode peleburan dan penciptaan kembali alam semesta.
7.1.3 Vamsa,  yaitu silsilah raja-raja atau dinasti raja-raja Hindu yang terkenal (Surya Vamsa, dinasti Surya) (Candra Vamsa, dinasti Candra) dan rsi-rsi.
7.1.4 Manwantara, yaitu perbedaan setiap zaman serta perubahan dari Manu ke Manu.
7.1.5 Vamsanucarita, yaitu silsilah para raja serta deskripsi keturunannya yang akan datang.
Kelima hal ini dirumuskan di dalam kitab Wisnu Purana III.6.24, yang menyatakan sebagai berikut :
Sargasca pratisargaca wamso manwantarani ca, sarweswetesu kathyante wamsanucaritam ca yat.

Di samping kitab Wisnu Purana, banyak lagi kitab-kitab Purana yang lain yang isinya tidakk hanya terbatas kepada lima hal itu saja, melainkan memberikan keterangan berbagai hal termasuk berbagai macam upacara yadnya denganpenggunaan mantranya, ilmu penyakit, pahala melakukan Dana Punia, pahala melakukan Tirtha Yatra, peraturan tentang bagaimana cara memilih dan membangun tempat persembahyangan, peraturan tentang cara melakukan peresmian Candi, sejarah para Dewa, berbagai jenis permata dan batuan mulya dan banyak hal lainnya yang sifatnya memberi keterangan kepada kita tentang kehidupan di dunia ini. Secara ilmiah, pada dasarnya kitab Purana bertujuan untuk memberikan keterangan tentang ajaran ketuhanan. Apabila kita tidak membaca seluruh Purana dan tidak membatasi diri kita maka kita akan secara tidak sadar terbawa pada satu pandangan yang mengelirukan. Dan ini bukan maksudnya demikian adanya kitab Purana itu.
Menurut cerita yang dapat dikumpulkan, pada mulanya kita (Umat Hindu) memiliki kurang lebih 18 Purana, yaitu masing masing namnya adalah :
1. Brahmanda Purana                                      10. Garuda Purana
2. Brahmawaiwarta Purana                             11. Brahma Purana atau Adhi Purana
3. Markandeya Purana                                    12. Waraha Purana    
4. Bhawisya Purana                                        13. Matsya Purana
5. Wamana Purana                                          14. Kurma Purana
6. Wisnu Purana                                              15. Lingga Purana
7. Narada Purana                                            16. Siwa Purana
8. Bhagawata Purana                                      17. Skanda Purana
9. Padma Purana                                             18. Agni Purana

7.2 Pembagian Jenis Purana
            Kitab Purana secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Pengelompokkan ini berdasarkan isi pada kitab Purana bersangkutan. Sebagaimana kita ketahui kitab purana menonjolkan sifat kesekteannya. Adapun pembagian kitab Purana menjadi tiga kelompok besar yaitu :
1.      Kelompok Purana Satwika, ialah kelompok Purana yang mengagungkan Dewa Wisnu sebagai dewata tertinggi diantara dewa yang lainnya. Purana yang termasuk kelompok Satwika Purana meliputi :  Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana dan Waraha Purana.
2.       Kelompok Purana Rajasika, ialah kelompok Purana yang mengagungkan Dewa Brahma sebagai dewata tertinggi diantara dewa yang lainnya. Purana yang termasuk kelompok Rajasika Purana meliputi :  Brahmanda Purana, Brahmawaiwarta Purana, Markandeya Purana, Bhawisya Purana, Brahma Purana atau Adhi Purana dan Wamana Purana.
3.      Kelompok Purana Tamasika, ialah kelompok Purana yang mengagungkan Dewa Siwa sebagai dewata tertinggi diantara dewa yang lainnya. Purana yang termasuk kelompok Tamasika Purana meliputi : Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana,  Skanda Purana dan Agni Purana.


7.3 Kitab Upa Purana
            Di samping kedelapan belas Purana pokok itu, kita banyak mencatat adanya jenis-jenis Purana yang lebih kecil yang bersifat komplementer dan suplementer yang disebut dengan nama Upa Purana. Umumnya Upa Purana banyak ditulis oleh Bhagawan Wyasa, isinya sangat singkat dan pendek. Di samping itu pula mengenai isi dari Upa Purana  sangatlah terbatas menyebabkan bentuknya lebih kecil dari Purana pokok. Adapun kitab-kitab yang tercatat sebagai Upa Purana diantanya : Sanatkumara Purana, Narasimha Purana, Brhannaradiya Purana, Siswarahasya Purana, Durwasa Purana, Kapila Purana, Waruna Purana, Kalika Purana, Samba Purana, Nandi Purana, Parasara Purana, Surya Purana, Dewi Bhagawata Purana, Ganesa Purana, Hamsa Purana dan lain sebagainya. Inilah beberapa jenis Upa Purana yang penting sebagai tambahan Purana pokok.

8. Kitab Agama
            Disamping Kitab Weda, agama Hindu berpengang pula pada Kitab Agama. Menurut Maha Nirwana Tantra dinyatakan, pada zaman Krta Yuga  yang menjadi kitab pengangan utama adalah Kitab Weda, pada zaman Trta Yuga yang menjadi kitab pengangan utama adalah Kitab Dharma Sastra, pada zaman Dwapara Yuga yang menjadi kitab pengangan utama adalah Kitab Purana dan pada zaman Kali Yuga yang menjadi kitab pengangan utama adalah Kitab Agama.
            Kitab Agama memuat aturan yang mencakup sitem atau cara pemujaan Tuhan, tentang filsafat Agama dan tuntunan mengenai penggunaan mantra. Oleh karena dalam persembahyangan terutama diutamakannya mengenai penggunaan mantra bagi umat Hindu, maka Kitab Agama tergolong mengajarkan tentang Mantrayana. Kitab Agama juga dikenal sebagai kitab-kitab Tantra.
            Berdasarkan Kitab Agama sistem pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dibedakan bentuknya ke dalam empat cara yaitu : Sistem Jnana, Sistem Yoga Samadhi, Sistem Kriya (pemujaan secara esoterisma) dan Sistem Charya (pemujaan secara eksoterisma).
            Berdasarkan madzab (sekte) umum yang ada dalam agama Hindu, maka Kitab Agama dipilah menjadi tiga bagian meliputi :
1.      Kelompok Kitab Agama untuk Waisnawa (Hindu Kawisnon), yaitu Kitab Agama yang isinya mengajarkan mengenai cara pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu, kitab ini menjadikan Dewa Wisnu sebagai objek dan pusat pemujaan.
2.      Kelompok Kitab Agama untuk Siwaisme (Hindu Wiswa atau Sogatha), yaitu Kitab Agama yang isinya mengajarkan mengenai cara pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Suwa, kitab ini menjadikan Dewa Siwa sebagai objek dan pusat pemujaan.

3.      Kelompok Kitab Agama untuk Saktisme (Hindu Sakta), yaitu yaitu Kitab Agama yang isinya mengajarkan mengenai cara pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi (Sakti) kitab ini menjadikan Dewi (Sakti) sebagai objek dan pusat pemujaan. Pada dasarnya Kitab ini merupakan bagian dari Siwaisme karena banyak memuat dialog antara dewa Siwa dengan Sakti-Nya (Dewi Parwati).

9. Aturan dalam Mempelajari Weda
            Mempelajari Weda  kegiatan yang amat luas, untuk menyingkat maka masalah akan dipilah menjadi dua pokok yaitu :
9.1 Cara belajar atau mengajar membaca Weda
            Salah satu faktor terpenting dalam belajar membaca dan mengajarkan Weda adalah pengenalan huruf dengan suaranya. Di samping itu masalah intonasi atau tekanan suara yang tepat akan menentukan. Karena itu hal awalyang perlu diketahui adalah penguasaan huruf dengan baik sehingga seseorang yang mulai belajar Weda  dapat memodulasi suara dengan tepat dan dapat pula mendengar dengan jelas perbedaan suara yang dilafalkan orang lain.
            Seorang guru atau nabe akan diangggap berdosa apabila mengajarkan sisya atau muridnya membaca dengan cara yang salah, demikian ketentuan dalam Weda. Jadi jelasnya, mengenal suara, mengucapkan dengan tepat, memberikan tekanan suara secara tepat adalah hal yang wajib diajarkan secara benar oleh seorang guru nabe kepada sisya  atau murid spiritualnya.
9.2 Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam bejar Weda
            Seorang yang ingin belajar Weda pada tahap awal harus melalui sakramen yang disebut upanayana , setelah itu baru ia bisa membaca mantra. Mantra pertama yang dibaca atau diperkenalkan adalah mantra Gayatri. Mengenai umur, menurut Manawa Dharma Sastra seseorang yang baik belajar Weda adalah pada tahap awal (upanayana) di mulai pada umur lima tahun dan paling lambat untuk belajar Weda adalah kisaran dua puluh empat tahun (Mds. II. 38). Bila masa itu lewat, maka orang itu dikenal sebagai Wratya dan tidak diakui sebagai Arya (Mds. II. 39). Demikian pentingnya arti patokan umur dan keharusan melakukan sakramen sebelum mempelajari mantra menyebabkan ketentuan ini sering menjafi pengikat yang sangat menetukan.
            Setiap awal pengucapan mantra diwajibkan untuk dimulai dengan ucapan Omkara dan ditutup dengan Omkara pula. Di Bali khususnya, sebelum memulai mengerjakan sesuatu hendaknya mengucapkan "Om Awighnam Astu". Mantra ini pula dapat diucapkan sebelum mulai membaca mantra karena arti dan tujuannya adalah sebagai perlindungan agar tidak mendapatkan hal buruk atapun rintangan. Untuk mengucapkan mantra dihapkan seluruh jasad lahir dan bathin kita hendaknya benar-benar suci, karenanya kita harus membersihkan diri secara lahir maupun bathin melalui Yama maupun Niyama Brata. Dari uraian inidapat kita katakan bahwa pembinaan mental dan moral ikut pula menetukan berhasil tidaknya seseorang dalam mempelajari Weda mantra.  Dari kebiasaan-kebiasaan Yama dan Niyama Brata akan menjadikan seseorang yang belajar Weda secara otomatis menjadi orang yang berbudi bahasa baik, tahan uji, ulet, serta tidak akan canggung-canggung lagi tampil memimpin masyarakat.
             
10. Penyebaran Ajaran Weda
            Menurut Rg. Weda X. (71). (4) menyebutkan adanya empat macam orang yang akan menyebarkan ajaran Weda menurut profesi mereka masing-masing. Keempat tipe itu merupakan sistem penyebaran ajaran yaitu :
10.1. Ahli Kawi Sastra, penyebaran ajaran Weda oleh mereka misalnya melalui tulisan-tulisan Kawi atau puisi dan melagukannya sehingga setiaporang dapat turut mendengar, menikmati keindahan isi serta bentuk gubahan sastra.
10.2. Seniman, penyebaran ajaran Weda oleh mereka misalnya melalui gubahan-gubahan  yang mengagungkan Tuhan dalam bentuk nyanyian, kekidungan dan lain sebagainya baik dalam bentuk macapat maupun dalam bentuk Chanda seperti Gayatri, Usnik, Anustub, Tristub, Girisa, Sardula dan sebagainya.
10.3. Ahli-ahli yang akan membahas, menggubah, mengembangkan dan sebagainya, sehingga isi dapat dimengerti, dirasakan dan dihayati sepenuhnya, baik secara populer maupun secara ilmiah. Melalui kaca mata ahli inilah ajaran Weda itu disebarluaskan dan diyakini oleh setiap pembacanya.
10.4. Pendeta-pendeta yang memimpin upacara yadnya yang akan merumuskan, membudayakan dan mengembangkan melalui cara doa-doa, improvisasi, penghayatan secara mistik sehingga keseluruhan ajarannya dapat dinikmati serta dihayati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik yang berpikir maju maupun yang masih berpikir ortodok.
Berdasarkan sistem yang telah dikemukakan di atas yang diungkapkan berdasarkan Rg. Weda X, 73 (3-11) dapatlah diharapkan ajaran weda dapat tersebar luas. Di samping itu menurut Yajur Weda XVI 1-3 dan demikian pula Rg. Weda II (23) bahwa ajaran Weda harus dipopulerkan dan diajarkan kepada semua golongan tanpa membeda-bedakan.

11. Petunjuk Penggunaan Weda
            Menghayati Weda tidak hanya cukup melihat aspek Sruti dan Smrti saja tetapi seluruh produk Smrti dan Wibandha itupun perlu harus di hayati dan di kaji. Bhagawan Wararuci, pengawi kitab Sarasamuccaya mengatakan seseorang perlu mempelajari pula Itihasa dan Purana agar bisa menghayati Weda dengan baik. Kebijaksanaan dan kebahagiaan akan dapat dicapai bila seseorang telah secara benar menghayati Weda sebagai kenyataan. Dari Manusmrti II. 12, telah ditegaskan bahwa kebajikan yang merupakan hakekat daripada Dharma diwujudkan di dalam dunia ini berdasarkan kaedah yang tertera dan tersirat di dalam Sruti, Smrti, Sadacara, Sila dan Atmanastuti.
            Sebagai analogi, weda Sruti adalah UUD agama Hindu sedangkan Smrti adalah UUP agama Hindu. sebagai undang-undang agama sudah barang tentu isinya sangat luas melingkupi seluruh aspek perikehidupan manusia. Oleh karena itu ciri-ciri dari tiap-tiap jenis buku dengan pokok permasalahan yang menjadi dasar isi daripada kitab itu harus dihayati.
            Di samping itu pula, ada petunjuk yang menjadi dasar hukum penafsiran mantra bila tidak jelas dan kemudian dapat pula dijadikan dasar bentuk hukum ubtuk bentukan Parisada, sebagai lembaga agama Hindu.
1.      Manawa Dharma Sastra. XII.109.
Dharmenadhigatoyaistu wedah saparibrmhanah, tesista brahmana jneyah sruti praptyaksahetawah.

Artinya :

Para Brahmana yang tergolong sista menurut Weda, adalah mereka yang mempelajari Weda lengkap dengan bagian-bagiannya dan dapat membuktikan pandangannya dari segi Sruti.
2.      Manawa Dharma Sastra. XII.110.
Dasawara wa parisadyam dharma parikalpayet, tryawara wa pi wrttastha tan dharma na wicalayet.

Artinya :

Apapun bentuk Parisada itu jumblah anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari sepuluh orang atau tiga orang yang sesuai menurut fungsi jabatannya, keputusannya dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan sah yang tidak boleh dibantah.
3.      Manawa Dharma Sastra. XII.111.
Traiwidyohaitukastarkamairuktodharrmah patnakah trayascasraminahpurwe parisat syad dasawara.

Artinya :

Tiga orang ahli di bidang Weda, seorang ahli di bidang Lokika, seorang ahli di bidang Wimamsa, seorang ahli di bidang Nirukta, seorang ahli di bidang pengucapan mantra dan tiga orang dari jenis golongan pertama merupakan anggota Parisada ahli yang terdiri dari sepuluh anggota.
            Dari contoh petikan di atas maka jelas bahwa Parisada mempunyai peranan penting sebagai lembaga yudikatif dalam menentukan rumusan yang diperlukan karena suatu hal pasal-pasal yang diperlukan di bidang agama belum dijumpai atau masih diragukan.
            Dengan berpedoman pada naskah-naskah ini maka tidaklah begitu sulit dalam mempergunakan weda itu. Yang terpenting dalam penggunaan Weda seseorang harus memahami permasalahannya dan mengetahui kira-kira tentang masalah yang dihadapi serta letak dimana ketentuan hukum itu akan dijumpai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...