Senin, 16 Desember 2013

Sifat Tata Susila


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang.
            Pada jaman sekarang merupakan jaman globalisasi, yang sang memepengaruhi semua aspek kehidupan di masyarakat. Begitu pula dengan perkembangan IPTEK yang semakin canggih dan maju, akan membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan kita semua. Apabila seseorang itu di perbudak oleh IPTEK, maka akan mendampatkan dampak negatif dari IPTEK itu sendiri.
             Dengan perkembangan IPTEK mempengaruhi budaya yang ada di Indonesia,  karena para remaja sekarang lebih bangga dan dan lebih percaya diri dengan memgunakan budaya barat. Misalnya cara berpakian, atau yang lainnya. Tentu saja budaya barat sangat berbeda dengan norma-norma dan susila yang ada di Indonesia.Dan masih banyak lagi budaya barat yang ditiru oleh orang-orang yang ada di Indonesia.Misalnya minum alkohol.
            Dan dampak lainnya yaitu pergaulan bebas yang  sudah tidak terbatas lagi. Yang sering berakibat fatal, karena emosi sudah tidak bisa di kontrol dan merasa diri paling kuat dan berani maka akan sering terjadi tauran, kehamilan diluar nikah, dan yang lainnya. Dan apa bila seseorang diperbudak oleh teknologi yang semakin canggih, maka seseorang itu akan tidak ada waktu untuk melaksanakan kegiatan yang lain dan hanya sibuk main PS atau sibuk FB. Jadi kita harus bisa menghemat waktu seefisien mungkin. Dan kalau kita tidak bisa bersifat hemat maka uang pun akan terhamburan tidak karuan.
          Dengan kemerosotan moral yang seperti sekarang ini, banyak penyebabnya, diantarnya kurang di berikan pemahaman tentang ajaran Susila, atau Budi pekerti di sekolah-sekolah.Jadi sangat perlulah mempelajari dan menerapakan ajaran Susila.Yaitu dengan meempelajari Karya Kesusilaan Aklak yang Terpuji. Yaitu sifat hemat, apabila seseorang mampu bersifat hemat maka akan bisa mengatur waktu dan uang seefiesn mungkin. Sifat berani yaitu berani berlandaskan Dharma yang mulia. Sifat kuat, yaitu bijaksana dalam menjalani kehidupan ini, sifat malu, sifat yang harus di jadikan pedoman, malu untuk melanggar dari norma dan agama. Memelihara kesucian diri dan menempati janji.
            Apa bila semua itu dapat di laksanakan maka akan dapat menjalankan kewajiban sesuai dengan Swadharma dan dapat menjalankan norma-norma ke Susilaan dan Agama. Karena banyak dampak positif yang didapat dari melaksanakan ajaran Susila. Jadi sangat perlu untuk mempelajari dan menerapkan Karya Kesusilaan Aklak yang Terpuji.
           
1.2         Rumusan Masalah.
1.2.1       Bagaimana yang disebut dengan sifat hemat ?
1.2.2       Bagaimana yang disebut dengan sifatberani ?
1.2.3       Bagaimana yang disebut dengan sifatkuat ?
1.2.4       Bagaimana yang disebut dengan sifatmalu ?
1.2.5       Bagaimana cara memelihara kesucian diri ?
1.2.6       Bagaimana cara menepati janji ?

1.3         Tujuan Penulisan.
1.31        Ingin mengetahui tentang sifat hemat.
1.3.2       Ingin mengetahui tentang sifat berani.
1.3.3       Ingin mengetahui tentang sifatkuat .
1.3.4       Ingin mengetahui tentang sifat malu.
1.3.5       Ingin mengetahui tentang cara memelihara kesucian diri.
1.3.6       Ingin mengetahui tentang cara menepati janji.

BAB II
PEMBAHASAN

          Akhlak yang baik ialah tingkah laku yang terpuji, yang baik yang sesuai dengan swadharma masing-masing. Dan tidak melanggar ajaran Agama dan norma-norma yang ada di masyarakat.Akhlak yang terpuji meliputi banyak sifat diantaranya : sifat hemat, sifat berani, sifat kuat, sifat malu, menjaga kesucian diri dan menepati janji.

2.1     Sifat Hemat.
          Salah satu faktor yang menyebabkan manusia banyak menderita kerugian adalah pemborosan, yang meliputi pemborosan harta benda, pemborosan tenaga dan pemborosan waktu. Namun beruntunglah orang yang memiliki sifat dan sikap hemat dalam segala-galanya, yang segala langkahnya diukur berdasarkan garis-garis ketentuan.Yang dimaksud dengan hemat ialah menggunakan segala sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan tenaga menurut ukuran keperluan mengambil jalan tengah, tidak kurang dan tidak berlebihan (Salam, 2000 : 179).
          Dan Hemat adalah suatu sikap yang menghargai waktu, dana (uang) dan pikiran sesuai dengan kebutuhan. Serta tidak menggunakan sesuatu yang berlebihan sehingga tidak ada yang terbuang percuma.Dan memepertimbangkan manfaat dari sesuatu itu dengan baik-baik sehingga dapat digunakan secara efektif dan efesien.Semboyan orang Barat Time is money (waktu adalah uang).

2.1.1     Penghematan Harta Benda
Pengambilan jalan tengah ini sangat di muliakan karena mampu mengambil sikap jalan tengah diantara hidup boros dan hidup kikir. Membelanjakan harta benda dengan sebaik-baiknya dengan cara yang wajar dan pantas, menyesuaikan income dengan pengeluaran merupakan suatu perwujudan hidup hemat.
Didalam usaha kita untuk dapat hidup hemat maka ada beberapa faktor teknis yang harus mendapatkan perhatian yakni:
1.  Didalam kita membelanjakan harta kita hendaknya kita mendahulukan kebutuhan primer dari pada kebutuhan sekunder.
2.  Jangan membelanjakan harta benda kita untuk sesuatu yang tidak berguna apalagi sampai merugikan diri kita, misalnya membeli minuman keras, berjudi.
3.  Tidak boleh memelihara sesuatu yang hanya dapat membahagiakan diri sendiri dan merugikan orang lain. Semisal kita menimbun beras sebanyak-banyak dengan tujuan penimbunan untuk memperoleh keuntungan yang besar jika dijual dalam musim paceklik.
4.  Perlu perhitungan yang teliti antara pemasukan dan pengeluaran keuangan. Janganlah pasak lebih besar dari pada tiang.

Bahaya Utang, yaitu  utang merupakan sesuatu yang harus kita bayar karena kita meminjam sesuatu pada orang lain baik berupa jasa atau pun materi yang biasanya disertai dengan adanya perjanjian antara kedua belah pihak yakni pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Dan ada beberapa akibat buruk yang dapat ditimbulkan oleh utang diantaranya:
1. Menggoncangkan pikiran, mengganggu ketenangan dan ketentraman jiwa.
2.Merugikan keluarga karena dikecohkan oleh tagihan-tagihan utang.
3.  Bila mencapai puncaknya, uatang yanag besar dapat mendoroang seseorang untuk berbuat jahat, misalnya mencuri, korupsi, dan menipu.
4.  Utang dapat merusak pekerjaan orang lain. Misalnya sesuatu perusahaan mengalami kebangkrutan akibat piutang yang tidak terbayar oleh yang meminjam.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan seorang berutang ialah:
1)    Keadaan memaksa, karena kesulitan hidup. Hal yang secaman ini dapat dimaklumi. Misalnya karena sakit yang memerlukan pembelian obat.
2)     Kecendrungan untuk menikmati kemewahan. Karena melihat orang-orang mewah, maka tergiurlah hatinya untuk menirunya.
3)     Akibat perjudian atau kalh judi, maka seseorang berusaha menebus kekalahan dengan jaln meminjam uang untuk meneruskanperjudian.

2.1.2    Penghematan Tenaga
            Dalam diri manusia terdapat tenaga yang betapun kuatnya pasti akan terbatas adanya. Oleh karena itu hendaknya tenaga itu dimanfaatkan secara wajar menurut kodrat kesanggupan dan jangan diberikan beban yang berlebihan. Dan sebaliknya tenaga yang ada jangan dibiarkan menganggur. Dan penghematan tenaga merupakan memanfaatkan persediaan energy yang ada secara wajar, tidak disimpan menjadi kaku dan beku tetapi juga tidak diekploitasi secara berlebihan. Yang paling baik ialah memelihara kelanggengan pekerjaan melalui penghematan tenaga.

2.1.3  Penghematan Waktu.
          Memanfaatkan waktu yang tersedia dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan produktif, efesien dan efektif itulah yang dimaksud dengan penghematan waktu.Tidak dibiarkan waktu itu lolos begitu saja tanpa pengisian acara-acara yang bermanfaat. Dan ada beberapa factor yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan waktu seproduktif mungkin diantarnya :
1 Setiap orang hendaknya memilki tunjuan dan arah yang jelas. Tanpa tujuan yang jelas, maka waktu akan berlalu tanpa kesan dan makna. Sedang orang yang mempunyai tujuan dan sasaran hidup tertentu, akan berusaha berjuang dan mengejar tuuannya dengan memanfaatkan waktunya yang terbatas.
2 Hendaknya setiap orang mempunyai rencana kerja yang teratur dalam mencapai usaha itu, di mana dijelskan acara masing-masing waktu yang tersedia. Dengan adanya kejelasan acara masing-masing waktu, maka dengan mudah mencapai penghematan waktu dan tenaga.
3 Hendaklah orang yang telah memepunyai tujuan dan rencan kerja itu setia dalam menempuh jalan yang telah ditetapkan. Tanpa kesetian kepada tujuan semula dan kesetian kepada rencana kerja maka hal itu akan menimbulakan kegagalan yang berarti pemborosan waktu.
4 Janganlah menunda-nunda pekerjaan yang telah direncanakan. Penundaan berarti kerugia, karena hilangnya beberapa menit tanpa pengisian pekerjaan yang berguna tidak dapt dikembalikan lagi, maka hal itu akan mengakibatkan kegagalan yang berarti pemborosan waktu.    

2.2     Sifat Berani.
     Sifat berani bukan semat-mata keberanian berkelahi di medan laga, melaikan suatu sikap mental dimana seseorang dapat menguaai jiwanya dan berbuat menurut semestinya. Orang yang dapat menguasai jiwa dimasa-masa kritis  ketika bahaya di ambang pintu, itulah orang yang berani. (Burhanuddin Salam, 2000 : 184).

2.2.1    Contoh-contoh Keberanian.
            Seperti yang telah diuraikan tadi, maka sifat berani bukan hanya ditunjukkan dalam medan perang, melaikan banyak perbuatan sehari-hari yang memebutuhkan keberanian yang tidak kurang dari keberanian tentara dimedan perang, misalnya:
1             Para pelaut yang mengarungi samudra dan tidak takut menghadapi             topan dan badai lautan.
2 Para petugas pemando kebakaran yang melaksanakan tugasnya dengan tabah ketika api sedang mengamuk.
3                    Dokter dan juru rawat yang tenang menghadapi pasien yang gawat.
4                    Para pemimpin yang berani mengambil keputusan penting bila perlu.
5                    Para sarjana yang bernai mengemukakan ide-ide baru hasil daya ciptanya.

2.2.2  Gejala Keberanian.
1        Tetapnya pikiran dan stabilnya perasaat ketika bahaya datang.
2        Tetap melakukan pekerjaanya dengan hati yang teguh dan akal yang waras.
3        Tidak gentar dari segal ancaman dan celaan, sebagai konsikuensi dari tinadkannya.
2.2.3  Keberanian Jasmani dan Peradaban.
1        Keberanian Jasmani yaitu seperti keberanian para pahlawan di medan tempur.
2        Keberanian Peradaban (rohani), yaitu suatu keberanian yang titik beratnya pada pikira dan melahirkan pendapat yang diyakininya benar dan sekalipun menghadapi celaan dan amarah dari penguasa. Ia tidak takut menaggung malapetaka akibat membela pendiriannya yang diyakininya benar.
2.2.4    Pengecut.
Sebagai kebalikan dari sifat berani.Sifat pengecut selalu memebawa pribadi yang ragu-ragu sebelum memulai sesuatu dan menyerah sebelum berjuang. Dan sifat ini akan memebawa manusia kepada kerendahan dan kehancuran. Perasaan takut kepada sesuat memang pada dasarnya pada setiap manusia yang normal.Disinin takut yang wajar yang membuat seseorang berhati-hati dalam bertindak, agar jangan terjerumus kehal-hal yang berbahaya.Namuan ada pula takut yang berlebih-lebihan, cemas yang tidak beralasan ini merupakan penjelmaan dari sifat pengecut.
2.2.5 Hikmah keberanian.
          Bahawa keberaian yang dimaksua bukan keberanian yang membabi buta, melainkan keberanian yang didukung oleh pertimbangan dan pikiran yang sehat. Dan diantara dari sifat dan sikap itu adalah sebagai berkut:
1                Keberanian adalah hiasan pribadi yang mendorong manusia memncapai kemajuan, sebagai mana telah dibuktikan oleh oran-orang yang berjasa bagi bangsanya, agama dan kemanusiaan.
2               Keberanian menimbulkan ketentraman sebagaimana halnya sifat pengecut menimbulkan kegelisahan dana keragu-raguan.
3               Kebaranian menghilangkan kesulitan dan kepahitan. Perasaan sulit sebenarnya berakar pada perasaantakut (cemas). Maka jika keberanian timbul, hilanglah rasa kesulitan.
Keberanian membuahkan berbagai reaksi yang produkti atau daya cipta yang berguna.
Dan terdapat pula penjelasan tentang sifat keberanian dalam Sloka diantaranya:
           
   Klaibyam ma gamah partha
   Naitat tvayy upapapdyate
   Ksudram hrdaya-daurbalyam
   Tyaktvottisths parantapa
                                       (Bhagavad Gita. II.3)
Artinya

 Wahai putra prtha janganlah menyerah pada kelemahan ini
   Itu tidak pantas bagimu
   Tinggalkanlah kelemahan hati remeh itu dan bangunlah
   Wahai yang menghukum musuh.
           
Pada sloka diatas dengan jelas bahwa, seseorang harus selalu berani tidak takut atau memiliki sifat yang lemah. Karena menjadi orang yang penakut akan sangat gampang di perbudak dan di permaikan oleh seseorang. Namun berani di sini keberanian yang sesuai dengan Dharma, di mana ada pepetah yeng mengatakan berani  karena benar dan takut karena salah. Jadi seseorang itu harus memilki sifat yang bri, berani memebela kebenaran dan berani persalahkan apa bila benar-benaar bersalah, dan berani mempertanggungkan segala perbuatan yang di lakukan. Sloka di atas dengan sangat jelas tidak memberarkan menyerah paada kelemahan, karena orang yang lemah  itu mudah terombang-ambing. Ibaratkan dengan kapal yang diterpa angin ditengah laut yang terombang-ambing oleh arus dan tidak tahu arah, seperti itulah kalau orang yang lemah.Jadi seseorang harus memiliki sifat yang berani.Dimedan perang kuru ksetra Arjuna tidak mau berperang karena yang dia hadapi adalah guru, kakek serta keluarganya dengan sikap kemurahan hati yang dia miliki. Maka dari itu Krsna kesadaran Tuhan menasehati Arjuna bahwa  harus mampu meninggalkan kelemahan dan Arjuna di suruh agar bangun dan berperang demi menegakkan dharma. Begitu pula dengan seseorang harus memiliki sifat berani.Karena sifat berani itu memiliki banyak dampak bagi diri kita.bukan semata-mata berani berperang atau tauran namun berani dalam mengutarakan pendapat dalam diskusi. Dan berani mengakui kekurangan dan kesalahan yang diperbuat.



Sva-dharma api caveksya
Na wikampitum arhasi
Dharmyad dhi yuddhac chreyo  ‘nya
Ksatryasya na vidyate
                                       (Bhagavad Gita. II.31)
Artinya

Tugas kewajibanmu khusus sebagai kesatriya,
Engkau tidak perlu ragu-ragu
Bahwa tiada kesibukan lain yang lebih baik untukmu dari pada bertempur berdasarkan prinsip-prisip dharma
Milik orang ksatrya tiada lain.                                   

            Kewajiban seorang ksatriya ialah melindungi para warga negara terhadap segala jenis kesulitan.Karena alasan itulah Arjuna harus  menggunakan kekerasan dalam kasus-kasus yang tepat demi keadilan dan ketertiban. Karena itulah ia harus bertempur. Arjuna di ingitkan oleh krsna tentang kewajiban dari pada seorang ksatiya itu adalah bertempur namun sesuai dengan prinsip-prinsip dharma.Jadi seseorang tidak perlu takut dalam menjalakan kewajiban atau tugas-tugasnya yang sesuai dengan dharma.Seseorang itu diharapkan agar selalu menjalankan kewajiban dengan penuh keberanian dan rasa tanggung jawab. Karena apa bila seseorang  tidak berani dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang sedah ditetapakan olehnya, maka kemasyurannya akan hilang, dan dalam Bhagavad Gita pula dinanyatakan lebih baik melakukan perkerjaan yang sudah ditetapakan untuk kita meski salah dari pada melakukan tugas kewajiban orang lain meskipun benar. Artinya seseorang itu di ajarkan agar berani dalam berbuat dan berani dalam mempertanggung jawabkan dari hasil perbuatannya.Agar tidak berani buat saja namun tidak berani mengambil resikonya.Dalam sloka diatas juga dinyatakan bahwa seseorang itu harus berani namun berani karena menegakkan Dharma.Bukan berani tidak memiliki dasar, bukan bertempur secara sembarangan namun berani yang sesuai dengan prinsip-prinsip dari dharma.Dan terdapat pula dalam Slokantaara tentang sifat keberanian itu.
           
Kalinganya, ulaha sang tapa, bhujangga saiwasiddhanta, dharma  gawayakna, sila nira rahayu pagehakna, haywa manabuddhi, jitaka ikang mana, haywamatukar lawan para, yeka rasa ngarnya, haywa katunan widya wruha ring sarwa sastra kabeh, tan butuhan ing patakwan ring sarwagama pramana, slokadiwakya, mwang hala-hayu ning rat, haywa mamanasi sama janma, yan amuwus madhurawacana, tusta dening swadara, swadara ngaranya rabi prihawak, yeka hetu nira winenangekana rabi paapt, paradarawarji ngaranya haywa mangangen-angena stri ning para, yeka donya yan mangkana, tan hana bhaya nira ring loka, kunang sira yang linaran dening para, tan sayogya dosa nira, kinkinen tan pinakaduhkha ning manah: uttama, angucap ing lara nira ri dalem hati: madhyama, yan angucap lara nira metu ring sabda : kanisthan, yapwan amadani halanya: kanisthan ning kanisthan yan mangkana, ling sang hyang aji.
                                                                        (Slokantara, sloka 6. 16)
Artinya
Ia yang setia pada kewajibannya, yang mengatasi kesombongan dan kemarahan, yang bijaksana tetapi rendah hati, tak pernah menyakiti orang lain, puas dan setia pada istri, hormat pada wanitalainnya, baginya tidak ada sesutupun yang perlu ditakuti didunia ini.

          Pada sloka diatas deijelaskan bahwa seseorang tidak boleh takut atau lemah, di mana dijelaskan diatas tentang kewajiban dari seorang pendeta ia harus melaksanakan dharma, ia harus teguh hati dalam menjalankan kebenaran, tidak boleh sombong, tidak boleh berkelahi dengan siapa pun. Pada sloka diatas dipaparkan tentang kewajiban yang harus dijalankan oleh seorang pendeta.Sifat berani atau tidak ada yang perlu ditakuti artinya, setiap orang hendaknya melaksanaka tugas-tugasya sesuai dengan swadharma masing-masing dan tidak melanggar aturan-aturan, atau ketentuan-ketentuan dalam melaksanakan swadharma itu.Apabila bila itu sudah terlaksana dengan baik maka tidak ada yang perlu ditakut lagi. Misalnya: seorang murid apabila sudah mengguanakan pakian yang sesuai dengan pratuaran yang ada disekolahnya dan mengerjakan tugas-tugas dari gurunya, maka masuk halaman sekolah itu tidak ada rasa takut. Lain halnya dengan anak yang melanggar aturan dan tidak membuat tugas, sudah pasti baru memasuki halaman sekolah sudah mempunyai rasat takut.Keberanian pada sloka diatas maksudnya berani karena benara bukan sembarang berani yang dilakukan.


2.3     Sifat Kuat.
          Sifat kuat meliputi tiga hal yaitu:  kekuatan fisik atau kekuatan jasmani yang meliputi otot. Kekuatan jiwa atau semangat. Dan yang ketiga yaitu kekuatan akal pikiran atau kecerdasan.Dan ada yang beranggapan bahwa kekuatan ada hubungannya denga keturunan. Dari orang tua akan melahirkan keturunan yang kuat pula dari orang yanglemah akan melqahirkan keturan yang lemah. Sekalipun demikian faktor lingkungan, pendidikan dan latihan yang diterima turut menentukan matang tindakanya kekuatan yang diwariskan.
          Seseorang yang memiliki otot yang kuat   dan imbangi dengan dengan latihan dan dan dikembangkan maka otot itu akan bertambah kuat. Dan ada oran gyang memiliki persediaan semangat yang lemah, tetapi karena ditempa dan digembleng,  maka persediaan yang sedikit itu akan menjadi efektif dan menjadi kuat. Demikian juga kecerdasan dapat dibina dan dikembangkan melalui pendidikan dan latihan keterampilan.
          Kekeuatan itu hendaknya dibina dan diikhtisarkan supaya berambah dalam diri yang dengannya dapat dipergunakan meningkatkan amal kebaikan. Tambahan kekuatan itu da[at di proleh dengan usaha menurut fitrah atau jalan-jalannya yang wajar dan juga mohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap kuat termasuk  kuat termasuk dalam fadilan atqau dilarang bersikap lwemah karena karean dengan kekuatan itulah seseorang akan mamapu bekerja dan lebih produktif dan begitu sebaliknya.
            Manusia-manusi mulia, utama dan besahaja yang dipandang sebagai orang-orang besar dalam dunia ini adalah manusia kuat yang secara efektif yang telah mengarahkan dan mengerahkan kekuatan-kekuatan yang terpendam dalam diri pribadinya.Sebaliknya manusia-manusia lemah diri adalah orang-orang mundur yang tidak dapat berbuat sesuatu, malahan mereka dapat menjadi tertindas dan terjajah di muka bumi ini.(Burhanuddin Salam.1997:189-190).
          Karena itu lah ketiga jenis kekuatan yang dianugrahi Tuhan yakni: jasmani, rohani (semangat) dan pikiran. Hendaklah dibina dan dengan sebaik-baiknya, karena itu merupakan alat yang ampuh untuk membuat lebih banyak dalam kebajikan.Karean itu memebuat manusia mundur dan tidak produktif.Dan terdapat pula dalam slokantara tentan sifat kuat.
Kalingaya, sang sadhu-jana sira sang wwang uttama-janma, yadyapi sira nirdhana, kasyasiha tuwi, agaweha ta sira salah karya, salah hidep, taha tan mangkana sang wwang uttama-janma, iwa padaniara nihan, kaddyangga ning sardula, sardula ngaranya macan, tugel jarijinya, pisaninggu ikang mamangana dukut, nora juga mangkana prawrttinya, apan enget inh=g pinanganya kaja umanya, mangkan ling ing aji.
                                                                                                                                                                                                                        (Slokantar, sloka 8. 31)

Artinya
Orang saleh walaup ia amat miskin ia tidak akan melakukan pekerjaan haram.
Seekor harimau, walau dipototng kakainya sampai remuk, ia tidak akan mau memakan rumput.

          Begitulah kekutan mental atau budi yang dimiliki seseorang, merupakan suatu sifat kuat yang harus deimiliki, kuat dengan pendirian meski miskin sekalipun namun tidak akan mau melakuan pekerjaan yang hinal atau melanggar kitab suci. Dan meski dalam keadan yang sangat susah sekali pun namun ia tidak pernah menyerah dan putus asa, sifat kuat yang seperti itu lah yang harus kita miliki yang dapat kita jadikan pedoman dlam hidup.Sifat yang dimiliki yaitu kekuatan atau ketekunan dalam menjalankan dharma.Dan yang kedua hariamu tetap kekuat pada pendirian tidak akan pernah mau memakan rumput, karena harimau tau bahwa rumput itu bukan makannya. Sifat kuat yang tidak mudah menyerah dan putus asa karen demi menegakkan dharama yang perlu kita tiru.

2.4     Sifar Malu.
          Yang di maksud dengan sifat malu disini yaitu malu kepada Tuhan dan diri sendiri dikala melanggar praturan-praturan, norma kesusilaan dan ajaran Agama.  Perasaan ini dapt menjadi bimbingan kepada jalan keselamatan dan mencegah dari perbuatan nista. (Burhanuddin Salam.1997: 190).
          Rasa malu dapat juga kita artikan sebagi sesuatu kemampuan didalam jiwa setiap insan yang berfungsi sebagai penghalang bagi seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela, dan perbuatan yang dapat merendahkan nilai-nilai kemanusiaan sendiri karena menolak Agama, Sosila, dan Kesusilaan.
          Sifat malu merupakan prasaan yang segan menolak atau ingin menampakkan dihadapan orang lain untuk berprilaku yang tidak sesuai dengan norma dan etika. Dan dengan dasar prasaan atau sifat malu seseorang akan berbuat tidak sombong, angkuh, dan malu untuk melanggar aturan-aturan atau norma-norama yang ada. Jadi prasaan malu itu bagus pula dijadikan pedoman agar tidak menjadi oraang yang angkuh, karena setiap perbuatannya yang melanggar turan-aturan itu ia akan merasa malu pada dirinya sendiri. dan setiap melakukan kesalahan pasti rasa malu itu tumbuh, dan memiliki prinsip tidak akan mengulangi perbuatannya yang sudah membuat dirinya malu pada keluarga ataupun pada seseorang apa bila ia telah melakukan kesalahan. Dan apabila seseorang yang memiliki rasa malu bukan setelah melakukan kesalahan saja, namun malu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggara atauran-aturan dan norma-norma yang ada.

2.5     Menjaga Kesucian Diri.
          Menjaga kesucian diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan pada setiap waktu.Dengan penjagaan diri secara kuat, maka dapatlah dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian.Hal ini dilakukan mulai dari memelihara hati untuk tidak membuat rencana dan anggan-anggan yang buruk. (Burhanuddin Salam.1997: 191).
          Berdasarkan keyakinan bahwa Tuhan akan memcatat segala gerak tingkah laku (karma) kita, di Hindu percaya dengan adanya Karma Phala. Maka seseorang akan selalu waspada agar tidak terjerumus kiehal-hal yang negatife. Dan usaha menyucikan diri adalah salah satu upaya menjadikan seseorang memilki kualitas spiritual pada dirinya.Kesucian tidak hanya ditunjukkan pada badan jasmani, tetapi juga pada rohani.Yang termasuk pikiran.Karena pikiran merupakan raja dari indriya yang senan tiasa harus kita kendalikan.Dan terdapat pula dalam Saracamuscaya.
Nihan tang kayatnakena, ikang tapa raksana, makasadhana kapademaning krodha ika, kuneng hyang cri, pademning irsya pangraksa ri sira, kuneng sang hyang aji, pademning ahangkara mwang awamana pangraksa ri sira, yapwan karaksanyawakta, si tanpramada sadhana irika.
                                                         (Sarasamuccaya IV.103).
Artinya
Inilah yang harus diperhatikan baik-baik, tapa atau penyucian diri atau jiwa itu hendaknya dipegang teguh, diselamatkan dengan menghilangkan nafsu murka, kebahagiaan tinggi adalah lenyapnya kedengkian penyelamatnya, maka sastra suci, binasanya angkara murka serta lenyapnya kecongkahaan merupakan penyelamatnya; yang menjaga diri anda, adalah sikap tidak lalai atau waspada, yang merupakan upaya untuk itu.

          Dalam sloka diatas bahwa dalam menjaga kesucian diri itu tidak hanya menjaga kesucian dari fisik luar saja namun, menjaga kesucian diri itu dari luar dan dari dalam. Dan harus selalu waspada dalam menjaga kesucian diri itu. Selalu berusaha mengontol pikiran, karena semuanya berawal dari pikiran, apabila bisa mengendalikan pikiran dan bisa mengontrol indria-inndria yang ada, maka  hawanafsu itu dapat di kendalikan. Berusaha berkata yang tidak dengki dan berbuat yang tidak congkah, serta melaksanakan ajaran suci dari kitab-kitab suci.
         
2.6     Menepati Janji.
          Menempati segala apa yang telah dijanjikan atau kita ucapakan, dan janji itu dapat pula diartikan sebagai sumpah, janji itu jug adapat di katakana sebagai hutang. Jadai menepati janji itu dapat diartikan yaitu menepati atau setya kepada segala apa yang telah ucapkan atau  yang berupa sumpah, tidak satya kepada sumpah yang sudah diucapkan namun menepati janji atau satya pada apa yang masih berupa angan atau pikiran. Menepati janji dapat pula dikaitkan dengan Panca Satya, yaitu:
1)        Satya herdaya, yaitu setia pada diri sendiri
2)        Satya wacana, yaitu setia atau selalu menepati kata-kata
3)        Satya laksana, yaitu setia pada perbuatan.
4)        Satya wacana, yaitu setia atau selalu menepati kata-kata
5)        Satya Semaya, yaitu setia atau selalu menepati janji
6)        Satya mitra, yaitu  setia pada teman
       Dan tentang menepati janji atau Satya terdapat juga dalam slokantara, yaitu:
Kalingnya, hana pweka wwang magawe sumur satus, alah ika dening magawe telaga tunggal, lewih ikang wwang magawe telaga, hana pweka wwang magawe telaga satus, alah ika phalanya dening wwang gumawayaken yajna pisan, atyanta lewih ing gumayaken yajna, kunang ikang wwang mayajna ping satus, alah ika phalanya, de nikang wwqang manak-anak tunggal, yan anak wisesa kalinganya ikang manak-anak ta lewih phalanya, muwah ikang wwang maweka satus, alah dening kasatyan, sangksepanya, lewih tan-satya ring brata, mwang ring wacana, mangkana ulah nira.
                                                                           (Slokantara. 2.6)
          Artinya

Membuat sebuah telaga untuk umum itu lebih baik dari pada menggali seratus sumur.Melakukan yajna (korban suci) itu lebih tinggi mutunya dari pada memebuat seratus telaga.Memepunyai seorang putra itu lebih berguna dari pada melakukan seratus yajna.Dan menjadai manusia setia itu jauh lebih tinggi mutu dan gunanya dari pada mempunyai seratus putra.

Pada sloka diatas menjelaskan tentang betapa tingginya nilai dari kesetiaan itu.Jadi seseorang itu harus selalu berbuat setia.Setia kepada pikiran, setia kepada perkataan, setia kepada perbuatan, setia kepada Janji dan setia kepada teman. Amatlah teerpuji menjadi orang yang setia dan orang yang setia itu orang yang memiliki sifat jujur yang tinggi. Karena dia tidak pernah berbohong atau memngikari suatu sumpah atau janji dari meperkataannya sendiri.jadi sifat yang selalu menempati janji itu haruslah senantiasa dapat seseorang jadikan pedoman dalaah hidupnya, karena apa yang telah dijanjikan mulai dari pikiran sampai di ucapkan itu merupakan hutang yang hendaknya harus senantiasa ditepati.

BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan.
          Dari materi diatas dapat kami simpulkan, bahwa Karya Kesusilaan (akhlak yang terpuji dan tercela), yaitu menyangkut hal-hal diantarnya: sifat hemat yaitu hemta dalam mengatur waktu dan keungan dan dapat mengguankan sesuatu dengan efesien. Sifat berani yaitu mamapu menguasai jiwa dengan semestinya, yaitu sesuai dengan swadharma masing-masing dan berani karena benar.  Sifat kuat yang meliputi , kuat fisik, kuat jiwa dan kuat akal. Bersifat Malu yaitu malu pada Tuhan dan diri sendiri dikala melanggar aturan.Menjaga kesucian diri yaitu menjaga kehormatan dan martabat setiap waktu dan tidak melakukan hal-hal yang tercela.Menepati janji yaitu berusaha jujur pada diri sendiri dengan menjalannkan Panca Satya.

3.2     Saran
          Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah yang kami buat ini.Semoga maklah yang kami buat ini ada manfaatnya bagi para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA


Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Individual Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta: Rineka Cipta.
Kandjeng , I Njoman, dkk. 1996. Sarasamuccaya. Denpasar.
Sudharta, Tjok. 2003. Slokantara Untaian Ajaran Etika Teks Terjemahan dan Ulasan. Surabaya: Paramita.
Bhaktivedanta, Sri Srimad A.C. 2006.Bhagavad Gita Menurut Aslinya. Jakarta:Hanuman Sakti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...