Minggu, 15 Desember 2013

Dewa Yajna

BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang.
          Upacara Yadnya merupakan wahana untuk menggerakkan semua isi alam termasuk manusianya untuk ditingkatkan menuju kehidupan yang semakin meningkat baik dalam kehidupan phisik material maupun menteal spiritual. Karena berkehidupan beryadnya dalam aktivitas beragama Hindu demikian dominanya dikalangan masyarakat Hindu maka amat diperlukan suatu tuntunan yang bersifat peraktis agar pelaksanaan Panca Yadnya itu berkualitas. Dalam pembahasan ini akan lebih mengkhusus membahas tentang pelaksanaan Dewa Yadnya merupakan persembahan dan korban suci yang tulus ikhlas yang ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai manifestasinya.
          Kegiatan Upacara Dewa Yadnya  yang dilaksanakan pada hari-hari raya tertentu dengan berdasarkan Lontar Sundarigama yaitu hari Purnama maupun Tilem yang ditujukan kehadapn Sang Hyang Candra dan Sang Hyang Surya. Pada saat ini sepatutnya melakukan upacara penyucian diri baik lahir maupun batin.
          Untuk hari raya berdasarkan Pawukon dapat dilihat pada hari Some Ribek, Sabuh Mas, Pagerwesi, Tumpek Landep dan masih banyak Hari raya lainnya. Kemudian untuk hari raya berdasarkan Panca Wara dapat dikaji pada saat hari kliwon, Anggara Kasih, Hari Rabu Kliwon, Buda Cemeng dan sabtu Kliwon yang disebut dengan Tumpek dan Upakara yang berdasarkan hari-hari tertentu lainnya dapat dikaji pada waktu gerhana bulan, gerhana matahari, upakara mantenin dan upakara yang dipersembahkan di dalam lumbung.

1.2     Rumusan Masalah.
          Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut.
1.2.1  Bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada Hari Purnama maupun Tilem?
1.2.2  Bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada Hari Raya Berdasarkan Pawukon?
1.2.3  Bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada Hari Raya berdasarkan Panca Wara?
1.2.4  Bagaimana Pelaksanaan Upakara Dewa Yadnya pada Hari-Hari Tertentu Lainnya?

1.3     Tujuan.
          Tujuan yang ingin di capai dari rumusan masalah yang telah disampaikan yaitu sebagai berikut.
1.3.1  Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada Hari Purnama maupun Tilem.
1.3.2  Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada Hari Raya Berdasarkan Pawukon.
1.3.3  Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upacara Dewa Yadnya pada Hari Raya Berdasarkan Panca Wara.
1.3.4  Untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Upakara Dewa Yadnya pada Hari-Hari Tertentu Lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Hari Purnama maupun Tilem
            Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali.
Pada hari Purnama maupun tilem (bulan mati) adalah hari beryoganya Sang Hayng Wulan (Bulan) dan matahari (Sang Hyang Surya). Pada hari ini sepatutnya melaksanakan upacara bersuci diri lahir dan bathin dengan jalan menghaturkan canang wangi-wangi seperti canang burat wangi, lenga wangi dan sejenisnya, dihaturkan ditempat pemujaan masing-masing keluarga dilanjutkan dengan mohon tirta (air suci). Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula. Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam hubungan dengan pemujaan kepada Hyang Widhi.
Hari raya berdasarkan atas Sasih yang jatuh pada saat Purnama atau Tilem terdiri dari:

1) Sasih Kapat
            Pada Purnama Kapat merupakan tempat beryoganya Bhatara Parameswara sebagai wujud sebagai Sang Hyang Purusangkarayang diiringi oleh para dewa dan widyadara-widyadari, sedangkan pada Tilem Kapat dilakukan penyucian bathin kehadapan para Widyadara-widyadari

2) Sasih Kapitu
            Hari ini merupakan hari raya Siwaratri. Purwaning Tilem Kapitu yang disebut dengan Pejagran yaitu beryoganya Sang Hyang Siwa. Pada saat ini dilakukan penyucian diri atas segala bentuk Noda dan Dosa dengan melakukan Tapa, Bratha, Yoga dan Semadhi.

3) Sasih Kedasa
            Pada tanggal penanggal “Apisan” (pertama=1) yaitu bulan terang pertama, sasih kedasa disebut dengan Hari Raya Nyepi yang merupakan Hari Raya Tahun Baru Saka. Pada hari ini turunnya Sanghyang Dharma. Pada purnama sasih kedasa sebagai tempat beryoganya Sanghyang Surya Amertha pada Sad Khayangan Wisesa. Hari ini dilakukan pula penyucian diri dengan melakukan Tapa, Brata, Yoga dan Semadhi dan juga dengan taat melakukan Catur Bratha Penyepian.

2.2 Hari Raya Berdasarkan Pawukon
1) Hari Senin Pon Wuku Sinta, disebut Hari Some Ribek
            Hari ini merupakan hari sebagai pemujaan Dewi Sri. Pelaksanaan pemujaannya dengan cara menghaturkan upacara di lumbung serta penyimpanan beras berupa : nyahnyah, geringsing, geti-geti disertai dengan pisang mas serta wangi-wangian.
2) Hari Selasa Wage wuku Sinta, disebut Hari Sabuh Mas
            Hari raya Sabuh Mas ini merupakan hari pesucian Bhatara Mahadewa. Pelaksanaannya dilakukan dengan menghaturkan upakara berupa: suci 1, pras penyeneng, serta sesayut mertha sari, lenga wangi, burat wangi serta pesucian. Upakara tersebut diletakkan ditempat pemujaan atau pelangkiran di atas tempat tidur. Setelah dihaturkan upakara tersebut selanjutnya diayab oleh anggota keluarga. Melakukan upacara ini mengandung maksud bahwa dalam kehidupan sehari-hari, hendaknya setiap umat agar senantiasa mengutamakan untuk menampilkan kemuliaan tingkah lakudan kepribadian yang baik.
3) Hari Rebo Kliwon wuku Sinta, disebut Budha Kliwon Pagerwesi
            Hari ini adalah hari peyogaannya Sang Hyang Siwa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Pramesti Guru disertai oleh para dewa, menciptakan dan mengembangkan kelestarian kehidupan di dunia ini. Upakaranya : Suci 1, daksina 1, pras penyeneng, sesayut panca lingga, penek, ajuman, serta buah-buahan, wangi-wangi serta kelengkapannya. Upakara tersebut dipersembahkan di sanggah kemulan.
4) Hari Sabtu Kliwon wuku Landep, disebut Tumpek Landep
            Hari Tumpek Landep merupakan hari pujawalinya Bhatara Siwa serta hari peyoganya Hyang Pasupati. Upakara yang dipersembahkan kehadapan Bhatara Siwa berupa : Tumpeng putih dan kuning satu dulang, dagingnya daging ayam, ikan asin, terasi warna erah, sedah who 25 biji. Sedangkan upakara yang ditujukan kehadapan Bhatara Pasupati berupa: Sesayut Pasupati 1, sesayut jeyeng perang 1, suci, daksina, peras, canang wangi, pasucian. Pemujaan dilaksanakan melalui senjata dan barang-barang yang serba lancip lainnya. Makna dari Upacara ini yaitu memohon  kehadapan Hayng Pasupati agar berkenan menganugrahi ketajaman pikiran, serta ketangguhan dalam menghadapi perjuangan hidup.
5) Hari Umanis wuku Ukir
            Hari ini merupakan hari pujawalinya Bhatara Guru. Upacara ini dilaksanakan di Sanggar Kemulan dengan mempersembahkan : pengambeyan 1, sedah ingapon 25, canang wangi-wangi. Umat/anggota kelurga semua hendaknya melakukan persembahyangan memuja Bhatara Guru melalui Sanggah Kemulan masing-masing.
6) Hari Selasa. Kliwon wuku Kulantir
            Hari ini merupakan hari puja walinya Bhatara Mahadewa. Upakaranya serba kuning terdiri dari: nasi pangkonan, kuning, dagingnya daging ayam warna putih, paruh dan kakinya warna kuning (ayam putih siungan) diolah berupa betutu, sedah woh 22. Pemujaan dilakukan melalui Sanggah Kemulan dan dilanjutkan dengan melaksanakan persembahyangan seperti di atas.
7) Hari Sabtu Kliwon wuku Wariga, disebut Tumpek Panguduh
            Pemujaan pada hari ini ditujukan kehadapan Sanghyang Sangkara, beliau yang menciptakan dan melestarikan semua tumbuh-tumbuhan yang memberi kemakmuran dan kesejahteraan bagi kehidupan di dunia ini. Upakaranya dilaksanakan melalui tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat dan menunjang bagi kehidupan manusia seperti pohon kelapa, pohon buah-buahan, pohon-pohon yang berbunga dan lain sebagianya.
Jenis upakaranya berupa : Pras, tulung, sesayut pengambeyan, bubur suyuk, tumpeng agung, dagingya daging babi guling atau guling itik (menurut kemampuan masing-masing) dilengkapi buah-buahan, penyeneng dan tetebus. Makna dari upacara ini yaitu memohon kehadapan Sang Hyang Sangkara sebagai penguasa tumbuh-tumbuhan agar tumbuh-tumbuhan dapat hidup dengan subur dan memberi bunga serta buahnya yang dibuthkan dalam kehidupan terutama dalam menyambut hari raya galungan 25 hari mendatang.
8) Hari Kamis Wage wuku Sungsang, disebut Sugihan Jawa
            Hari ini adalah hari pembersihan alam semesta dengan segala isinya. Oleh karena hari ini dipandang sebagai turunnya para Dewa diiringi oleh para leluhur akan menerima saji persembahan umatnya sampai dengan hari raya Galungan dan Kuningan. Pelaksanaan upacara ini dengan menghaturkan upakara pererebon di Sanggah/Merajan serta tempat suci lainnya dilanjutkan dengan persembahyangan.
9) Hari Jumat Kliwon wuku Sungsang, disebut Sugihan Bali
            Hari ini merupakan hari berbersih diri dengan melaksanakan tirtha gocara, serta usaha-usaha untuk menyucikan diri lainnya.
10) Hari Minggu Paing wuku Dunggulan disebut Penyekeban
            Hari ini dipandang sebagai turunnya Sang Kala Tiga Wisesa yang akan menjadi Bhuta Galungan, hendak mengganggu dan menggoda manusia yang akan melaksanakan Hari Raya Galungan. Oleh karena itu dianjurkan kepada seluruh umat agar waspada dan meningkatkan kesucian dan pengendalian diri agar tidak dimasuki oleh kekuatan-kekuatan negatif dari Sang Bhuta Galungan.. Dalam rangka persiapan menyambut hari raya Galungan, dalam prakteknya hari ini memeram buah-buahan yang masih mentah, agar masak pada hari raya Galungan tiga harinya lagi.
11) Hari Senin Pon, wuku Dungulan disebut hari Penyajaan
            Dalam prakteknya biasanya pada hari ini mulai membuat jajan untuk persiapan hari raya Galungan tidak ada upakara yang dipersembahkan, namun diharapkan umat lebih sungguh-sungguh meningkatkan pengendalian dan kesucian diri agar berhasil untuk senantiasa memenangkan kebenaran diatas ketidak benaran dalam setiap langkah perbuatan.
12) Hari Selasa Wage wuku Dungulan disebut Penampahan Galungan
            Dalam prakteknya pada hari ini dilaksanan pemotongan hewan untuk persiapan hari raya galungan (Agastia, 2000:60). Upakara yang dipersembahkan berupa: Segehan Manca Warna Tiga, Sodan, Tebasan Galungan dan sarana upakara lainnya. Pada hari ini adapun upakara yang ditatab oleh umat (anggota keluarga) adalah : sesayut biyakala, dilengkapin dengan sesayut.tetebasansapuh lara dan sebaginya. Pelaksanaanya dilakukan pada sore hari  (sandi kala) bertempat dihalaman rumah masing-masing. Setelah itu memasang penjor yang dilengkapi dengan jajan,buah, umbi dan kelengkapan lainnya. Disamping penjor tersebut dipasang sanggah penjor untuk menempatkan upakara/banten penjor.
13) Hari Rabu Kliwon wuku dungulan, disebut Hari Raya Galungan
            Dalam lontar Sundarigama disebutkan mknanya yaitu : Patitis adnyana sandi galang apadang, maryakna sarwa byaparining idep. Artinya melaksanakan pemusatan pikiran menuju pada kesucian diri agar besih dan suci serta menghilangkan semua pengaruh pikiran negatif yang membawa pikiran kacau dan kotor. Pelaksanaannya dengan melaksanakan persembahan para Dewa dan leluhur. Juga menghaturkan upakara anatara lain : di tempat-tempat suci, plangkiran yang ada di tempat tidur, lumbung, dapur, Tugu, Pura Melanting, pangulun setra, pangulun desa, pangulun sawah, pangulun pangkung, pangulun bendungan, serta perlengkapan rumah tangga. Untuk upakara yang di persembahkan seusai dengan Desa, Kala dan Patra masing-masing.
14) Hari Minggu Wage wuku Kuningan, disebut Ulihan
            Maknanyua adalah pemujaan untuk mengantar kembali para dewa dan leluhur kembali ke alamnya setelah menganugrahi panjang umur. Upakara yang dipersembahkan seperti : ketupat, canang raka, wangi-wangi, dilanjutkan dengan tirta gocara.
15) Hari Senin Kliwon wuku Kuningan disebut dengan Pemacekan Agung
            Pada sore harinya (sandi kala) melaksanakan upacara segehan agung di halaman luar. Maknanya yaitu mengembalikan Bhuta Galungan agar tidak menggoda lagi.
16) Hari Rabu Paing wuku Kuningan
            Hari ini adalah puja wali Bhatara Wisnu, upakaranya : sedah ingapon, putih ijo, jambe, 26 tumpeng ireng serta kelengkapan semampunya. Pelaksanaan Upakara tersebuut dilaksankan di Sanggah/Merajan maisng-masing.
17) Hari Jumat Wage wuku Kuningan, disebut dengan Penampahan Kuningan
            Tidak ada upacara yang dilaksanakan hari ini hanyalah diperuntukkan bagi persiapan upacara yang akan dipersembahkan pada hari raya Kuningan keesokan harinya. Persiapan batin dilakukan dengan tetap melaksanakan pengendalian diri dan menghilangkan pikiran yang kotor.
18) Hari Sabtu Kliwon wuku Kuningan, disebut Hari Raya Kuningan
            Turunnya kembali para Dewa diiringi oleh para leluhurnya untuk bersuci dan menyaksikan persembahan umatnya. Upakara yang dipersembahkan sesuai dengan Desa, Kala dan Patra masing-masing. Pelaksanaan upacara hari rarya Kuningan hendaknya sudah selesai dilakukan sebelum tengah hari. Sebab menurut kepercayaan setelah tengah hari para Dewata dan leluhur akan kembali ke alamnya.
19) Hari Rabu Kliwon wuku Paang, disebut Buda Kliwon Pegat Uwakanatau Pegat Warah
            Hari ini merupakan rangkaian terakhir dari pada hari raya Galungan dan Kuningan yang telah dilaksanakan tapa, brata, yoga dan semadhi uuntuk meningkatkan pengendalian diri dan pencerahan rohani, maka hari ini dilaksanakanlah yoga sedamdhi dengan renungan dan pemusatan pikiran yang ditujukan kehadapan Tuhan sebagai maha pencipta sumber asal segala yang ada di dunia ini. Upacara ini memberi makna perlunya pembersihan upacara besar seperti Galungan dan Kuningan tersebut untuk kesehatan, kesuburan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup di dunia ini.
20) Hari Buda Wage, wuku Kelawu
            Hari Buda Wage wuku Kelawu merupakan puja walinya Bhatara Rambut Sedana. Upakara yang dipersembahkan : Suci, ajuman, peras, panyeneng, sodan putih kuning. Upakara tersebut dipersembahkan kehadapan Sang Hyang Rambut Sedana yang dilakukan melalui pralingganya seperti Mas, Perak, Permata dan kekayaan lainnya.
21) Saniscara Kliwon wuku Uye, disebut Tumpek Kandang
            Pelaksanaan upacaranya dilakukan melalui binatang-binatang besar berkaki empat seperti sapi, babi, kerbau dan sebaginya maupun binatang bersayap seperti ayam.
Janis upakaranya adalah sebagai berikut :
1. Upakara di Sanggar, dipersembahkan kehadapan Bhatara Siwa dalam manifestasi sebagai Sang Rare Anggon yang menguasai semua binatang besar maupun kecil, dengan upakara : suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi burat wangi dan pasucian.
2. Upakara untuk jenis binatang yang besar seperti sapi, kerbau dan sejenisnya : tumpeng tetebasan, pereresikkan, penyeneng dan jarimpeng.
3. Upakara untuk binatang jenis babi : canang raka, anaman, balekok dan blayag.
4. Upakara untuk jenis burung, seperti ayam dan sebagainya : anaman ayam, angsa, iitik. Semuanya menurut jenisnya disertai pula dengan penyeneng, tetebus dan kembang pahyas.

22) Hari Jumat Wage wuku Wayang, disebut Tumpek Wayang
            Hari ini adalah pertemuan wuku Wayang dengan Sinta, karena itu dianggap hari yang leteh/campur. Tidak baik untuk bebersih diri, berminyak wangi, bersisir. Yang patut dilaksanakan pada hari ini adalah membuat paselag (tanda dengan gambar silang) di hulu hati dengan kapur sirih, serta memasang penghalang (seselat) dengan daun pandan yang berduri di bawah tempat tidur. Keesokan harinya seselat pandan tersebut dikumpulkan ditempatkan pada sebuah ayakan disertai segehan, api takep dan dibuang di luar rumah.

23) Hari Sabtu Kliwon wuku Wayang, disebut Tumpek Wayang
            Tumpek Wayang merupakan puja wali Bhatara Iswara. Pelaksanaan pemujaannya dilakukan melalui semua jenis yang bisa bersuara seperti : gong, gender, gambang, gendongan, serta wayang. Upakara yang dipersembahkan berupa : suci, peras, ajengan, dagingya daging itik putih, sedah who, canang raka, pasucian serta kelengkapannya. Upakara untuk umat (anggota keluarga) : sesayut emping guru 1, prayascita dan penyeneng. Adapun makna dan simbolosnya adalah Sang Hyang Iswara sebagai dalang dan perbuatan adalah sebagai pengunatpnya (yang mengundang). Pada dasarnya Sang Dalang dalam hal ini Sang Hyang Iswara tidak akan memberikan peranannya dalam kehidupan ini bila umat manusia tidak berbuat apa-apa. Oleh karena itu patutlah umat manusia menampilkan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar agar Sang Hyang Iswara berkenan menganugrahi dengan peran yang baik pula.

24) Saniscara Umanis wuku Watugunung, disebut Hari Raya Saraswati
            Hari raya Saraswati adalah pujawalinya Sang Hyang Aji Saraswati sebagai peringatan turunnya ilmu pengetahuan. Upakara yang patut dipersembahkan sesuai dengan nista, madia dan utama/ sesuai dengan pengetahuanm. Pelaksanaannya semua pustaka suci sebagai lingganya Sang Hyang Haji Saraswati, sebelum diberi upacara terlebih dahulu dibersihkan, kemudian dikumpulkan disuatu tempat untuk diberi upacara sesuai dengan tingkatan tersebut .

25) Hari Minggu Pon wuku Sinta disebut dengan Banyu Pinaruh
            Pelaksanaannya dengan cara bebersih diri pada sumber mata air saat matahari beru terbit di ufuk timur berkeramas dengan kumkuman (air bunga). Setelah itu mempersembahkan labaan berupa nasi kuning serta jamu-jamu di sanggar. Setelah dipersembahkan kemudian dinikmati (dimakan) bersama-sama anggota keluarga.

2.3 Hari Raya Yang Berdasarkan Panca Wara
1. Hari Kliwon:
            Hari payogan/semadinya Bhatara Siwa. Umat Hindu pada hari ini dianjurkan untuk melaksanakan tapa, bertirta gocara bersuci diri, dan menyucikan pikiran.
Upakara yang dipersembahkan antara lain :
a)        Di Sanggar dan Pelangkiran di atas tempat tidur mempersembahkan : canang lenga wangi dan burat wangi.
b)        Menghaturkan segehan kepelan dengan lauk garam dan bawang jae, masing-masing dipersembahkan :
Ø  Di natar rumah dipersembahkan kehadapan Sang Kala Bucari,
Ø  Di natar Sanggah/Merajan dipersembahkan kehadapan Sang Bhuta Bucari,
Ø  Di halaman luar rumah dipersembahkan kehadapan Sang Durgha Bucari.
Ketiganya itu diberi labaab dan diminta untuk menjaga pekarangan rumah dengan segala isinya. Khusus pada hari Kajeng Kliwon. Upakaranya sama dengan di atas, ditambah dengan segehan warna 9 tanding dipersembahkan di halaman luar rumah kehadapan Sang Bhuta Bucari dan di Sanggar yang ada di samping pintu keluar mempersembahkan Canang lenga wangi burat wangi ditujukan kehadapan Sang Hyang Durgha Dewi.

2. Hari Selasa Kliwon , disebut Anggara Kasih.
     Hari ini adalah hari payogan Bhatara Rudra beliau beryoga untuk menghilangkan kekotoran alam semesta. Bagi umat Hindu dianjurkan juga untuk melaksanakan yoga untuk menghilangkan mala petaka dan rintangan yang ada pada diri sendiri.
Upakara yang dipersembahkan antara lain : Canang lenga wangi burat wangi, dipersembahkan di Sanggar dan di Pelangkiran di atas tempat tidur dan dilanjutkan dengan mohon air suci (tirta gocara).

3.Hari Rabu Kliwon.
     Hari ini adalah hari pasucian Sang Hyang Bayu. Pemujaa ditujukan kehadapan Sang Hyang Nirmala Jati, dengan upakara : wangi-wangi (canang lenga wangi burat  wangi), canang yasa, kembang pahyas, dipersembahkan di Sanggar dan di Pelangkiran di atas tempat tidur. Maknanya adalah mohon keselamatan tri mandala (tri bhuwana).

4. Hari Rabu Wage disebut Buda Cemeng.
     Hari payogan Bhatari Manik Galih, menurunkan Sang Hyang Ongkara Mretha (sumber kehidupan) di dunia ini. Pelaksanaan pemujaannya dengan menghaturkan canang lenga wangi di Sanggar  dan di Pelangkiran di atas tempat tidur, ditujukan kehadapan Hyang Sri Nini. Pada malam harinya melaksanakan yoga diyana dan samadhi.

5. Hari Sabtu Kliwon disebut Tumpek.
     Maknanya adalah sebagai hari untuk mengingatkan agar umat manusia tidak melupakan dan tidak menjauh dari Hyang Maha Wisesa (Tuhan Maha Pencipta). Sebab segala yang ada di dunia ini diciptakan oleh beliau Yang Maha Wisesa.Upacara seperti di atas. Pada malam harinya tidak diperkenankan bekerja melainkan hanya bersuci diri, melakukan perenungan dan pemusatan pikiran yang ditujukan kehadapan Sang Hyang Dharma.

2.4 Upakara Pada Hari-Hari Tertentu Lainnya
1) Pada waktu gerhana bulan :
            Adalah bertemunya pada satu garis lurus antara bulan dan matahari. Upakara yang patut dipersembahkan adalah : canang lenga burat wangi, buah-buahan, bubur biaung, disertai penek putih kuning adananan, beserta bunga yang berbau harum, rujak, rantasan putih, dan dupa astanggi. Dan lagi dianjurkan agar melaksanakan tapa dhyana, samadhi, dan membaca cerita-cerita yang utama seperti parwa-parwa dan sejenisnya dihalaman rumah, sambil memuja Sang Hyang Surya Candra.
2) Pada waktu gerhana matahari.
            Pelaksanaan dan upacaranya sama dengan gerhana bulan tersebut diatas.
3) Upakara mantenin.
            Upacara ini dilaksanakan setelah selesai panen dan padi umumnya telah dinaikan ke-lumbung. Upacara ini ditunjukan kehadapan Dewi Sri sebagai cetusan rasa syukur dan terimakasih atas keberhasilan panen dan mohon agar senantiasa diberkahi sehingga hemat dalam penggunaannya sehari-hari. Upakaranya adalah sebagai berikut :
1. Upakara dibawah didepan lumbung :
    Caru ayam brunbun dan segehan agung.
2. Upakara di depan pintu lumbung :
     Nasi pangkonan putih, lauknya putih telor diletakan diarah timur;
     Nasi pangkonan merah lauknya kacang-kacangan diletakan di arah selatan;
     Nasi pangkonan kuning lauknya kuning telor diletakan diarah barat;
     Nasi pangkonan hitam lauknya jenis-jenis ikan sungai dan diletakan di arah utara;
     Nasi pangkonan campuran lauknya campuran dan diletakan diarah tengah;
     Upakara tersebut juga dilengkapi dengan jajan, pala bungkah, pala gantung, buah-buahan, canang burat wangi atau jenis canang yang lainnya. Didepan pintu lumbung juga didirikan sebuah penjor beserta dengan kelengkapannya.
3.  Upakara yang dipersembahkan didalam lumbung :
     dengan tindakan yang sederhana, upakaranya adalah peras, ajuman, daksina, ketipat kelanan, canang burat wangi. Dengan tingkatan yang lebih besar upakaranya sama seperti diatas, ditambah dengan suci 5 soroh dengan ketentuan sebagai berikut :
     a. Suci yang diletakan diarah timur dipersembahkan kehadapan Bhatari Uma.
     b.  Suci yang diletakan diarah selatan dipersembahkan kehadapan Bhatari Saraswati.
     c.  Suci yang diletakan diarah barat dipersembahkan kehadapan Bhatari Sri Mahadewi.
     d.  Suci yang diletakan diarah utara dipersembahkan kehadapan Bhatari Sri Dewi
     e.  Suci yang diletakan diarah tengah dipersembahkan kehadapan Bhatari Saraswati Dewi.
            Khusus suci yang ditengah juga dilengkapi dengan beberapa jenis upakara seperti Tumpeng Agung, tadah pawitra, pasucian, beberapa jenis cau (sejenis jejahitan berisi nasi dan lauk-pauknya) serta ayaban seperti piodalan alit. Pada pelaksanaan upacara mantenin, disamping mempersembahkan upakara seadanya, dibeberapa tempat antara lain ; sumur, tempat beras, alat-alat perlengkapan pertanian, tempat air, dan lain-lainnya. Sebelum dilaksanakan upacara mantenin, para petani biasanya pantang untuk menumbuk padi hasil panennya itu.








BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
          Dari materi yang telah di uraikan di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan Upacara Dewa Yadnya  yang dilaksanakan pada hari-hari raya tertentu dengan berdasarkan Lontar Sundarigama yaitu hari Purnama maupun Tilem yang ditujukan kehadapn Sang Hyang Candra dan Sang Hyang Surya.
          Untuk hari raya berdasarkan Pawukon dapat dilihat pada hari Some Ribek, Sabuh Mas, Pagerwesi, Tumpek Landep dan hari raya yang berdasarkan Pawukon lainnya. Kemudian untuk hari raya berdasarkan Panca Wara dapat dikaji pada saat hari Kliwon, Anggara Kasih, Hari Rabu Kliwon, Buda Cemeng dan sabtu Kliwon yang disebut dengan Tumpek dan Upakara yang berdasarkan hari-hari tertentu lainnya dapat dikaji pada waktu gerhana bulan, gerhana matahari, upakara mantenin dan upakara yang dipersembahkan di dalam lumbung. Sarana dan prasarana upakara yang dipersembahkan disesuaikan dengan desa, kala dan patra masing-masing.

3.2 Saran
          Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini. Karena kita sebagai calon pendidik agama sangat perlu mempelajari tentang upacara Dewa Yadnya yang dilaksanakan pada hari-hari raya dan hari-hari tertentu lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Agastia, Ida Bagus Gede, dkk. 2000. Panca Yadnya. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali.

Swastika, I Ketut Pasek, ----. Penutuk Yadnya dan Rerahinan Hindu. Denpasar: CV. Kayu Mas Agung.
Anonim.2012. “Upacara Dewa Yadnya Hari Purnama dan Tilem . Tersedia pada http://www.hindubatam.com/upacara/dewa-yadnya/hari-purnama-dan-tilem.html. diakses tanggal (24 September 2012).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...