Minggu, 15 Desember 2013

Nama Siva

                       DEFINISI TENTANG KESELURUHAN NAMA SIVA DAN ATRIBUTNYA
          Siva adalah salah satu dari tiga dewa utama Trimurti dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siva adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya. Dewa Siva melambangkan aspek dari kenyataan yang Mutlak (Brahma dalam Upanisad) yang secara terus menerus menciptakan kembali, dalam siklus proses penciptaan, pemeliharaan dan peleburan dan penciptaan kembali. Ia menghilangkan kejahatan, menganugerahkan anugrah, memberikan berkah, menghancurkan ketidak perdulian, dan membangkitkan kebijaksanaan pada pemujaannya. Karena tugas dari dewa Siva sangat banyak. Ia tidak dapat dilambangkan atau digambarkan dalam satu bentuk. Maka dari itu, akan dibahas filosofis nama Siva serta atribut-atribut dari dewa Siva.
          Kata siva berarti: yang memberikan skeberuntungan (kerahayuan), yang baik hati, ramah, suka memaafkan, menyenangkan, memberi banyak harapan, yang tenang, membahagiakan dan sejenisnya (Monier, 1990:1074). Sang Hyang Siva di dalam menggerakkan shukum skemahakuasaan-Nya didukung oleh sakti-Nya Durga atau Parvati. Hyang Siva adalah Tuhan Yang Maha Esa sebagai pelebur kembali (aspek pralaya atau pralina dari alam semesta dan segala isinya). Siva yang sangat ditakuti disebut Rudra (yang suaranya menggelegar dan menakutkan). Siva yang belum kena pengaruh Maya (berbagai sifat seperti Guna, Sakti dan Svabhava) disebut Parama Siva, dalam keadaan ini disebut juga Acintyarupa atau Niskala dan Tidak berwujud (Impersonal God).
          Siva dinyatakan memiliki 3 mata (Trinetra), yaitu Phalanetra, Agnilocana, Trilocana dan lain-lain, karena fakta-fakta tersebut di atas Śiva disebut yang dapat menghancurkan segala sesuatu yang berkaitan dengan Agni (Gunawan, 2012 : 60). Sumber lain menyatakan Dewa Siva memiliki tiga mata. Dua matanya pada bagian kiri  dan kanan melambangkan pengetahuan (jnana), dan ini disebut dengan mata kebijaksanaan atau pengetahuan. Kekuatan pandangan mata ketiga Siva menghancurkan kejahatan, dan ini adalah alasan mangapa orang berbuat kejahatan sangat takut dengan mata ketigaNya (Pandit, 2006:207).
          Siva menghancurkan segalanya, membawa Trisula. Senjatanya yang lain disebut Pinaka, oleh karena itu Siva disebut juga dengan nama Pinakapani (yang memegang Pinaka ditangannya) Beliau digambarkan memiliki 2, 2, 8 dsan 10 tangan. Beliau juga membawa tongkat yang dinamakan Khatvanga, busur bernama Ajagava, seekor menjangan, tasbih, tengkorak, damaru (gendang kecil) dan bendas-benda suci lainnya (Gunawan, 2012:60). Di dalam Santiparva (166) dijelaskan asals-usul senjata pedang Sang Hyang Siva, yang selalu dipegang dengan tangannya untuk menghancurkan para raksasa. Dalam kitab ini diceritakan bahwa Brahma ketika menciptakan alam semesta, juga menegakkan hukum untuk menegakkan jalan kebajikan, namun para raksasa tidak setuju dengan hukum tersebut. Oleh karenanya para Rsi memutuskan aturan khusus bagi para raksasa. Mereka melaksanakan Brahmayajna di lereng gunung Himalaya. Dari api suci muncul raksasa berupa Jin yang sangat mengerikan. Ketika jin itu muncul bumi menjadi goncang, gelombang laut pasang yang tinggi. Cahaya dan meteor beterbangan, cabang-cabang kayu patah-patah bergelimpangan hancur remuk. Angin puting beliung yang mengerikan berhamburan di segala penjuru. Semua mahkluk gemetar menyaksikan jin tersebut. Brahma muncul dihadapan para rsi yang ketakutan dan menyatakan bahwa makhluk itu bukanlah Jin, tetapi hanyalah sebuah pedang yang akan membunuh para raksasa. Siva mengambil pedang itu, seketika itu juga Siva memiliki 4 tangan. “Siva yang kepalanya menyentuh langit, yang memiliki mata yang ketiga, dari mulutnya muncul kobaran api, yang warna tubuhnya berubah-ubah menjadi biru, putih dan merah, yang mengenakan kulit menjangan dengan titik-titik keemasan, yang diantara kedua keningnya memiliki mata yang bercahaya seperti matahari, demikian Siva mengambil dengan tangannya pedang yang sangat tajam dan mengangkat perisai serta memutar-mutarkan pedangnya ke segala arah. Siva saat itu benar-benar mengerikan, berjalan dengan pedangnya menuju ke tengah-tengah pasukan raksasa, semua kekuatan raksasa dimusnahkan dan Para Dewa memperoleh kejayaan (Gunawan, 2012: 64-65).
          Kepala Dewa Siva dihiasi oleh bulan sabit dan bukan menjadi bagian dari tubuhNya. Pembahasan dan pengecilan bulan melambangkan siklus waktu dimana penciptaan ada didalamnya dari awal sampai akhir dan kembali ke awal lagi. Bulan juga melambangkan sifat hati seperti cinta, kebaikan, dan kasih. Bulan sabit yang dekat dengan kepala dewa memiliki makna bahwa seorang pemuja harus menggambarkan sifat-sifat ini agar dapat lebih dekat dengan dewa (Pandit, 2006:208). Bulan sabit melambangkan ukuran waktu bulan sesuai dengan phase bulan. Ardhacandra (bulan sabit) bertengger pada kepalanya, oleh karena itu disebut juga Gangadhara dan Candracuda (Gunawan, 2012:60). Dalam Bab VI skanda VI Srimad Bhagavatam disebutkan bahwa Prajapati Daksa menikahkan dua puluh jujuh putrinya dengan Dewa Chandra, penguasa Bulan, kemudian Daksa mengutuk Chandra dengan penyakit parah sehingga membuat Chandra tidak mampu memperoleh anak-anak dari semua istrinya. Chandra, mempunyai dua puluh tujuh istri , dari semua istrinya ini, Rohini yang paling cantik dan bergairah sangat disayangi oleh Dewa Chandra. Karena cintanya kepada Rohini, Dewa Chandra melalaikan kewajibannya kepada istri-istrinya yang lain, kemudian para istri-istri Dewa Chandra yang lain tersebut yang juga putri-putri Daksa, mengeluh kepada sang ayah. Karena merasa ditelantarkan putri-putrinya, Daksa menjadi murka, dan mengutuk Chandra. Karena dikutuk, Dewa Chandra menderita penyakit paru-paru. Dari hari ke hari kekuatan dan cahaya Dewa Chandra berkurang. Akhirnya Dewa Chandra minta perlindungan kepada Dewa Siva. Dewa Siva yang penuh kasih melegakan hati Chandra yang menderita sakit paru-paru dan menaruh Bulan di kepala Nya. Dengan menumpang di kepala Dewa Siva, Chandra/Bulan menjadi kekal dan bebas dari segala bahaya (Brahma-Vaivarta Purana Brahma-khanda 9.49-53).


Tam sivah sekhare krtva cabhavac chandrasekharah,
Nasti devesu lakesu sivac caharana-pancarah

Kemudian Dewa Siva dikenal dengan nama Chandrasekhara, sebab beliau menaruh Bulan di kepalanya. Oh para Dewa, tidak ada seorangpun yang lebih berkasih sayang selain Dewa Siva.
(sloka 59)

          Siva memakai kalungan bung yang terbuat dari untaian tengkorak manusia yang melingkar di lehernya. Siva mengenakan busana (kain) dari kulit macan dan kulit gajah untuk selimut (blanket) Nya. Di lengannya bergelayutan beberapa ekor ular sebagai hiasan. Ular yang melilit di leher melambangkan perputaran waktu yang tiada habisnya dan kekuatan penghancur Siva. Kalung tengkorak yang melingkar itu melambangkan peleburan segala sesuatu yang tiada habisnya dan regenerasi yang tidak pernah berhenti pada manusia. Dalam kitab-kitab Purana diceritakan bagaimana Siva memperoleh hiasan-hiasan tersebut. Istri para rsi terpikat kepada Siva yang sekali waktu tampil dengan mengenakan pakaian seperti peminta-minta. Para rsi sangat marah terhadap Siva atas penampilannya itu dan ingin membunuhnya, dari lobang yang digali, muncul seekor harimau. Siva membunuh harimau itu dan mengambil kulitnya. Seekor menjangan mengikuti harimau muncul di lubang itu. Siva memegang binatang itu dengan tangan kirinya. Selanjutnya smsuncul dari lobang itu tongkat besi panas berwarna merah. Siva mengambil tongkat itu dan menjadikannya senjata. Terakhir dari lubang muncul beberapa ekor ular kobra dan Siva mengambl ular dan mengenakannya sebagai hiasannya. Suatu hari raksasa bernama Gaya menyamar daam wujud seekor gajah dsan menangkap seorang pandita yang melarikan diri dan memohon perlindungan di sebuah pura Siva. Siva muncul dsan membunuh gajah tersebut, kemudian mengambil kulitnya dikenakan di badannya. Suatu hari Siva mengenakan beberapa ekor ular sebagai anting-antingNya, oleh karena itu ia dikenal dengan nama Nagakundala (Gunawan, 2012:60). Rambut Siva diikat kemudian dililitkan di puncak kepalanya yang berwarna merah sehingga Siva dikenal dengan nama Kapardi (Gunawan, 2012:60), hingga membentuk sebuah tanduk. Di atas rambut, Siva membawa sebuah personifikasi sungai Gangga yang alirannya diterima dari kaki Visnu di surga. Hingga muncullah sebutan Ganggadhara, karena Siva membawa sungai Gangga. Tubuhnya yang telanjang melambangkan bahwa beliau terbebas dari keterikatan dari material di dunia. Tubuhnya yang bertabur abu melambangkan bahwa semua material yang ada di dunia ini akan menjadi abu ketika dibakar. Abu juga melambangkan inti sari dari semua benda dan mahkluk yang ada didunia ini. Abu pada tubuh dewa siva melambangkan bahwa ia adalah sumber dari seluruh penciptaan yang berasal adari dalam dirinya. Tasbih melambangkan sifatnya yang anadi ananta yakni tidak berawal dan tidak berakhir. Harimau melambangkan kekuatan, menjadi tempat duduk melambangkan bahwa ia sumber dari segala kekuatan yang pasti ia kendalikan sesuaikan dengan keinginannya. Siva di gambarkan duduk dikuburan yang melambangkan kemutlakan untuk mengendalaikan kelahiran dan kematian (Pandit, 2006:208).
          Tenggorokan Siva yang berwarna biru, hal ini disebabkan karena racun kalakuta. Karena kutukan Durvasa, para Dewa khawatir menghadapi umur tua. Untuk mengatasi kejadian itu, maka jalan satu-satunya adalah memperoleh Amrta dengan jalan mengaduk lautan susu (Ksiradhi/Ksirarnava). Vasuki, raja naga dijadikan tali untuk memutar gunung Mandara, yang dijadikan sebagai poros pengaduk lautan itu. Ketika pengadukan berlangsung secara intensip, racun Kalakuta muncul dari mulut naga Vasuki (versi lainnya menyebutkan racun tersebut muncul dari lautan susu yang diaduk). Ketika muncul racun yang mematikan itu, para raksasa lari tunggal langgang dengan ketakuta, demikian pula Para Dewa kebingunan. Bali dan Sugriva juga ketakuta, Visnu dengan tidak memperlihatkan kekhawatirannya, menutup wajahnya sendiri, dan secara keseluruhan, nampaknya dunia akan hancur menjadi abu. Pada situasi yang kiritis ini, Siva mengambil langkah yang sigap, meminum seluruh racun Kalakuta dengna mulutnya. Sangat khawatir terhadap hal itu, Parvati segera memegang leher dewa Siva, dengan harapan racun tersebut jangan sampai keperutnya. Pada saat itu pula Visnu segera menutup mulut dewa Siva dengan harapan jangan ada racun yang menyembur ke luar. Dengan demikian kalakuta tidak sampai masuk ke dalam lambung dewa Siva, juga tidak ada yang dimuntahkan dari lehernya, oleh karenanya racun tersebut tidak sampai membunuh dewa Siva, tetapi membekas menjadi warna biru. Lalu beliau memperoleh nama Nilakantha. Visnu dan Parvati yang juga mendapat pengaruh dari kobaran racun tersebut, karenanya masing-masing disebut Nilavarna dan Kali (Gunawan, 2012:68-69).
          Sapi Nandini merupakan kendaraan Deva Siva. Sapi-sapi yang ada dibumi ini merupakan keturunan Surabhi. Buih susu yang mengalir seperti buih gelombang samudra jatuh di Sivabhumi. Siva tidak senang terhadap hal itu. Ia membuka matanya yang ketiga dan memperhatikan sapi-sapi tersebut. Kobaran api dari mata yang ketiga itu menjadikan sapi kulitnya beraneka warna. Sapi-sapi itu memohon perlindungan kepada Candra. Namun kobaran api mata ketiga Siva mengikutinya sampai kesana. Akhirnya Prajapati memohon kepada Siva untuk menghentikan hal itu. Prajapati mempersembahkan seekor sapi jantan untuk tunggangannya. Sejak saat itu, kendaraan dewa Siva berupa seekor sapi (Nandini) (Gunawan,2012:89-90). Sapi melambanagkan kekutan dan ketidak pedulian. Sapi dalam bahasa sansekerta berate vrsa yang berati dharma. Sehingga sapi disamping siva melambangkan persahabatan abadi dengan kebenaran (Pandit, 2006:209)
          Dalam mitologi hindu dinyatakan Siva Natharaja yang menggambarkan deva Siva yang menari ketika menciptakan dan menghancurkan alam semesta. Siva digambarkan berdiri diatas padmasana segi empat. Ia digambarkan bertangan empat, masing-masing dalam sikap abhaya hasta, membawa damaru atau dhaka, memegang agni, sebuah tangan direntangkan melintasi dada dalam sikap gajahasta atau danda hasta. Siva digambarkan mengenakan jatamakuta yang diikat seekor ular kobra dengan hiasan candrakapala pada jatamakutanya. Mata kegita Siva terlihat menghiasi dahinya. Dalam perwujudannya ini umumnya Siva digambarkan mengenakan kain dari kulit harimau, mengenakan yadnopavita, usnisa bhusana, nakra kuniala pada telinga kanan dan makara kuniala di telinga kiri, hara menghiasi lehernya, dan keyura pada pangkal lengannya, serta kankana dan sarpavalaya menghiasi pergelangan tangannya dengan cincin pada jarinya. Kaki Siva juga terlihat mengenakan kankana. Hiasan lain yang dipakai Siva adalah udara bandha, katibandha, nupusa (gelang kaki). Dalam perwujudannya ini kaki Siva digambarkan berdiri dalam sikap menari diatas seorang cebol yang digambarkan terbaring sambil memegang seekor ular di tangan kirinya dalam ketinggian kunci pada (satu kaki). Prabhamandala berbentuk lingkaran api (jvalaprabhamandala) digambarkan melingkari Siva (Ratnaesih, 1997:85). Penggambaran Sivanaharaja mengingatkan kita dengan gambar atau wujud Achintya yang ditempatkan pada Ulon bangunan suci Padmasana dan simbol ini sangat umum menunjukkan tentang proses penciptaan alam semesta oleh Sang Hyang Siva (Gunawan,2012:90).


Referensi :
Gunawan, Pasek I Ketut. 2012. Pengantar Bahan Ajar Siva Siddhanta I. IHDN Denpasar.

Pandit, Bansi. 2006. Pemikiran Hindu. Surabaya: Paramita.

Sumber semua gambar:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar yg baik,,adalah dia yg memberikan kritik dan saran yg sifatnx membangun guna kesempurnaan bloger,,,Thanks...