Generasi Hindu d masa depan yang akan slalu q rindukan,,ketika q kembali k kampung halaman setelah penyusunan skripsi ini,,, moment2 ini tak kan pernah q lupakan dan akan terukir dalam sanubari q,,
sweat moment with friends...
by: @dex purw@
Hinduism Generation
Lahir sebagai manusia sungguh mulia, sebab dapat memperbaiki karma. Semasih ada kesempatan banyaklah berbuat Dharma.
Kamis, 16 Januari 2014
Tugas Berita Jurnalistik
Rendahnya
Motivasi Belajar, Guru Optimalkan Strategi Pembelajaran
Singaraja, 11 November 2013
Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga
mendidik, membimbing dan memotifasi siswanya dalam belajar. Siswa memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam belajar. Keberhasilan belajar siswa ditunjang
oleh kemampuan seorang guru. Penerapan strategi yang tepat akan meningkatkan
keberhasilan belajar siswa.
Siswa harus memiliki motivasi belajar
sendiri. Rendahnya motivasi belajar siswa akan menyulitkan guru untuk menciptakan
kelas yang kondusif. Guru lebih mengoptimalkan strategi pembelajaran untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa. Salah satu sekolah yang siswanya masih
memiliki motivasi belajar yang rendah adalah SD N 1 Banjar Tegal khususnya
kelas IV pada tahun ajaran 2013-2014.
Siswa kelas IV disekolah ini sebagian
besar mengalami masalah pada saat pembelajaran. Kurang memperhatikan penjelasan
guru, kurang antusias mengikuti pembelajaran, sering tidak mengerjakan Tugas,
tidak bisa membaca dengan jelas, baik dan lancar. Minimnya motivasi belajar
pada siswa, guru berupaya untuk mengoptimalkan strategi pembelajaran, selain
strategi, guru juga mengoptimalkan metode yang digunakan pada proses KBM
(Kegiatan Belajar Mengajar). Wali kelas IV (Ni Made Wiwik Andini) mengatakan bahwa
siswa-siswi kelas IV memang benar mengalami kesulitan belajar di setiap
menerima mata pelajaran di kelas. Tidak hanya wali kelas IV saja yang
mengatakan demikian, tetapi juga guru bidang studi yang lain seperti Agama dan
Bahasa Bali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa
tidak mampu untuk mengikuti pembelajaran disebabkan karena beberapa faktor yaitu
internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari diri sendiri, faktor
eksternal berasal dari luar (lingkungan rumah, dan lingkungan sekolah), pergaulan
siswa dan peranan orang tua. Strategi pembelajaran yang digunakan guru, dengan
mencoba atau merubah metode, dengan metode talking stik, media gambar, dengan
media tersebut akan dapat memberikan dorongan atau motivasi kepada siswa, yang
akan membuat siswa lebih senang mengikuti pelajaran. Para guru harus mampu
mengembangkan strategi pembelajaran. Sarana prasarana mesti di sediakan di
sekolah agar dapat mendukung siswa dalam belajar. Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi siswa yang mengakibatkan rendahnya motivasi belajar dapat
dicarikan solusinya.
Tugas artikel jurnalistik
PENDIDIKAN AGAMA MENGURANGI KENAKALAN
REMAJA USIA SEKOLAH
Agama Hindu
tidak hanya diterapkan pada sekolah saja, tetapi diterapkan pula di luar
sekolah. Jika dilihat pada dewasa ini pengaruh globalisasi sangat mempengaruhi
berbagai aspek sosial. Salah satunya perkembangan remaja bisa ke arah positif
maupun ke arah negatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja ke
arah positif yaitu memanfaatkan internet sebagai tempat mencari informasi,
handphone sebagai alat untuk berkomunikasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan remaja ke arah negatif yaitu pergaulan bebas, penggunaan internet
dan handphone yang semestinya berfungsi sebagai alat komunikasi dan informasi
dalam segala aspek yang menyangkut tentang pendidikan. Khususnya dalam mencari
tugas-tugas sekolah dan mencari hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama
seperti men-download lagu, games,
films dan lain-lain.
Sisi lain masih banyak remaja yang mengabaikan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pada ajaran Tri Kaya Parisudha ditekankan
setiap orang semestinya berpikir, berkata dan berbuat yang baik. Namun
sebaiknya banyak remaja yang berkata, berbuat dan berpikir yang tidak baik
dalam artian para remaja berkata dan berbuat tanpa berpikir terlebih dahulu.
Inilah yang menyebabkan para remaja mengalami banyak masalah dan konflik
seperti tawuran atau pertengkaran. Hal-hal inilah yang harus dipikirkan dan
direnungkan agar kenakalan-kenakalan remaja bisa diminimalisir melalui
pendidikan agama.
Contohnya: di dalam keluarga orang tua harus memperhatikan
dan membimbing anaknya ke arah lebih religius dan menerapkan pendidikan agama
dirumah. Lingkungan juga akan mempengaruhi perkembangan remaja. Seharusnya
masyarakat bisa lebih memperhatikan tindakan remaja yang negatif ke arah yang
positif. Sekolah menjadi sarana yang sangat penting untuk meminimalisir
kenakalan remaja. Hal ini disebabkan karena di sekolah sudah disediakan berbagai
fasilitas yang positif untuk menyalurkan bakat-bakat remaja yang diimbangi
dengan pendidikan akademik seperti halnya dengan pendidikan agama. Maka dari
itu pendidikan agama sangat berperan penting dalam perkembangan remaja di era
globalisasi.
Objektif : berdasarkan
fakta, tidak memihak. Apa yang diuraikan dalam artikel merupakan fakta yang
terjadi sekarang dikalangan remaja di masyarakat. Dan kenakalan remaja itu
dapat diminimalisir dengan mengamalkan ajaran agama.
Penokohan : Generasi
muda
Alur : maju
Makna : Dengan
mempelajari agama diharapkan generasi muda mampu meminimalisir kenakalan remaja
karena dalam agama sudah diatur apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Senin, 13 Januari 2014
Dasa Aksara
DASA AKSARA DALAM TUBUH MANUSIA
Ni Made Purwaningsih
(10.1.1.1.1.3867)
Abstrak
Umat
Hindu di Bali pada umumnya adalah penganut ajaran Siwaisme, maka yang menonjol
adalah aksara modre yang dipergunakan oleh penganut ajaran ini. Aksara Suci
termaksud ada sepuluh buah yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, MA, SI, WA, YA atau
SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG. Setiap tubuh manusia
terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa Dewa-Dewa
dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’. Dasa aksara merupakan sepuluh huruf
utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan
sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga.
Kesepuluh huruf atau yang disebut dengan
Dasa Aksara dipandang sakti. Aksara Ang, Ung dan Mang disingkat AUM atau OM dan
dibaca ONG merupakan simbul Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Saiwa (Trimurti
atau Tri Sakti) yang kesaktiannya diakui baik oleh aliran Siwa maupun Buddha.
Aksara OM merupakan simbul dari Utpeti, Sthiti dan Pralina yaitu lahir, hidup
dan mati.
Hubungan
antara Dasa Aksara dengan Tubuh Manusia (Bhuana
Alit) yang mana pada titik-titik tertentu dalam tubuh manusia terdapat dasa
aksara tersebut. Cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan,
yang merupakan linggih (stana) dewata
nawasanga di dalam tubuh manusia,
diantaranya; (1) sa ditempatkan
di jantung, dewa Iswara, (2) ba ditempatkan di hati, dewa Brahma, (3) ta
ditempatkan di lambung, dewa Mahadewa (4) a ditempatkan di empedu,
dewa Wisnu, (5) I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa, (6) na ditempatkan
di paru - paru, dewa Maheswara, (7) ma ditempatkan di usus halus, dewa
Rudra, (8) si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara, (9) wa ditempatkan
di pancreas, dewa Sambhu, (10) ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Dasa Aksara memiliki nilai
yang tinggi sehingga Dasa Aksara dituliskan pada alat-alat atau sarana yang
dipakai dalam Dewa Yajna, Rsi Yajna, Manusa Yajna, Pitra Yajna (Atma Wedana)
I. Pendahuluan
Menurut Prof.Dr. Tjok Rai Sudharta MA, (SARAD
No.36/2003) perjalanan Agama Hindu sampai di Indonesia ternyata tidak semua
langsung datang atau dibawa dari India. Agama Hindu di India sendiri menyentuh
Nepal, sehingga bangunan Meru yang ada disana sama dengan yang ada di Bali.
Lalu menyentuh juga Tibet, sehingga sarana genta dan petanganan mudra yang
dipakai Sulinggih di Bali juga dipakai di Tibet. Kemudian menuju Asia Tenggara,
Cina, sampai menyebrang ke Kalimantan Timur (Kutai). Oleh karena itu ada sarana
uang kepeng atau jinah bolong, dupa dan uluntaga. Itulah berbagai jenis simbul
yang kini ditemukan dan dipergunakan di Bali.
Mengenai
simbol lain dalam bentuk huruf atau aksara, di Bali dikenal ada tiga macam
aksara, yaitu: (a) Pertama aksara wrestra. Aksara ini digunakan dalam bahasa
Bali lumrah berdasarkan hanacaraka yang berjumlah 18 aksara. (b) Kedua aksara
swalalita. Aksara ini digunakan dalam sastra Jawa Kuno, berjumlah 35 aksara,
hampir sama dengan aksara dalam bahasa Sansekerta. (c) Ketiga aksara modre.
Aksara ini digunakan untuk kadyatmikan seperti untuk japa, mantra,
lambang-lambang keagamaan, upacara yang berhubungan dengan dunia kegaiban dan
pengobatan (usada). Aksara modre inilah yang dimaksud dengan Aksara Suci dalam
Agama Hindu (Suhardana, 2006:90)
Aksara
atau huruf yang yang ada di Bali diperkirakan merupakan modifikasi dari huruf
Jawa. Dan huruf Jawa ini mungkin berasal dari huruf Sansekerta, India. Diduga
bahwa huruf atau aksara ini dibawa oleh Raja
Aji Sakti yang datang ke Jawa
pada tahun 78 atau 79 Masehi. Sebab pada waktu itu mulai diterapkan Tahun Caka
yang berbeda sekitar 79 tahun dengan tahun Masehi. Huruf yang diperkenalkan
pada waktu itu sebenarnya bukanlah huruf tetapi suku kata, yang terdiri dari atas
suku kata: ha, na, ca, ra, ka, ga, ta,
ma, nga, ba, sa, wa, la, pa, da, ja, ya, nya. Kedelapan belas aksara ini
dapat dirangkaikan menjadi suatu kalimat, untuk memudahkan menghapalkannya,
yakni: hana caraka gata mangaba sawula
pada jayanya. Artinya: ada (dua
orang) hamba berpengalaman membawa surat, sama perwiranya. Tetapi ada pula
yang menulis aksara ini sebagai berikut: Hana
caraka dhata sawala pada jayanya magabathanga. Artinya: Ada (dua) prajurit berkelahi, sama saktinya
(akhirnya) keduanya menjadi mayat.
Kedelapan
belas aksara ini merupakan wre-astra,
yakni aksara yang tampak dan dapat diajarkan kepada siapa saja. Sedangkan
aksara yang tidak tampak yang terdiri atas dua buah aksara disebut swalalita
yaitu Ah dan Ang merupakan aksara yang tidak boleh diajarkan kepada sembarang
orang. Kedua aksara swalalita ini dilengkapi dengan pangangge sastra, yaitu
kelengkapan aksara berupa ardha-candra berbentuk bulan sabit, windu yang
melambangkan matahari berbentuk bulatan, dan nada melambangkan bintang yang dilukis
sebagai segitiga. Ketiga pangangge sastra ini sering dipasangkan dengan aksara
huruf hidup: a, i, u, e, o sehingga dibaca menjadi: ang, eng, ing, ong, dan
ung. Suku kata ini disebut: ang-kara, eng-kara, ing-kara, ong-kara, dan
ung-kara. Bentuk seperti ini disebut modre. Kelengkapan ketiga aksara swalalita
ini sering dihubungkan dengan kekuatan dan simbol dari dewa, sehingga bentuk
windu adalah lambang agni, Dewa Brahma, sama dengan aksara Ang. Bentuk
ardha-candra adalah lambang air, Dewa Wisnu sama dengan aksara Ung. Dan bentuk
nada adalah lambang udara, Dewa Siwa sama dengan aksara Mang. Ketiga aksara ini
jika disatukan akan menjadi Ang-Ung-Mang atau A-U-M yang dibaca Aum atau Om. Di
Bali diucapkan Ong. Aksara Ong-kara inilah sumber dari semua aksara, sehingga
disebut wija-aksara, aksara yang maha suci, lambang Dewa Trimurti (Nala,
1993:96-97)
II. Pembahasan
Umat Hindu
di Bali atau Indonesia pada umumnya adalah penganut ajaran Siwaisme, maka yang
menonjol adalah aksara modre yang dipergunakan oleh penganut ajaran ini. Aksara
Suci termaksud ada sepuluh buah yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, MA, SI, WA, YA
atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG. Setiap tubuh
manusia terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan, diceritakan pula bahwa
Dewa-Dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa aksara’. Dasa aksara merupakan sepuluh huruf
utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam jagat raya dan
sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Dari
sepuluh huruf bersatu menjadi panca
brahma (lima hurup suci untuk menciptakan dan menghancurkan), panca
brahma menjadi tri aksara (tiga hurup), tri
aksara menjadi eka aksara (satu hurup). Ini hurupnya: “OM”. Bila sudah hafal dengan
pengucapan hurup suci tersebut agar selalu di ingat dan diresapi, karena ini
merupakan sumber dari kekuatan alam semesta yang terletak didalam tubuh kita (bhuana alit) ataupun
dalam jagat raya ini (bhuana agung) .
2.1 Dasa Aksara
Menurut
lontar atau buku Usada Tiwas Punggung (Punggung Tiwas), dasa aksara terdiri
atas 10 aksara suci atau wijaksara,
yaitu: Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, dan Yang. Kesepuluh
aksara ini berasal dari delapan buah aksara wianjana
(sa, ba, ta, na, ma, si, wa dan ya) dan dua buah aksara suara (a dan i). Kalau
kesepuluh aksara ini dirangkai dalam kata-kata akan terbentuk sebuah kalimat,
yang bunyinya sebagai berikut: sabatai
nama siwaya. Kalimat ini merupakan ungkapan doa untuk memuliakan Dewa Siwa
(nama Siwaya). Di antara para dewa,
Sang Hyang Siwa paling dimuliakan oleh umat Hindu di Bali, karena kebanyakan
dari mereka menganut ajaran Siwa Siddhanta. Dewa-dewa yang lain tetap
dihormati, tetapi tidaklah semulia dewa Sang Hyang Siwa, karena dewa tersebut
merupakan perwujudan Dewa Siwa juga ketika sedang melaksanakan fungsi atau
tugasNya.
Bagi
mereka yang ingin mempelajari Dasa Aksara ini untuk memahami inti ajarannya
dengan benar dan mampu meresapkan ke dalam sanubarinya harus melalui suatu
upacara yang disebut Pawintenan Sastra Mautama (maha Utama), suatu upacara
untuk penyucian diri, baik sthula sarira
(jasmani) maupun suksma sarira
(rohani). Bila hal ini tidak dilaksanakan maka kemungkinan akan mendapat
halangan dalam proses pembelajarannya, sehingga tidak tercapai apa yang dituju.
Masing-masing
dari aksara ini mempunyai linggih, genah,
sthana (tempat, kedudukan) baik di dalam badan manusia (bhuana alit, mikrokosmos), maupun di
alam raya (bhuana agung, makrokosmos).
Di tempat linggih, kedudukan letak
atau sthana dari tiap aksara ini
bersemayam pula di tempat itu para Dewa, Sang Hyang atau Batara, lengkap dengan
lambang warna, senjata dan simbol perwujudannya. Agar lebih memudahkan untuk
mempelajari kaitan antara linggih (sthana), dewa, beserta perlambangannya
dengan Dasa Aksara akan dibuatkan tabel atau matriks (modifikasi dari isi
lontar Krakah Modre) sebagai berikut:
(Nala, 2006:107-108)
2.2 Sakti
Kesepuluh
huruf atau yang disebut dengan Dasa Aksara dipandang sakti. Aksara Ang, Ung dan
Mang disingkat AUM atau OM dan dibaca ONG merupakan simbul Dewa Brahma, Dewa
Wisnu dan Dewa Saiwa (Trimurti atau Tri Sakti) yang kesaktiannya diakui baik
oleh aliran Siwa maupun Buddha. Aksara OM merupakan simbul dari Utpeti, Sthiti
dan Pralina yaitu lahir, hidup dan mati (Suhardana, 2006:91).
2.3 Hubungan Dasa Aksara dalam Tubuh Manusia (Bhuana Alit) dan Alam Semesta (Bhuana Agung)
Kedudukan
kedelapan belas aksara Bali tersebut di dalam tubuh manusia atau bhuana alit
adalah sebagai berikut: (1) Ha di ubun-ubun, (2) Na di antara kedua alis, (3) Ca
di dalam kedua mata, (4) Ra di kedua telinga, (5) Ka di dalam hidung, (6) Da di
dalam mulut, (7) Ta di dalam dada, Sa di tangan (lengan) kanan, (9) Wa di
tangan (lengan) kiri, (10) La di hidung, (11) Ma di dalam dada kanan, (12) Ga
di dalam dada kiri, (13) Ba di pusar, (14) Nga di dalam alat kelamin, (15) Pa
di dalam pantat (anus), (16) Ja di kedua tungkai (kaki), (17) Ya di tulang
belakang, (18) Nya di tulang ekor.
Kelengkapan
atau pangangge aksara mempunyai kedudukan atau tempat pula di dalam tubuh
manusia, yakni: (1) Ulu di kepala (dalam otak), (2) Taling di hidung, (3) Surang
di rambut, (4) Nania di lengan (tangan), (5) Wisah di telinga, (6) Pepet di
batok kepala, (7) Cecek di lidah, (8) Guwung di kulit, (9) Suku di tungkai
(kaki), (10) Carik di persendian, (11) Pamada di alur jantung.
Hubungan
antara Dasa Aksara dengan Tubuh Manusia (Bhuana
Alit) yang mana pada titik-titik tertentu dalam tubuh manusia terdapat dasa
aksara tersebut.
cara menempatkan sang hyang dasa aksara didalam
badan, yang merupakan linggih (stana) dewata nawasanga di dalam tubuh manusia, diantaranya;
- sa ditempatkan di jantung, dewa Iswara.
- ba ditempatkan di hati, dewa Brahma.
- ta ditempatkan di kambung, dewa Mahadewa.
- a ditempatkan di empedu, dewa Wisnu.
- I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa.
- na ditempatkan di paru - paru, dewa Maheswara.
- ma ditempatkan di usus halus, dewa Rudra.
- si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara.
- wa ditempatkan di pancreas, dewa Sambhu.
- ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Ada pula yang memberikan ulasan tentang dasa aksara
ini bahwa setiap aksara itu mempunyai arti sendiri-sendiri, yaitu:
- Sa berarti satu
- Ba berarti bayu
- Ta berarti tatingkah
- A berarti awak
- I berarti idep
- Nama berarti hormat
- Siwa berarti Siwa
- Ya berarti yukti
Dengan pengertian seperti itu, maka
arti dari dasa aksara ini adalah orang yang mempunyai tingkah laku dan pikiran
(idep) yang luhur saja yang mampu mempergunakan bayu kekuatan dari Siwa. Dengan
menyatukan tingkah laku dan pikirannya dia akan mampu mempergunakan dasa bayu
untuk kesehjateraan buana alit dan buana agung. Dasa aksara tersebut terbentuk
dari dua jenis aksara suci, yaitu panca tirta dan panca brahma.Panca
tirta, adalah sebagai berikut:
1. sang sebagai
tirta sanjiwani, untuk pangelukatan (membersihkan).
2. Bang sebagai
tirta kamandalu, untuk pangeleburan (menghancurkan).
3. Tang merupakan
tirta kundalini, utuk pemunah (menghilangkan).
4. Ang merupakan
tirta mahatirta, untuk kasidian (agar sakti).
5. Ing merupakan
tirta pawitra, untuk pangesengan (membakar).
Ini yang dikatakan panca brahma,
berada dalam diri manusia. Ini aksaranya;
1. Nang disimpan di
suara.
2. Mang disimpan di
tenaga
3. Sing disimpan di
hati/perasaan
4. Wang disimpan di
pikiran
5. Yang disimpan di
nafas.
Kemudian balikkan hurup
tersebut:
1. Yang disimpan di jiwa
2. Wang disimpan di
guna/aura
3. Sing disimpan di
pangkal tenggorokan
4. Mang disimpan di
lidah
5. Nang disimpan di
mulut
Bila Dasa aksara diringkas, aksara
yang ada di panca tirtha dipasangkan dengan aksara panca brahma akan muncul
Sang Hyang Panca Aksara. Inilah panca aksara tersebut:
Sa + Na menjadi Mang
Sa + Na menjadi Mang
Ba + Ma
menjadi Ang
Ta + Si
menjadi Ong
A + Wa menjadi
Ung
I + Ya menjadi
Yang
Panca Brahma dan Panca Tirta
diringkas menjadi tri aksara (a, u, ma).
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang. Jika Panca Tirtha digabung dengan Panca Brahma ditambah dengan Tri Aksara dan Eka Aksara akan terjadi Catur Dasa Aksara. Catur Dasa Aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar. Ini menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung.
Setelah itu baru turun arda candra (bulan sabit), windu (lingkaran) dan nada (titik). Baru boleh di ucapkan sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang, sing, wang, yang. Jika Panca Tirtha digabung dengan Panca Brahma ditambah dengan Tri Aksara dan Eka Aksara akan terjadi Catur Dasa Aksara. Catur Dasa Aksara ini terdiri atas: sa-ba-ta-a-i ditambah na-ma-si-wa-ya, serta digabung dengan ang-ung-mang dan ong-kara yang erat kaitannya dengan catur-dasa-bayu, suatu kekuatan yang ada di dalam buana alit dan buana agung, yang memungkinkan manusia dan dunia hidup dengan wajar. Ini menyimpan Rwa bhineda (dua sisi dunia), ini suaranya; Ong Ung.
·
Ong di hati
putih, ung di hati hitam.
·
Ung di empedu, ong
di pankreas.
·
Ong di dubur, ung
di usus.
Lafalkan aksara tersebut lalu
letakkan dalam tubuh kita dan alam semesta. Ini rangkuman intisari dari sastra
yang berjumlah lima huruf, yang digunakan untuk memuja Tuhan, memanggil,
menghaturkan persembahan, memohon anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa,
diantaranya:
·
mantra untuk memuja Tuhan, Mang
Ang Ong Ung Yang.
·
mantra untuk memanggil agar Tuhan
berkenan hadir, Ang Ong Ung Yang Mang
·
mantra untuk mempersembahan sesajen
jamuan dari kita, Ong Ung Yang Mang Ang
·
mantra untuk memohon anugrah dari Tuhan
Yang Maha Esa, Ung Yang Mang Ang Ong
Ini suara inti sari; ekam evam
dwityam Brahman, disebut ONG. Berupa api rwa bhineda Ang, berupa air rwa
bineda Ah.
·
dasar mantra antuk tri aksara; Mang
Ang Ung
·
kemulan mantra; Ang Ung Mang
·
pengastiti widhi dewa bethara; Ung
Mang Ang
·
iki pengeraksa jiwa antuk catur
aksara; Mang Ang Ung Ong
·
pengundang bhuta dengen antuk
kahuripan; Ang Ung Ong Mang
·
pemageh bayu ring raga antuk catur
resi; Ung Ong Mang Ang
·
pangemit bayu antuk catur dewati; Ong
Mang Ang Ung
Dasa
Aksara memiliki nilai yang tinggi sehingga Dasa Aksara dituliskan pada
alat-alat atau sarana yang dipakai dalam Dewa Yajna, Rsi Yajna, Manusa Yajna,
Pitra Yajna (Atma Wedana) dan pada sarana lain yang diharapkan mempunyai jiwa
dan makna yang penting dan suci (Suhardana, 2006:91).
III. Penutup
Dasa
Aksara adalah sepuluh huruf yang disucikan yaitu SA, BA, TA, A, I, NA, MA, MA,
SI, WA, YA atau SANG, BANG, TANG, ANG, ING, NANG, MANG, SING, WANG, YANG. Setiap
tubuh manusia terdapat huruf – huruf yang sangat disucikan, diceritakan pula
bahwa Dewa-Dewa dari huruf suci tersebut bersatu menjadi sang hyang ‘dasa
aksara’. Dasa aksara merupakan
sepuluh huruf utama dalam alam ini yang merupakan simbol dari penguasa alam
jagat raya dan sangat erat hubungannya dengan dewata nawasanga. Aksara Ang,
Ung dan Mang disingkat AUM atau OM dan dibaca ONG merupakan simbul Dewa Brahma,
Dewa Wisnu dan Dewa Saiwa (Trimurti atau Tri Sakti) yang kesaktiannya diakui
baik oleh aliran Siwa maupun Buddha. Aksara OM merupakan simbul dari Utpeti,
Sthiti dan Pralina yaitu lahir, hidup dan mati.
Hubungan antara Dasa Aksara dengan
Tubuh Manusia (Bhuana Alit) yang mana
pada titik-titik tertentu dalam tubuh manusia terdapat dasa aksara tersebut. Cara
menempatkan sang hyang dasa aksara didalam badan, yang merupakan linggih
(stana) dewata nawasanga di
dalam tubuh manusia, diantaranya; (1) sa ditempatkan
di jantung, dewa Iswara, (2) ba ditempatkan di hati, dewa Brahma, (3) ta
ditempatkan di lambung, dewa Mahadewa (4) a ditempatkan di empedu,
dewa Wisnu, (5) I ditempatkan di dasar hati, dewa Siwa, (6) na ditempatkan
di paru - paru, dewa Maheswara, (7) ma ditempatkan di usus halus, dewa
Rudra, (8) si ditempatkan di ginjal, dewa Sangkara, (9) wa ditempatkan
di pancreas, dewa Sambhu, (10) ya ditempatkan di ujung hati, Dewa Siwa.
Dasa Aksara ini dituliskan pada alat-alat atau sarana yang dipakai dalam Dewa
Yajna, Rsi Yajna, Manusa Yajna, Pitra Yajna (Atma Wedana).
Daftar Pustaka
Gunawan,
I Ketut Pasek. 2012. Pengantar Bahan Ajar
Siva Siddhanta I. Singaraja
: IHDN.
Jaman, I
Gede. 1999. Fungsi dan Manfaat RERAJAHAN
DALAM KEHIDUPAN.
Surabaya : PARAMITA.
Kaler, I Nyoman. Krakah Modre Aji Griguh.
Kanwil dep. agama propensi bali, 2006. Upadesa Tentang ajaran-ajaran
agama hindu.
Nala, Ngurah. 1993. Usada Bali. Denpasar: PT. Upada Sastra.
_________ 2006. Aksara
Bali dalam Usada. Surabaya: Paramita.
Suhardana. 2006. Dasar – Dasar Kepemangkuan. Surabaya:
Paramita.
Langganan:
Postingan (Atom)